Aku ingin
mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda marabahaya,
dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman
lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat
kusangka. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang
gemintang. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan. Aku ingin merasakan sari
pati kehidupan.” (Andrea Hirata)
Untaian kalimat
bersajak tersebut terpampang jelas di papan pengumuman PP UII. Para santri yang
penasaran segera menghentikan langkahnya. Gumaman demi gumaman silih berganti
mengomentari tempelan kertas berhiaskan permainan kata Andrea Hirata tersebut.
Jika diteliti dengan seksama, ternyata itu adalah sebuah kertas yang berisikan
undangan. “Merapi, we are going.” Begitulah kiranya tema awal yang ada
di kertas itu. Sebuah ajakan untuk mendaki gunung.
Memang ini bukanlah yang pertama.
Apalagi jika melihat kehadiran SAPALA (Santri Pencinta Alam) yang pernah meraih
masa kejayaannya beberapa waktu silam. Catatan sejarah membuktikan, komunitas
ini telah melanglang buana menaklukkan beberapa gunung di tanah Jawa. Tak ada
yang meragukan kehebatan mereka. Namun, akibat dari kevakuman yang begitu lama,
akhirnya komunitas ini pun seakan ‘raib’ dari ranah pertapaan santri. Hilang
entah kemana.
Dari sinilah
awal ekspedisi bermula. Hanya sekedar untuk menyambung hasrat para santri yang
haus akan riuk-riuk alam, maka setelah kegiatan ‘Laporan Pertanggung Jawaban
(LPJ) OSPP UII periode 2011-2012, beberapa pengurus berinisiatif untuk
mewujudkannya. Apalagi beberapa tahun terakhir, tak ada kegiatan yang dapat
melimpahkan jiwa petualang para santri. Walhasil, 5 Mei 2012 menjadi tanggal
penting dalam catatan sejarah PP UII. Beberapa santri akan menguji nyali mereka
untuk menaklukkan salah satu pencakar langit, Gunung Merapi.
Saat Keberangkatan
Delapan belas orang santri menyatakan ikut dalam ekspedisi yang akan menguras
banyak tenaga ini. Mereka adalah Husein, Muhammad Ali, Lathief, Aan, Zulfikar,
Yasin, Faisal, Aprilinandar, Yepi, dan Umam dari angkatan 2011; Iqbal Zen,
Fadhol, Irham, dan Qamaruddin dari angkatan 2010; Muflihin, Hasan al-Antor, dan
Puguh dari angkatan 2008. Beserta salah satu alumni FIAI UII, Mas Yasir.
Hari Sabtu (5/5), pukul 13.00 WIB adalah waktu yang telah ditentukan untuk
berkumpul. Satu persatu peserta datang berkumpul di halaman depan asrama PP
UII. Ransel-ransel pendaki gunung mulai memenuhi tempat. Masing-masing individu
menyiapkan ‘perkakas-perkakas’ yang diperlukan. Satu sama lain saling
mengingatkan, apa saja yang harus dibawa. Tentunya dalam benak mereka, ini
bukanlah perjalanan mudah. Apalagi setelah dinyatakan, ini adalah pengalaman
pertama untuk semua peserta. Alias tidak ada orang yang berpengalaman (baca:
profesional) yang akan menyertai dalam rombongan ini. Walaupun begitu, tak ada
kata mundur sedikitpun. Perjalanan akan tetap dilaksanakan. “Allah selalu
bersama kita,” ucap salah satu peserta kala itu.
Pukul 15.00 WIB, adzan berkumandang. Semua peserta telah terkumpul dengan
persiapan yang ala kadarnya. Tanpa mengganti baju yang telah dipersiapakan
untuk perjalanan, seluruh peserta mengerjakan shalat Ashar berjamaah terlebih
dahulu di masjid PP UII. Suasana tampak khusyuk sekali.
Usai shalat Ashar, Hasan al-Antor selaku koordinator kegiatan meminta sedikit
wejangan dari Ust. Muhammad Roy, MA. Dengan khidmat, peserta daki gunung dan
santri-santri lain pun ikut mendengarkan nasehat dari beliau. Pada intinya,
beliau sangat mendukung adanya kegiatan ini. Bahkan ada keinginan untuk ikut
bergabung dalam perjalanan tersebut. Namun karena adanya kesibukan lain,
keinginan tersebut terpaksa harus ditahan.
Sore itu,
selain memberikan trik-trik untuk mendaki gunung, Ust. Roy –begitu beliau
sering disapa- juga menggambarkan bagaimana kondisi jalan yang akan kami hadapi
di Gunung Merapi. Semua itu semakin membuat para peserta penasaran. Pada akhir
percakapan, Ust. Roy memimpin doa untuk keselamatan rombongan.
Tibalah saatnya keberangkatan. Sepuluh motor telah dipersiapkan. Dengan
mengucapkan bismillah, rombongan memacu gas motor masing-masing dan lambat laun
melangkah pergi dari pondok pesantren.
Dalam Perjalanan
Gunung Merapi terletak pada perbatasan DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Ia berdiri tegak ‘sombong’ pada empat wilayah
kabupaten; yaitu Boyolali, Magelang, Klaten (Jawa Tengah), dan Sleman (DI
Yogyakarta). Berdasarkan Geograpich Positioning System (GPS), setelah
terjadinya erupsi 2006 dan 2010, ketinggian puncak hanya mencapai 2.800 meter
dari permukaan air laut. Itu jauh berkurang dari tinggi sebelumnya, 2.965
meter, atau yang sering disebut orang sebagai Puncak Garuda Merapi. Pendaki
saat ini hanya bisa sampai ke bibir kawah mati (2.800 m).
Setidaknya ada empat jalur yang dapat ditempuh untuk mendaki gunung Merapi.
Mulai dari Deles Kabupaten Klaten, Kinahrejo Sleman, Babadan-Dukun Magelang,
dan New Selo Boyolali. Sayangnya, setelah erupsi 2006, hanya jalur pendakian
melalui Selo yang dibuka. Jalur pendakian inilah yang saat itu sedang dituju
oleh rombongan pendaki PP UII.
Sekitar pukul
16.00 WIB, rombongan sampai di pom bensin pertama di jalan Magelang.
Kesepakatan bersama, di tempat inilah para peserta harus mengisi bahan bakar
motor mereka masing-masing. Tepat setelah semua telah mengisi bensin, gerimis
mulai turun. Tak ayal lagi, seluruh peserta mengeluarkan mantel hujan. Bukannya
berkurang, hujan kala itu semakin deras. Bahkan langit pun semakin meredup
tertutup awan hitam tebal. Inilah tantangan pertama untuk peserta! Perjalanan
sedikit terhambat. Kecepatan motor dikurangi. Tak ada yang ngebut-ngebutan.
Terlalu berisiko dalam keadaan cuaca seperti itu. Alam seakan tak ragu-ragu
lagi menumpahkan air sebanyak-banyaknya ke tanah bumi. Rombongan terus berpacu
dengan keganasan hujan yang deras.
Sempat terjadi
miscommunication, sehingga rombongan terpisah menjadi dua. Jalur yang
seharusnya dijalani, terlewati oleh tujuh motor. Hanya tiga motor yang
mengambil jalur yang benar. Kejadian ini terjadi di sekitaran daerah Muntilan.
Tentu saja hal ini membuat perjalanan sedikit terhambat. Setelah menunggu
hampir setengah jam lamanya, akhirnya tiga motor tersebut datang untuk
memberi tahu jalur yang benar.
Perjalanan Sempat Terhenti
Pukul 17.30 WIB, ketika akan memasuki daerah Selo, salah satu ban motor
yang ditumpangi peserta bocor. Perjalanan pun terhenti sesaat. Seraya menunggu,
para peserta menikmati hidangan hangat angkringan yang tepat berada di samping
tambal ban. Riuh canda bersahut-sahutan. Tak ada yang menunjukkan wajah muram.
Seloroh tawaan memenuhi angkringan. Tak pula juga satu sama lain memberikan
semangat dan motivasi, karena perjuangan belumlah dimulai, tapi akan segera
dimulai. Sebentar lagi!
Pukul 18.00 WIB lebih, rombongan melanjutkan perjalanan. Diperkirakan hanya
tinggal satu jam lagi, maka rombongan akan tiba di base camp tempat para
pendaki berkumpul. Memasuki Dukuh Plalangan, Desa Lencoh, Kecamatan Selo,
Kabupaten Boyolali, jalur semakin membuat jantung berdetak cepat. Jalan
menanjak dan menurun silih berganti. Sedangkan alam mulai menahan derasnya
hujan. Hanya gerimis-gerimis kecil. Sayup-sayup terlihat dua raksasa berdiri
tegak di hadapan rombongan. Gunung Merapi dan Gunung Merbabu! Bukti nyata
kekuasaan Tuhan.
Pukul 19.40 WIB, setelah rombongan mengecek base camp pendaki Gunung
Merapi, rombongan berbalik arah untuk menuju Mushalla terdekat. Shalat Jamak
Ta’khir segera dilaksanakan. Lagi-lagi alam menyiram bumi. Walau tak sederas
pada saat perjalanan pertama, hal ini juga membuat rombongan merenung sejenak, bagaimana
jika saat pendakian hujan tidak juga berhenti?
Untungnya setelah agak lama beristirahat di Mushalla, alam pun mulai berdamai.
Hanya bulir-bulir kecil menimpa wajah. Rombongan kembali menuju base camp.
Di sanalah para pendaki berkumpul. Diperkirakan ada sekitar 200 orang lebih
pendaki yang telah berkumpul di sekitar situ. Rombongan beristirahat di
salah satu ruangan yang ada di base camp. Sambil menikmati makan malam
yang sudah dipesan, rombongan menyiapkan segala sesuatunya.
Pukul 21.30 WIB, rombongan mulai melangkah keluar base camp. Koordinator
rombongan mendaftarkan diri terlebih dahulu. Pendaftaran ini dilakukan sebagai
wujud antisipasi. Apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka tim
penyelamat akan segera bertindak. Tak berapa lama kemudian, sebelum
keberangkatan, rombongan membentuk lingkaran besar di tengah jalan. Hasan
Al-Antor memberikan sedikit nasihat.
“Luruskan niat. Mudah-mudahan semuanya selamat sampai ke atas. Terus berdoa dan
teruslah mengingat Allah,” ujarnya sembari menutup dengan doa. Pukul 21.45 WIB,
rombongan mulai melangkahkan kaki meninggalkan base camp. Gelap malam
dan kabut tebal menutup kemegahan Gunung Merapi. Bahkan bintang tak satu pun
keluar dari persembunyiannya. Bulan lari dari pandangan. Yang ada hanya
kegelapan malam. Senter bertindak sebagai penerang alam, tapi hanya untuk yang
memegangnya. Langkah mulai terasa berat, karena jalan aspal yang menanjak. Tak
berapa lama lagi, rombongan akan tiba pada area NEW SELO, tempat masuk area
pendakian Gunung Merapi. Di situlah perjalanan ini dimulai!
To be continued…
(di posting juga di website Pondok Pesantren UII http://pesantren.uii.ac.id/)
(di posting juga di website Pondok Pesantren UII http://pesantren.uii.ac.id/)
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?