Minggu, 16 Desember 2012

HIKMAH DI DALAM ‘KEBETULAN’



Manusia hidup di dalam kepingan-kepingan kejadian hidup. Kepingan-kepingan tersebut lambat laun berkumpul satu persatu. Dari sanalah terbentuk kisah perjalanan hidup manusia. Kisah ini terus berjalan sampai pada titik penghujung yang telah dijanjikan. Manusia harus sadar bahwa akan ada akhir dari kisah ini. Bukan ada tanpa akhir, tetapi terdapat akhir di dalam ada. Bukan ada tanpa tiada, tetapi pasti tiada karena telah ada.

Sejak diberikannya roh, maka manusia mulai menulis sejarahnya masing-masing. Hingga di kemudian hari, ajal datang menghentikan langkahnya. Lalu, apakah manusia akan berakhir  begitu saja? Ternyata tidak, masih ada kehidupan lain yang lebih kekal setelahnya. Kehidupan ini adalah konsekuensi dari kehidupan sebelumnya. Kebaikan untuk kebaikan dan kejahatan untuk kejahatan.
Banyak orang menyangka kehidupan manusia ini sangatlah panjang. Bahkan ada beberapa di antaranya mengatakan inilah kehidupan yang sebenarnya. padahal sungguh kehidupan di dunia ini sangatlah singkat. kita bukannya mengingkari, cuma kadang hanya tidak sadar. Ujung-ujungnya malah menyesal kemudian. Bukan manusia jika tidak bersifat demikian.
Memang akan sangat menarik jika membicarakan tentang hakikat kehidupan. takkan ada hentinya sama sekali. Sayangnya, kadang kita lupa bahwa di setiap detik yang dilalui terdapat sesuatu yang ingin disampaikan Allah SWT kepada kita. semua itu adalah cara Allah berkomunikasi dengan makhlukNya. Kehidupan manusia itu sendiri adalah salah satu perantara Allah menyapa manusia. Kadang untuk menasehati, menegur, mengancam, dan sebagainya, Allah hanya cukup memasukkan satu pengalaman di dalam kehidupan. bagi yang memahami, pengalaman ini akan terasa sangat berharga baginya. Sebaliknya, kejadian-kejadian itu hanya akan menjadi angin lalu bagi yang tidak memahaminya.
Seperti yang saya alami beberapa hari yang lalu (6/12/12). Kejadian tersebut menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Saya juga merasa Allah menasehati dengan kejadian tersebut. Memang sangat sederhana, tetapi sebenarnya ini akan berpengaruh bagi kehidupan kita selanjutnya. bukankah apa yang kita lakukan sekarang akan berpengaruh pada masa depan kita nanti? Ok, bagian di atas hanyalah sedikit prolog dari saya. Saya akan mulai bercerita.
Cerita ini berawal ketika saya hanya mempunyai uang sebanyak Rp 1000,00. Bagi seorang mahasiswa, bahkan mempunyai uang Rp 10.000,00 pun mereka harus memutar otak agar dapat bertahan hidup, paling tidak selama satu minggu. Lalu bagaimana dengan Rp 1000,00?
Kebetulan hari itu adalah hari kamis. Setelah selesai kuliah pagi –sekitar 09.30 WIB- saya pergi ke kantor Lembaga Pers Mahasiswa (saya adalah salah seorang aktivis pers di kampus) untuk berehat sejenak. Sekali lagi saya mengeluarkan uang seribu yang ada di kantong. Saya amati uang itu sambil berpikir, ‘enaknya uang ini diapain ya?’. Tiba-tiba saja perut saya berbunyi pertanda penyakit lapar saya datang. Saya bingung. Apakah tuntutan ini harus dipenuhi? Sedangkan uang yang ada tinggal seribu. Setelah jiwa saya sempat saling beradu beragumen, akhirnya saya tidak mau mengambil risiko. Saya memutuskan untuk makan dengan uang yang ada.
Saat itu saya tidak pernah berpikir untuk meminjam uang. Yang saya pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar uang seribu itu dapat membuat kenyang perut. Sembari melihat kesana-kemari, saya teringat dengan warung yang ada di belakang kantor LPM.  Gorengan di sana lebih besar dari yang biasanya. Uang seribu cukup untuk membeli 2 gorengan dan mengganjal perut  (kok merana sekali ya!).
Saya bergegas pergi ke warung tersebut. Sesampainya di sana, saya mendapati wadah gorengan yang kosong. ‘Gorengannya sudah habis, Mas. Ini mau dimasak lagi’, ujar Ibu yang ada di warung itu. saya terduduk gontai. Saya memprediksi gorengan akan matang setelah satu jam lagi, terlalu banyak masakan yang belum matang. Oleh karena itu, saya memutuskan beranjak dari tempat tersebut dengan nyanyian perut yang bertambah besar dan merdu.
Kecemasan mulai menyelimuti, tapi saya tidak mau menyerah. Dengan langkah tegap, saya berjalan menuju warung kampus. Memang gorengan di sana tidak terlalu besar. Meskipun begitu, itu dapat mengganjal perut. Lagi-lagi saya tidak mendapati gorengan. ‘sudah habis, Mas’, kata Ibu yang di sana. Sempurna sudah penderitaan saya. Saya kembali ke kantor LPM. duduk termangu.
Di dalam kebimbangan tersebut, muncullah ide baru. Puasa! iya, kebetulan hari ini adalah hari kamis, dan sejak bangun subuh tadi saya, belum ada makanan pun yang masuk ke dalam rongga perut. Dengan segala pertimbangan, saya memutuskan untuk puasa sunnah walaupun sangat lapar. Semoga ini dipandang Allah sebagai niat yang baik, bukan karena kepepet. Amin.
Singkat cerita, sekitar pukul 16.00 WIB, saya bersiap-siap untuk pulang. Ada hal menarik terjadi pada motor saya. Semenjak keuangan saya sangat terbatas, alat pengukur bahan bakar di motor saya tidak pernah berkurang. Selalu berada di tengah. padahal sudah lama saya tidak mengisi bahan bakar. Saya berpikiran bahwa ini adalah sebuah pertolongan. Allah SWT menjadikan bahan bakar yang ada di motor saya tidak pernah habis untuk membantu kesusahan saya. Subhanallah!
Kebenaran terungkap ketika saya berada di tengah perjalanan. Motor saya mati! saya mencoba beberapa kali untuk menghidupkannya. Tetap tidak bisa. saya mulai menghubungkan keanehan-keanehan yang ada pada motor ini. alat pengukur bahan bakar yang tidak pernah berubah, bahan bakar yang tidak pernah habis, hingga mengingat kapan saya terakhir mengisi bahan bakar. Saya pun perlahan-lahan membuka tangki bensin. Saya mendapatkan jawaban. Motor saya kehabisan bensin! ternyata prasangka akan bensin yang tidak pernah habis itu meleset jauh. Bukan karena tidak pernah habis, tetapi karena alat pengukur bahan bakar yang sudah rusak!
Saya kembali mengeluarkan uang seribu yang ada di kantong saya. Dengan keadaan begini, apa yang harus saya lakukan? bahkan untuk membeli 1 liter bensin eceran pun tak akan cukup. Saya mencoba menghubungi beberapa teman. satu orang, dua, sampai empat orang. Entah kenapa tidak ada yang mengangkat telepon saya. Lengkap sudah penderitaan saya. Saya duduk meringis di samping jalan.
Setelah berpikir sebentar, saya tidak boleh menyerah dengan keadaan ini. Saya berpikiran untuk membongkar semua isi tas yang saya bawa. Di bawah lubuk hati, saya sempat berpikir semoga ada keajaiban terjadi. Mungkin saja Allah meletakkan uang lain di sana. Harapan saya terkabul! Ternyata saya mendapati uang di dalam salah satu buku sebanyak Rp 4000,00 (terima kasih Allah!). Ditambah uang sebelumnya, maka total jumlah uang adalah Rp 5000,00. Dengan langkah tegap saya pun berjalan ke salah satu penjual bensin yang ada di dekat sana. Tak lama kemudian, saya sudah melaju kencang dengan motor.
Dalam perjalanan pulang, saya mencoba merenungi apa yang telah terjadi pada saya seharian ini. mulai dari uang seribu, tidak jadi membeli gorengan, puasa, alat pengukur bensin yang rusak, sampai kehabisan bensin. semuanya saling berhubungan! Semuanya memang sepertinya kebetulan, tetapi sarat hikmah. Mari kita flash back kronologi seluruh kronologinya.
Dengan bermodalkan uang seribu, saya berangkat ke kampus. Awalnya saya tidak berniat sama sekali untuk berpuasa, meskipun sejak berangkat sudah tidak memakan apapun. Namun seiring dengan usaha saya untuk makan dengan modal seribu tidak kunjung berhasil, akhirnya saya memutuskan untuk puasa. selanjutnya ketika saya pulang, ternyata motor saya kehabisan bensin. Setelah mengeluarkan seluruh isi tas. Alhamdulillah, saya secara tidak sengaja saya mendapatkan uang Rp 4000,00 di antara lembaran buku. Nah, dengan uang itu (ditambah uang seribu) saya dapat membeli bensin eceran. Saya membayangkan, seandainya saya tadi pagi membeli makan, bisa jadi saya sore kala itu tidak dapat membeli bensin. Bisa jadi juga saya tidak berpuasa pada hari itu. Terlepas ini baik atau tidak, saya merasa senang dapat berpuasa di hari itu. akhirnya uang seribu –dengan segala kejadian kebetulan- tersebut dapat memberikan banyak hikmah bagi saya. Allah berkomunikasi dengan saya dengan caranya yang unik. Wallahu ‘Alam.

Muhammad Qamaruddin

1 komentar:

apa komentar anda tentang bacaan ini?