Jumat, 11 Oktober 2013

TEMBILAHAN, SURINAME-NYA BUBUHAN BANJAR



Oleh: Muhammad Qamaruddin

Beberapa waktu yang lalu aku mendapat amanat untuk memoderatori sebuah acara. Ketika itu sang pemateri membawakan sebuah tema tentang jurnalistik dakwah. Namanya Yuli Afriyandi, SEI. Ia masih berstatus mahasiswa S2 di MSI UII. Satu hal yang menjadi alasan kenapa ia menjadi pilihan pemateri adalah hobi menulisnya. Dari CV yang ada, beberapa tulisan (opini)-nya telah mewarnai beberapa media cetak di Indonesia, baik lokal maupun nasional.

Sebelum acara dimulai, aku sempat berbincang-bincang dengannya. Aku menanyakan beberapa hal tentang dirinya, termasuk perihal tema yang akan disampaikannya nanti. Dari penyampaiannya, ia mengaku berasal dari Riau. Percakapan basa-basi terus berlanjut hingga aku mengatakan asal diriku. ‘Kamu orang Banjar?’ Tanyanya nampak terkejut. Aku bingung sendiri, apa ada yang aneh dari asalku itu. Kemudian itu juga ia mengatakan bahwa ia juga orang Banjar. Hah?
Aku terus menyelidik, hijrah ke Riau? Ia jawab tidak. Atau ikut orang tua? Tidak juga. Kakek nenek? Lahir di Riau juga. Aku lebih terkejut ketika ia mengatakan bahwa dirinya bahkan tidak pernah ke Banjar. Aku semakin bingung. Anehnya, bahasa Banjarnya sangat sangat lancar.
 Setelah melihat kebingunganku, ia akhirnya sedikit menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. “Pedatuan kami dari suku Banjar”, ujarnya. Aku menangguk-anggukkan kepala. “di Tembilahan itu semua orang pakai bahasa Banjar. Karena memang suku Banjar di sana mendominasi jumlah masyarakat”. Ini yang menarik.

DINGSANAK PIAN HIBAK DI SUMATERA
            Dari kisah di atas, aku jadi ingat cerita penduduk Jawa yang ada di Suriname, Belanda. Di sana tinggal sekitar 75.000 orang Jawa dan dibawa ke sana dari Hindia-Belanda antara tahun 1890-1939. Atau Kaledonia Baru (bahasa Perancis: Nouvelle-Calédonie) adalah sebuah negeri seberang laut milik Perancis terletak di Samudra Pasifik bagian selatan. Suku Jawa juga menghuni daerah ini. Kaledonia Baru memiliki cerita yang sama dengan kedatangan suku Jawa, dimana mereka dahulu menjadi kuli kontrak dan mencari kehidupan yang lebih baik di negeri orang.
            Itu hanya sekelumit cerita dari para leluhur kita. orang-orang Indonesia (orang Jawa) yang berada di luar sana. Tapi jangan dikira hanya orang Jawa yang mempunyai cerita migrasi. Ternyata suku Banjar pun mempunyai cerita yang serupa, meskipun masih berada di dalam negara sendiri.
            Salah satu daerah yang kini menjadi rumah bagi orang Banjar (tentunya selain Bumi Lambung Mangkurat, Kalsel) adalah Tembilahan, kota Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Kepulauan Riau. Memang pada dasarnya masih banyak daerah-daerah lain yang berpenghuni orang Banjar. Di antaranya seperti di Kuala Tungkal (Kab. Tanjung Jabung, Jambi), Kab. Deli Serdang (Sumut), Kab. Serdang Bedagai  (Sumut), Kab. Langkat (Sumut). Atau di daerah lain seperti Manado, Makassar, Mataram, Pontianak, Bukittinggi, dan masih banyak lagi. Di Singapura dan Malaysia (khususnya Batu Pahat) pun juga ada. Pedatuan kita banyak menyebar di berbagai daerah.
Tembilahan adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Selain itu ada kecamatan-kecamatan yang lain, seperti Batang Tuaka, Concong, Enok, Gaung, Gaung Anak Serka, Kateman, Kemuning, Keritang, Kuala Indragiri, Mandah, Pelangiran, Pulau Burung, Reteh, sungai Batang, Tanah Merah, Teluk Balengkong, Tembilahan Hulu, dan Tempuling (semuanya berjumlah 20).
Tembilahan berbatasan dengan kecamatan Batang Tuaka (sebelah utara), Kuala Indragiri dan Tanah Merah (sebelah timur), Enok (sebelah selatan), dan Tembilahan Hulu dan Batang Tuaka (barat). Luas wilayah Tembilahan adalah 297,62 km², terdiri dari 6 kelurahan. Adapun jumlah penduduknya 69.505 jiwa (tahun 2010) dengan kepadatan penduduk adalah 352/km (tahun 2008 adalah 61.603 jiwa).
Penduduk Kecamatan Tembilahan terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu suku Banjar, suku Bugis, suku Melayu, suku Minang, suku Jawa, suku Batak serta warga negara keturunan Tionghoa. Dalam hal ini, aku akan banyak bercerita tentang dingsanak –baca suku Banjar- yang ada di sana.
Dari sumber yang ada, terdapat tiga teori bermigrasinya bubuhan Banjar ke Tanah Melayu, 1) Permintaan Sultan Deli untuk bercocok tanam di rawa yang hanya bisa urang Banjar melakukannya, 2) Prahara di Kerajaan Banjar yang menyebabkan hijrahnya beberapa keluarga Kerajaan Banjar ke Tanah Melayu, 3) Penyebaran agama Islam, buktinya menjadi Mufti di Kerajaan Indragiri. Sementara itu ada teori lain (cirita turun-temurun) yang mengatakan bahwa migrasi Banjar dengan maksud merantau ke Tanah Malaka kemudian dihadang badai dan akhirnya terdampar di Tembilahan (Ibnu Sina, 2008)
Budayawan Kalsel, Drs.Syamsiar Seman ketika ditanya ANTARA, di Banjarmasin, Senin mengakui bahwa keberadaan komunitas suku Banjar di Inhil sudah begitu lama, diperkirakan gelombang transmigrasi suku Banjar ke pesisir Sumatera itu sebagian besar terjadi sebelum perang dunia kedua. Sebagian besar warga suku Banjar Inhil sekrang ini, tidak tahu dan tidak pernah mengenal tanah leluluhur mereka di Kalsel yang merupakan wilayah komunitas terbesar suku Banjar. Yang membuktikan mereka sekarang adalah anak cucu dari keturunan orang Banjar perantau dulu.
Apabila dirunut ke belakang, maka bisa jadi masyarakat Tembilahan saat ini adalah generasi ke-5 dari migrasi pertama yang datang ke sana. Seiring dengan waktu, hampir 60-70% daerah ini adalah keturunan Orang Banjar. Bahasa Banjar juga dijadikan bahasa pengantar di sana. Tidak peduli ia bukan dari suku Banjar atau tidak. Dialek yang digunakan adalah bahasa Banjar daerah Pahuluan. Maka jangan heran apabila berkunjung ke pasar, seluruh aktivitas di sana menggunakan bahasa Banjar. Kita akan merasa seperti di banua sorang. Begitulah sedikit cerita tentang dingsanak kita yang ada di seberang sana. Aku berharap suatu saat aku bisa berkunjung ke sana.






1 komentar:

  1. bubuhan banjar jua sekalinya..hehehehe....saya juga pernah ketemu dengan seorang ibu, saya lupa namanya tapi klo ga salah dia salah satu pejabat di BPS di pangkal pinang, bangka belitung ternyata juga orang banjar....jadilah ramai saya berbahasa banjar sama beliau hehehe.....sampe2 istri saya dan keluarga saya yg orang bangka bingung dengan obrolan kami wkwkwkwk...ok salam dari urang banjar samarinda....

    BalasHapus

apa komentar anda tentang bacaan ini?