Minggu, 29 April 2012

SHALAT-SHALAT MASNUNAH


A.    PENGERTIAN SALAT SUNAT
Salat Sunnat atau salat nawafil (jamak: nafilah) adalah salat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah taala yang begitu indah. Salat sunnat menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni:
  • Muakkad, adalah salat sunnat yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunnat witr dan salat sunnat thawaf.
  • Ghairu Muakkad, adalah salat sunnat yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunnat Rawatib dan salat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).


A.    PEMBAGIAN SHALAT SUNAT MENURUT CARA PELAKSANAAN
Dilihat dari cara pelaksanaannya (berjamaah atau tidak berjamaah), shalat sunnah di bagi menjadi dua macam:
1.      Salat sunnat ada yang dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) diantaranya:



2.      Sedangkan yang dapat dilakukan secara berjama'ah antara lain:






B.     DEFINISI BEBERAPA SHALAT SUNAT
1.      Shalat Rawatib
Salat Rawatib adalah salat sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah salat lima waktu. Salat yang dilakukan sebelumnya disebut salat qabliyah, sedangkan yang dilakukan sesudahnya disebut salat ba'diyah.
Jumlah raka'at salat rawatib berbeda-beda tergantung salat apa yang dia iringi dan kapan (sebelum/sesudahnya) dia dilaksanakan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada daftar berikut.

Sunnat muakkad
Salat Lima Waktu
Qabliyah
Ba'diyah
Shubuh
2 raka'at
-
Dzuhur
2 raka'at
2 raka'at
Ashar
-
-
Maghrib
-
2 raka'at
Isya'
-
2 raka'at
Sunnat ghoiru muakkad
Salat Lima Waktu
Qabliyah
Ba'diyah
Shubuh
-
-
Dzuhur
2 raka'at
2 raka'at
Ashar
4 raka'at
-
Maghrib
2 raka'at
-
Isya'
2 raka'at
-





·         Hadits:
Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha , ia berkata: "Aku telah men-dengar Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa salat dalam sehari semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebe-lum salat Subuh."” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan shahih)

2.      Shalat Sunnah Wudhu
Salat Sunnat Wudhu adalah salat sunnat yang dilakukan seusai berwudhu. Jumlah raka'at salat wudhu adalah dua raka'at.
·         Hadist:
Dari Abu Hurairah ra yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada Bilal sesudah Shalat Subuh : “Hai BIlal, ceritakanlah kepadaku amal yang engkau kerjakan dalam Islam yang penuh dengan pengharapan (yang engkau harapkan cepat terkabulnya). Karena aku mendengar suara sandalmu (trompah) diantara hadapanku di dalam Sorga (ketika aku bermimpi).” Bilal menjawab : “Tidak ada satupun amalan yang sangat penuh pengharapan, kecuali setiap selesai berwudhu (bersuci) baik dimalam atau disiang hari, aku melakukan Shalat Sunnat Wudhu, sesuatu yang memang telah ditentukan untukku supaya akku mengerjakan Shalat itu.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

3.      Shalat Istikharah
Salat Istikharah adalah salat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal.
·         Hadits:
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita ; ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan istikharah kepada kami dalam (segala) urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian berkeinginan keras untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua rakaat di luar shalat wajib, dan hendaklah dia mengucapkan : (‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepada-Mu dengan ilmu-Mu, memohon ketetapan dengan kekuasan-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang sangat agung, karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak kuasa sama sekali, Engkau mengetahui sedang aku tidak, dan Engkau Mahamengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian menyebutkan langsung urusan yang dimaksud) lebih baik bagi diriku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku” –atau mengucapkan : “Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang-, maka tetapkanlah ia bagiku dan mudahkanlah ia untukku. Kemudian berikan berkah kepadaku dalam menjalankannya. Dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan dan akhir urusanku” –atau mengucapkan: “Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang-, maka jauhkanlah urusan itu dariku dan jauhkan aku darinya, serta tetapkanlah yang baik itu bagiku di mana pun kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketetapan tersebut), Beliau bersabda : “Hendaklah dia menyebutkan keperluannya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari)


4.      Shalat Sunnah Mutlaq
Salat Sunnat Mutlaq adalah salat sunnat yang dapat dilakukan tanpa memerlukan sebab tertentu dan kapan saja kecuali waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan salat (lihat pada salat sunnat). Jumlah rakaatnya tidak terbatas dan dilakukan dengan seri 2 raka'at.
·         Hadits:
Rasulullah SAW bersabda: “Tegakkanlah sholat shubuh kemudian berhentilah mengerjakan sholat, hingga matahari terbit dan agak meninggi, karena terbitnya matahari pada waktu itu di antara dua tanduk setan, dan ketika itu [sebagian] orang-orang kafir [penyembah matahari] sujud kepada matahari, kemudian setelah itu kerjakankah sholat, karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga hilangnya bayang-bayang pada sebuah tombak, kemudian tahanlah diri dari mengerjakan sholat, karena saat itu neraka jahannam sedang dibakar, kemudian jika telah muncul bayang-bayang maka kerjakanlah sholat [sunnah] karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga engkau mengerjakan sholat ashar, kemudian berhentilah mengerjakan sholat sampai matahari benar-benar tenggelam, karena waktu itu tenggelamnya matahari diantara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir [penyembah matahari] bersujud menyembah matahari”. (Shahih, HR. Muslim)
Hadits ini menjadi dalil disyariatkannya sholat sunnah muthlaq. Karena lafadznya “Kemudian setelah itu kerjakankah sholat, karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat]“. Nabi tidak membatasi berapa jumlah rakaat. Ini menjadi dalil bagi disyariatkannya sholat sunnah muthlaq..

5.      Shalat Dhuha
Salat Dhuha adalah Salat Sunnah yang dilakukan seorang muslim ketika waktu Dhuha. Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka'at salat dhuha minimal 2 raka'at dan maksimal 12 raka'at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka'at sekali salam.
·         Hadits:
"Siapapun yang melaksanakan salat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan." (H.R Tirmidzi)
6.      Shalat Tahiyyatul Masjid
Salat Tahiyyatul Masjid (bahasa Arab: تحية المسجد) adalah salat sunnah dua raka'at yang dilakukan ketika seorang muslim memasuki masjid.
·         Hadits:
“Apabila seseorang di antara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum salat dua rakaat lebih dahulu” (H.R. Bukhari dan Muslim)

7.      Shalat Tahajjud
Salat tahajjud adalah salat sunnat yang dikerjakan di malam hari setelah terjaga dari tidur. Salat tahajjud termasuk salat sunnat mu'akad (salat yang dikuatkan oleh syara'). Salat tahajjud dikerjakan sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.
·         Hadits:
"Perintah Allah turun ke langit dunia di waktu tinggal sepertiga akhir dari waktu malam, lalu berseru: Adakah orang-orang yang memohon (berdo'a), pasti akan Kukabulkan, adakah orang-orang yang meminta, pasti akan Kuberi dan adakah yang mengharap/memohon ampunan, pasti akan Kuampuni baginya. Sampai tiba waktu Shubuh." (Al Hadits).

8.      Shalat Hajat
Salat Hajat (bahasa Arab: صلاة الحاجة) adalah salat sunnat yang dilakukan seorang muslim saat memiliki hajat tertentu dan ingin dikabulkan Allah. Salat Hajat dilakukan antara 2 hingga 12 raka'at dengan salam di setiap 2 rakaat. Salat ini dapat dilakukan kapan saja kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk melakukan salat.
·         Hadits:
"Siapa yang berwudhu dan sempurna wudhunya, kemudian salat dua rakaat (Salat Hajat) dan sempurna rakaatnya maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat" ( HR.Ahmad )

9.      Shalat Awwabiin
Salat Awwabin adalah satu jenis salat Sunnah. Awwabin sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti (orang yang sering bertaubat). Ada perbedaan pendapat mengenai salat ini dikalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa salat awwabin dilakukan antara waktu maghrib dan isya, sementara yang lain mengatakan salat awwabin adalah nama lain dari salat dhuha.
·         Hadits:
"Salatnya orang-orang awwabin (yang sering bertaubat kepada Allah) adalah ketika anak unta merasa kepanasan" (HR. Muslim : 848)

10.  Shalat Tasbih
Salat Tasbih merupakan salat Sunnah yang di dalamnya pelaku salat akan membaca kalimat tasbih (kalimat "Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar") sebanyak 300 kali (4 raka'at masing-masing 75 kali tasbih). Salat ini diajarkan Rasulullah SAW kepada pamannya yakni sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib. Namun beberapa ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
Para ulama berbeda pendapat mengenai salat tasbih, berikut adalah beberapa pendapat mereka :
  • Pertama: Salat tashbih adalah mustahabbah (sunnah).
  • Kedua: Salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tapi tidak disunnahkan).
  • Ketiga: Salat tersebut tidak disyariatkan.

11.  Shalat Taubat
Salat Taubat adalah salat Sunnah yang dilakukan seorang muslim saat ingin bertobat terhadap kesalahan yang pernah ia lakukan. Salat taubat dilaksanakan dua raka'at dengan waktu yang bebas kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan salat (lihat pada salat sunnat).
·         Hadits:
Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: 'Tidaklah seseorang melakukan dosa kemudian ia bersuci (berwudhu) dan salat lalu minta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni dosanya itu, beliau lalu membacakan firman Allah (QS. Ali Imran 135).'" (HR. at-Tirmidzi, Abi Dawud dan dihasankan oleh al-Albani)

12.  Shalat Tarawih
Salat Tarawih (kadang-kadang disebut teraweh atau taraweh) adalah salat sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan salat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjama'ah di masjid.
·         Hadits:
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam pada suatu malam salat di masjid lalu para sahabat mengikuti salat Beliau, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) Beliau salat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti salat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya Beliau bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadan.” (Muttafaqun ‘alaih)

13.  Shalat Idul Fitri Dan Idul Adha
Shalat hari raya yang dilakukan oleh umat muslim ada dua, yakni shalat idul adha dan shalat idul fitri. Salat Ied adalah ibadah salat sunnat yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Salat Ied termasuk dalam salat sunnat muakkad, artinya salat ini walaupun bersifat sunnat namun sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.
Shalat ied termasuk dalam shalat sunnat muakkad, artinya shalat ini walaupun bersifat sunnat namun sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya.
·         Hadits:
Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

14.  Shalat Kusuf (Gerhana Matahari) Dan Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Salat Gerhana atau salat kusufain sesuai dengan namanya dilakukan saat terjadi gerhana baik bulan maupun matahari. Salat yang dilakukan saat gerhana bulan disebut dengan salat khusuf sedangkan saat gerhana matahari disebut dengan salat kusuf.


·         Hadits:
"Telah terjadi gerhana matahari pada hari wafatnya Ibrahim putera Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Berkatalah manusia: Telah terjadi gerhana matahari kerana wafatnya Ibrahim. Maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam "Bahwasanya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Allah mempertakutkan hamba-hambaNya dengan keduanya. Matahari gerhana, bukanlah kerana matinya seseorang atau lahirnya. Maka apabila kamu melihat yang demikian, maka hendaklah kamu salat dan berdoa sehingga habis gerhana." (HR. Bukhari & Muslim).

15.  Shalat Istisqo’
Salat Istisqa' (bahasa Arab: صلاة الاستسقاء) adalah salat Sunnah yang dilakukan untuk meminta diturunkannya hujan. Salat ini dilakukan bila terjadi kemarau yang panjang atau karena dibutuhkannya hujan untuk keperluan/hajat tertentu. Salat istisqa' dilakukan secara berjama'ah dipimpin oleh seorang imam.
·         Hadits:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu ia berkata, "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ke luar dengan berpakaian sederhana, penuh tawadhu’ dan kerendahan. Sehingga tatkala sampai di mushalla, beliau naik ke atas mimbar, namun tidak berkhutbah sebagaimana khutbah kalian ini. Ia terus menerus berdo’a, merendah kepada Allah, bertakbir kemudian salat dua raka’at seperti salat ketika Ied". (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan di hasankan oleh al-Albani)

16.  Shalat Witir
Salat Witir adalah salat sunnat dengan raka'at ganjil yang dilakukan setelah melakukan salat lainnya di waktu malam (misal: tarawih dan tahajjud). Shalat Witir adalah shalat sunat yang dikerjakan di malam hari dan jumlah raka'atnya ganjil. Jadi bisa saja shalat witir itu dikerjakan sebanyak satu raka'at, atau tiga, lima, dan seterusnya. Shalat witir merupakan bagian dari qiyamul lail (shalat malam), karena qiyamul lail itu terdiri dari 2 macam shalat, yaitu tahajjud (yang kita kenal berjumlah 8 raka'at) dan witir (biasanya 3 raka'at). Istilah qiyamul lail itu bila di bulan Ramadhan berganti menjadi shalat Tarawih. Maka itu shalat Tarawih juga terdiri dari 2 macam shalat sebagaimana sudah disebutkan di atas.

·         Hadits:
"Sesungguhnya Allah adalah witr [ganjil] dan mencintai witr" [HR. Abu Daud]
"Jadikanlah witir akhir salat kalian di waktu malam". [HR. Bukhari]


C.    HUKUM SHALAT BERJAMA’AH BAGI WANITA
Sekilas nampak bahwa shalat jamaah seakan-akan diwajibkan bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Padahal tidaklah demikian, karena di dalamnya terdapat beberapa perkecualian dan kekhususan.
Di antara kekhususan itu adalah tidak diwajibkannya shalat jamaah bagi wanita. Hal itu sesuai dengan Ijma(kesepakatan) ulama. Adapun dibolehkannya mereka ikut serta dalam shalat berjamaah, bukan berarti merupakan kewajiban bagi mereka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah: “Permasalahan wajib hadimya shalat berjamaah, tidak mengharuskan bagi wanita untuk menghadirinya. Dalam perkara ini tidak terdapat ikhtilaf di antara para ulama.”
Imam Nawawi juga berkata: “Berkata shahabat shahabat kami: Shalat berjamaah bukanlah fardlu ‘ain dan bukan pula fardlu kifayah pada haq wanita, tetapi hanya sunnah saja bagi mereka.” Sebaliknya wanita dianjurkan untuk shalat di rumahnya karena fadlilah (keutamaan)nya lebih besar dibandingkan dengan shalat berjamaah di masjid.
 Sebaik-baik masjid bagi wanila adalah di dalam rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad (6/301), Ibnu Khuraimah (3/92) dan Baihaqi (3A31).
Dari riwayat di atas, para ulama mengambil istimbat hukum bahwa shalat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafidhahullah berkata: Rasulullah bersabda: “Rumah-rumah mereka lebih utama bagi mereka.
Hadits ini memberikan pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata: “Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.” Maka akan aku (syaikh Utsaimin) katakan: “Sesungguhnya shalatmu di rumahmu itu lebih utama dan lebih baik. Hal itu dikarenakan seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath bersama lelaki lain, sehingga akan dapat menjauhkannya dari fitnah. Dari keterangan di atas telah jelas bagi kita keutamaan shalat wanita di rumahnya. Walaupun begitu mungkin akan timbul dalam benak kita suatu pertanyaan: “Manakah yang lebih utama, wanita shalat di rumahnya dengan berjamaah atau shalat sendiri. Dan apakah shalat jamaahnya akan mendapatkan seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah (yakni lebih utama 27 derajat)?”
Syaikh Musthafa al-Adawi berpendapat:
- Shalat wanita dengan berjamaah di masjid lebih utama daripada shalatnya sendiri di masjid.
- Shalat wanita dengan berjamaah di rumahnya lebih baik daripada shalat sendirian di rumahnya.
Beliau berkata: “Kedua point di atas termuat dalam keumuman hadits Rasulullah :
“Shalat jamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajat.”
Oleh karena itu harus kita katakan bahwa shalat wanita di rumahnya sendiri lebih utama dibandingkan dengan shalatnya di masjid secara berjamaah. Hal ini karena masuk dalam keumuman hadits Rasulullah shoIlallahu alaihi wa sallam: Shalat wanita di rumahnya lebih balk (utama) daripada sbalatnya di masjid. Adapun jika dia (wanita) keluar dari rumabnya ke rumah wanita lain untuk shalat bersamanya, maka hal ini -wallahu alam- lebih berkurang pahalanya daripada sbalatnya di masjid. Karena keluamya wanita sudah terwujudkan, sehingga tinggal keutamaan masjid dan menyaksikan kebaikan bersama kaum muslimin itu lebih utama daripada (shalat)di rnmab wanita yang lain. wallahu alam.” Demikianlah keterangan dari Syaikh Musthafa Al-Adawi.
Akan tetapi dengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh para ulama yang diambil dari hadits-hadits yaitu:
  1. Tidak memakai wangi-wangian,
  2. Tidak tabarruj, Tidak memakai gelang kaki yang dapat terdengar suaranya,
  3. Tidak memakai baju yang mewah,
  4. Tidak berikhtilat dengan kaum laki-laki dan bukan gadis yang dengannya dapat menimbulkan fitnah,
  5. Tidak terdapat sesuatu yang dapat menimbulkan kenrsakan di jalan yang akan dilewati.
Adapun larangan tidak bolehnya wanita keluar ke masjid untuk shalat jamaah hukumnya makruh. Apabila dia sudah mempunyai suami atau tuan rumah dan terpenuhi syarat-syarat yang disebutkan tadi, maka diperbolehkan. Namun jika dia belum/tidak mempunyai suami atau tuan, maka hal ini dilarang meskipun telah terpenuhi syarat-syarat di atas.
D.    SHALAT SUNAT MALAM (TARAWIH PADA BULAN RAMADHAN) UNTUK KAUM WANITA
Untuk shalat-shalat fardhu, maka lebih utama dilaksanakan di rumah, sebab sehubungan dengan shalat fardhu bagi kaum wanita, maka Masjidil Haram seperti masjid-masjid lainnya. Adapun shalat malam Ramadhan, sebagian ahli ilmi mengatakan : Bahwa yang lebih utama bagi kaum wanita adalah melaksanakan shalat malam di masjid-masjid, berdasarkan dalil bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarga serta mengimami mereka dalam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'anhu dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu, bahwa kedua sahabat Rasulullah ini memerintahkan seorang pria untuk mengimami shalat kaum wanita di masjid dan dalam masalah ini saya belum bisa memastikan karena dua atsar yang diriwayatkan dari Umar dan Utsman itu lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, begitu juga yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya tidak menjelaskan bahwa beliau mengumpulkan mereka di masjid untuk shalat berjama'ah. Dan saya belum bisa memastikan, manakah yang lebih utama bagi seorang wanita, melaksanakan shalat tarawih di rumahnya atau di Masjidil Haram ? Dan yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya, kecuali jika ada nash yang menyebutkan dengan jelas bahwa shalatnya di Masjidil Haram adalah lebih utama. Akan tetapi jika ia datang ke Masjidil Haram maka diharapkan mendapatkan pahala sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat (di masjid-masjid lain)". Namun jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah, maka tidak diragukan lagi bahwa shalat di rumahnya adalah lebih utama.










DAFTAR PUSTAKA







0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?