PENDAHULUAN
Kayu merupakan bahan bangunan yang didapatkan
dari tumbuh-tumbuhan alam. Tumbuh-tumbuhan ini adalah sebagai sesuatu yang
hidup sehingga dipengaruhi oleh kondisi di tempat ia hidup. Sampai saat ini
kayu masih banyak dicari dan dibutuhkan manusia. Diperkirakan pada abad-abad
yang akan datang kayu makin lama makin lebih dibutuhkan oleh manusia. Kayu
merupakan sumber kekayaan alam yang tidak ada habis-habisnya.
Salah satu sifat utama dari kayu itu sendiri
adalah mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-bahan
lain yang dibuat oleh manusia misalnya, kayu mempunyai ketahanan terhadap
pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya. Maka sejak
dahulu kayu dipakai oleh manusia sebagai konstruksi sebuah bangunan Pemakaian
kayu sebagai rangka bangunan sangatlah tepat karena kayu lebih ringan dan
mengurangi berat sendiri dari bangunan, sehingga dapat menghemat ukuran
pondasi.
Penggunaan kayu sebagai rangka bangunan biasa
dipakai sebagai kuda-kuda rumah. Kuda-kuda saka guru sebagai kerangka dasar
dengan dua usuk bersilang gunting yang menjamin kestabilan bangunan tersebut.
Disini kayu yang digunakan sebagai rangka bangunan adalah kayu-kayu yang kuat
misalnya kayu jati, kayu kamper, kayumeranti, kayu kruing, kayu bengkirai, kayu
lanan, dan lain sebagainya. Sebuah bangunan yang menggunakan kayu sebagai
rangkanya akan terlihat lebih artistik, bahkan ada yang sengaja diekspose
serat-seratnya supaya terlihat lebih indah. Sehingga akhir dari semua maka kayu
juga bisa digunakan sebagai rangka bangunan sebagai alternatif lain dari
penggunaan baja ataupun beton
BEBERAPA SIFAT UTAMA KAYU
·
Merupakan bahan
kekayanaan alam yang tidak ada habisnya karena jumlahnya bisa dibilang tidak
terbatas tetapi juga bisa dibilang suatu saat kayu akan menjadi barang yang
sangat mahal. Merupakan renewable resources atau dapat diperbarui.
·
Kayu diluar
arsitektur dapat diolah menjadi barang seperti kertas atau kain.
·
kayu memiliki
sifat elastis, ketahanan terhadap beban tegak lurusdengan seratnya atau sejajar
dengan seratnya.
MENGENAL
SENGON (Paraserianthes
falcataria)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub Famili : Mimosoidae
Marga : Paraserianthes
Jenis : Paraserianthes falcataria
Sinonim :
Albizia moluccana Miq. Albizia falcataBacker;
Albizia
falcataria (L.) Fosberg.
Nama lokal/daerah : Sengon (umum), jeungjing (Sunda), sengon laut (Jawa),
sika(Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon (Irja).
Ciri umum
Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat
(seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras.
Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar
atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu
yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya
menjadi kering. Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V
dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai
penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2
persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah
kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti.
Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin. (Martawijaya
dan Kartasujana, 1977).
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan
peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek
api, pulp, kertas dan lain-lain
KEMUNCULAN
KAYU SENGON DALAM DUNIA INVESTASI
Beberapa tahun terakhir popularitas sengon telah meningkat.
Padahal, ia dikenal sebagai kayu kelas 3. Salah satu penyebabnya adalah kerusakan
hutan alam yang sangat parah. Laju degradasi 2,87-juta ha per tahun menyebabkan
hutan tak mampu lagi menjadi pemasok kayu untuk bahan baku industri (Ridwan
Achmad Pasaribu). Dalam informasi yang lain, disebutkan pada tahun 1990
tercatat 564 perusahaan hak pengusahaan hutan dengan produksi 28-juta ton.
Jumlah ini terus berkurang hingga 247 perusahaan yang hanya dapat menghasilkan
11-juta ton pada tahun 2003 (Dr Iskandar Zul Siregar).
Ketika itulah masyarakat dan industri yang membutuhkan kayu
melirik sengon. Kayu sengon memang tak sekeras jati. Namun, dengan perendaman
dalam garam wolman, kayu sengon mampu bertahan 30-45 tahun. Garam wolman
campuran 25% natrium fl uorida, 25% dinatrium hidrogen arsenat, 37,5% natrium
kromat, 12,5% dinitro fenol. Teknologi lain untuk memperkuat sengon adalah
biokomposit. Sengon yang tak sekuat jati dicampur dengan kayu lain sesuai
dengan peruntukan.
Sengon
banyak dikebunkan di berbagai daerah seperti di Kabupaten Ciamis dan Kotamadya
Banjar, Jawa Barat, Temanggung dan Banyumas (Jawa Tengah), serta Pasuruan dan
Kediri (Jawa Timur). Masyarakat berbondong-bondong mengebunkan sengon lantaran
masa tebang relatif singkat 5-10 tahun. Bandingkan dengan masa tebang jati
Tectona grandis yang mencapai 25-35 tahun.
Sebelum sengon dibudidayakan, Departemen Kehutanan
meluncurkan program sengonisasi pada 1989. Tujuannya untuk menyelamatkan dan
melestarikan hutan serta lahan. Dari target 300.000 ha, realisasi penanaman
hanya 35.039 ha. Pekebun yang mendapat benih gratis dalam program itu memanen
sengon pada 1997-1998 ketika pohon berumur 7-8 tahun.
Pengguna sengon juga menemukan hambatan berupa langkanya
ketersediaan bahan. Itu dialami oleh PT Daya Sempurna Cellulosatama, produsen
kertas di Bekasi, Jawa Barat. Bertahun-tahun perusahaan yang berdiri pada 1976
itu memanfaatkan sengon sebagai bahan baku pulp. Kadar selulosa yang tinggi dan
berserat panjang menyebabkan sengon bagus sebagai bahan baku kertas.
Menurut Gunawan Surya, direktur pabrik, saat ini sulit
menerima pasokan sengon lantaran kayu itu banyak dibutuhkan beragam industri.
Menurut Gunawan , Daya Sempurna Cellulosatama memerlukan 6.000 ton kayu sengon
per bulan. Yang terpasok cuma 1.000 ton. Itulah sebabnya, ia menghentikan
penggunaan sengon sebagai bahan baku. Dulu, pada 1983-1900-an, pasokan sengon
ke Daya Sempurna Cellulosatama lancar lantaran industri perkayuan tak melirik
sengon. Namun, ketika sengon kini menjadi primadona sulit memenuhi kebutuhan
itu.
Kendala lain adalah terbatasnya benih berkualitas. Padahal,
benih menentukan mutu kayu. Anggapan bahwa sengon dapat 'tumbuh sendiri' tak
sepenuhnya benar. Sebab, jika dibiarkan tumbuh tanpa perawatan berarti sengon
menjadi incaran hama dan penyakit. Awal 2007 uret alias larva kumbang itu
meluluhlantakkan 190 pohon milik Muhdiyono. Serangannya serempak, hingga
pekebun di Karangwuni, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, itu tak
sempat menyelamatkan sengon-sengon berumur 2 bulan.
Sengon memiliki banyak kegunaan. Daunnya sebagai pakan
ternak besar dan ternak kecil. Akarnya menghasilkan bintil atau nodul yang
membantu porositas lahan sekaligus menyediakan unsur nitrogen sehingga
meningkatkan kesuburan. Yang terpenting karakteristik kayunya sesuai dengan
kebutuhan industri. Dibandingkan kayu-kayu lainnya, masa tebang sengon relatif
cepat, budidaya mudah , dan tempat tumbuhnya di mana saja. Untuk memasok
industri, sengon dapat dipanen pada umur 4-6 tahun. Dengan umur yang sama, kayu
lain belum sekuat sengon.
Pasar dunia sangat menerima sengon karena ringan dan hasil
budidaya, bukan pengambilan dari hutan. Dunia semakin menghargai kayu hasil
budidaya, bukan kayu hasil tebangan dari hutan. Kini, kayu sengon menjadi
kebanggaan karena asli dari tanah Indonesia dan mampu menembus pasar dunia.
Sengon cocok untuk menggantikan beberapa jenis kayu seperti meranti dan jati.
Industri-industri yang dulu menggunakan kayu alam mulai beralih ke sengon. Itu
terbukti dengan permintaan sengon yang sangat tinggi dibandingkan 4 tahun
silam. Saat ini harga kayu sengon sangat tinggi, Rp700.000/m3. Ke
depan harga kayu sengon tentu lebih tinggi lagi sehingga masyarakat lebih
sejahtera. Produksi kayu sengon berumur 5 tahun 240 m3 per hektar
setara Rp140- juta.
Pemerintah meluncurkan program Gerakan Penghijauan atau
Gerhan pada 2006-2009. Melalui Dinas Kehutanan, pemerintah membagi-bagikan
bibit sengon secara gratis kepada masyarakat. Untuk penanamannya, penyuluh
mendampingi para petani. Hingga saat ini Departemen Kehutanan membagikan
minimal 3-juta bibit (populasi 1.100 tanaman per ha, red) ke masyarakat di
Pulau Jawa, baik melalui kelompok tani dan pesantrenpesantren.
Program penanaman hanya sejuta pohon, tetapi realisasinya
mungkin lebih dari satu miliar pohon lantaran banyak kegunaan ekonomisnya.
Jumlah itu pasti bisa terealisasi karena sangat menguntungkan bagi pekebun.
Nanti sertifikasi tidak berdasarkan luas lahan, tetapi jumlah tegakan. Dengan
begitu yang dijual berbentuk sertifikat dan harganya bisa berubah tiap tahun.
Jika memungkinkan sertifikasi-sertifikasi itu ikut diperdagangkan dalam bursa
perdagangan karbon. Negara-negara maju yang tidak mampu memenuhi perjanjian
protokol Tokyo untuk menurunkan emisi pasti akan berebut untuk mendapatkannya.
Yang bertahan hanya industri pengguna kayu hasil budidaya.
Jumlah kayu alam bakal menyusut dan harganya tak masuk akal bagi industri. Oleh
karena itu kini banyak pabrik yang mengembangkan kerja sama dengan
kelompok-kelompok tani untuk penanaman sengon. Di Bogor, Jawa Barat, seperti
Cibunian, Ciasmara, Purwabakti, Ciasihan, Gunungpicung, Gunungsari, dan
Pasarean, mulai menanam sengon sejak 2006. Industri besar sudah menandatangani
kontrak untuk mengambil hasil panen mereka.
Itu bentuk kepedulian pemilik modal kepada masyarakat dan
untuk menghindari impor kayu akibat kelangkaan kayu di dalam negeri. Bekerja
sama dengan kelompok tani juga demi keamanan. Walau industri mampu menanamnya
sendiri, tetapi untuk keamanan seperti penjarahan tak bisa dijamin. Dengan
kerja sama, industri dan petani saling diuntungkan.
Harga jual sengon mengikuti pasar dan dijamin tak ada
penekanan terhadap petani. Harga sengon akan terus meningkat hingga rasional
yaitu masih lebih murah dibandingkan harga kayu asal hutan alam. Sekitar 4-5
tahun lagi kira-kira Rp1-juta per kubik. Industri tak akan bermain-main dengan
harga itu karena permintaan ekspor sangat tinggi. Mereka bakal membayar berapa
pun untuk kebutuhan bahan baku. Dengan begitu pekebun memiliki posisi tawar
lebih tinggi. Jika harga tak sesuai dengan keinginan petani, jika didiamkan
pohon sengon tumbuh menjulang tidak membuat rugi.
Industri pengolah sengon kian bertambah. Data Dinas
Kehutanan Kabupaten Ciamis menunjukkan terjadi peningkatan produksi kayu
sengon. Pada 2003 tercatat produksi 50.339,935 m3 meningkat 4 kali
lipat pada 2006 (221.584,347 m3). Apalagi industri juga menyesuaikan
ukuran bahan baku berdiameter kecil. Jadi industri tidak hanya membutuhkan kayu
sengon yang berdiameter besar. Beberapa pabrik menggunakan mesin putar yang
mampu mengupas kayu log berdiameter 5 cm. Pabrik-pabrik itu menghasilkan vinir
kayu sengon untuk memproduksi papan dengan vinir kayu sengon 100% atau 95%.
Peng-investasi-an Kayu Sengon
a) Biaya
Perawatan
Biaya Perawatan meliputi biaya
pembersihan lahan dan pemberian pupuk serta pengendalian hama setiap 6 bulan
sekali. Pekerjaan akan melibatkan tenaga kerja sebanyak 5 orang. Terdiri 1
(satu orang) pengawas dan 4 (empat) orang pekerja. Diperkirakan akan memakan
waktu 7 hari kerja untuk setiap 1 hektar lahan. Proyeksi biaya perawatan selama
5 tahun adalah sebesar Rp. 9.000.000,-.
Perhitungan Biaya Perawatan :
Upah Tenaga Kerja per orang : Rp.
20.000 / hari
Jumlah Tenaga Kerja : 5 orang
Jumlah hari kerja : 7 hari
Jumlah Biaya per 6 bulan : Rp.
700.000,-
Jumlah By 5 Tahun : Rp. 7.000.000,-
Kebutuhan Pupuk : Rp. 2.000.000,-
Jumlah Biaya Perawatan : Rp.
9.000.000,-
b) Biaya
Penyulaman
Biaya penyulaman adalah estimasi
atas kemungkinan tanaman yang kurang sehat atau mati. Apabila perkiraan tanaman
yang mati sebesar 25% dari total 4.000 tanaman. Maka jumlah penyulaman sebanyak
1.000 tanaman. Apabila biaya perawatan dan biaya bibit per batang adalah
sebesar Rp. 5.250,-, [(Rp. 12.000.000 + Rp. 9.000.000) : 4.000 batang)] maka
biaya penyulaman diperkirakan akan menyerap dana sekitar Rp. 5.250.000,-
c) Kebutuhan
Dana Investasi Kayu Sengon
Perhitungan
Biaya :
Pembelian
Bibit Rp. 8.000.000,-
Ongkos
Tanam Rp. 4.000.000,-
Biaya
Perawaran Rp. 9.000.000,-
Biaya
Penyulaman 20% est Rp. 5.250.000,-
Lain-lain
Rp. 2.000.000,-
Total
Biaya Rp. 28.250.000,-
d) Pemasaran
Pemasaran kayu sengon relatif lebih
mudah, karena kayu sengon merupakan jenis kayu yang tingkat konsumsinya tinggi.
Kebutuhan kayu sengon disamping untuk dijual sebagai kayu papan dapat pula
digunakan sebagai kayu kaso, palet, bahan pembuat peti dan lain sebagainya.
Ranting kayu sengon dapat pula dijual sebagai kayu bakar dan bahan baku
pembuatan kertas (pulp). Pemasaran sengon di wilayah Jonggol biasanya dilakukan
oleh tengkulak atau langsung dijual ke pabrik pemotongan kayu (sawmill). Harga
pasar kayu beragam, saat ini harga satu batang pohon sengon usia tanam 5 tahun
dapat dijual seharga Rp. 300.000 - Rp. 500.000,-. Sedangkan jika sudah dibuat
papan atau balok dapat dijual seharga Rp. 1.000.000 - 1.200.000,- per m3.
e) Perhitungan
Hasil Investasi
Jumlah tanaman per hektar lahan
adalah sebanyak 4.000 batang dan prediksi susut sebesar 25% atau sejumlah 1.000
batang, maka setiap hektar lahan akan menghasilkan kayu yang dapat dipanen
sebanyak 3.000 batang.
Apabila dijual kepada tengkulak (tebang ditempat) tanpa mengeluarkan ongkos tebang dan ongkos angkut sebatang pohon dapat dijual seharga Rp. 500.000,- (harga saat ini), sehingga perhitungannya menjadi sebagai berikut :
Apabila dijual kepada tengkulak (tebang ditempat) tanpa mengeluarkan ongkos tebang dan ongkos angkut sebatang pohon dapat dijual seharga Rp. 500.000,- (harga saat ini), sehingga perhitungannya menjadi sebagai berikut :
3.000 batang x Rp. 300.000,- = Rp.
900.000.000
Jadi selama 5 tahun masa tanam akan
menghasilkan 3.000 batang kayu sengon per hektar lahan. Apabila diambil harga
jual termurah yaitu sebesar Rp. 300.000,- per m3, maka hasil investasi kayu
sengon selama 5 tahun adalah sebesar Rp. 900.000.000,- .
Hasil perhitungan tersebut
berdasarkan estimasi terendah. Sebagai informasi, harga pasaran kayu sengon
saat ini per batang dengan usia tanam 4 tahun adalah sebesar Rp. 500.000,-.
Disamping itu investor dapat memilih
untuk menjual kayu dengan cara jual di tempat, yaitu dijual gelondongan tanpa
biaya angkut dengan harga jual sebesar Rp. 300.000,- atau menjual kayu olahan
dengan tambahan biaya angkut dan biaya pengolahan. Kayu sengon olahan dapat
dipasarkan dengan harga Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.200.000,- per m3.
Biaya pengolahan kayu (menurut informasi penduduk setempat) adalah setiap 3 m3
kayu gelondongan akan menjadi 2 m3 kayu olahan. Jumlah ini bersih yang akan
diterima untuk pemilik kayu.
JUTAWAN KARENA SENGON
Jika harga cengkih tetap membaik dan pohon cengkih tak
diterjang angin ribut, mereka mungkin tak pernah menjadi jutawan karena sengon.
Satu per satu pohon cengkih di lahan 11 ha itu tumbang di tangan Ikin Sodikin.
Pekebun di Desa Banjaranyar, Kotamadya Banjar, Jawa Barat, itu geram ketika
harga cengkih melorot tajam, cuma Rp1.600 per kg. Padahal, beberapa bulan
sebelumnya harga Syzygium aromaticum itu melambung hingga Rp10.100 per kg.
Namun, sejak Badan Pemasaran dan Penyangga Cengkih (BPPC) mengatur tataniaga si
bunga harum itu, harga cengkih anjlok.
Maka pada 1990 ia mengganti cengkih dengan sengon. Total
populasi cuma 800 bibit per ha. Rendahnya populasi itu lantaran kondisi lahan
curam. Di lahan datar, pekebun dapat menanam hingga 1.200 bibit. Ikin memilih Paraserianthes
falcataria lantaran di Kabupaten Ciamis dan Kotamadya Banjar bermunculan
industri penggergajian yang membutuhkan banyak kayu.
Tujuh tahun berselang, Ikin membuktikan bahwa pilihannya
tepat. Industri pengolahan kayu di Ciamis memborong sengon dengan harga
Rp125.000 per m3. Panen perdana, pria kelahiran 11 Januari 1954 itu
menuai 2.000 m3 dari total 5.500 pohon. Rata-rata tinggi pohon 17 m
dan berdiameter 30-40 cm. Di tengah badai krisis moneter itu Ikin mengantongi
Rp250-juta hasil penjualan perdana kayu sengon.
Menurut pria 54 tahun itu biaya investasi sengon relatif
rendah. Sebagai gambaran, Ikin memperoleh benih secara gratis. Ikin hanya
bermodal lahan 11 ha yang ia beli pada 1988 senilai total Rp22-juta. Harga
tanah cuma Rp200 per m2 lantaran lokasinya di punggung bukit dan berkapur.
Sedangkan biaya perawatan cuma Rp1.000 per pohon per 6
tahun. Ikin hanya membersihkan gulma berupa sisik naga yang merambati pohon.
Selebihnya, pohon tumbuh sendiri tanpa perawatan berarti. Artinya laba bersih
Ikin Rp245-juta. 'Makanya tanam sengon, asal rajin pada 2 tahun pertama kita
digaji oleh alam. Apalagi harga jual sengon terus meningkat,' kata Ikin.
Ayah 4 anak itu memanfaatkan laba berkebun sengon untuk
memperluas lahan hingga 30 ha. Lahan itu-11 ha di antaranya-ditanami sengon
lagi pada 1998. Enam tahun kemudian, pada 2004 ia memanen kembali. Kakek 4 cucu
itu menuai 400 pohon atau 200 m3 per ha. Total jenderal volume panen
ke-2 mencapai 2.200 m3 dari lahan 11 ha. Dengan harga jual Rp320.000
per m3, ia mengantongi Rp704-juta. Panen berikutnya, pada 2005 dari
sengon yang tersisa pada penanaman 1990. Dengan harga Rp370.000 per m3
Ikin mendapat tambahan pendapatan Rp11.100.000 dari 50 pohon yang menghasilkan
30 m3.
Pendapatan Ikin Sodikin kian melambung lantaran ia juga
menjadi pengepul sengon. Ia menerima sengon-sengon hasil perkebunan rakyat
untuk memasok 4 perusahaan. Total pasokannya 1.500 m3 sawntimber
atau balok panjang berukuran 130 cm x 5,2 cm x 6 cm dan 600 m3 log
alias gelondongan per bulan. Ikin mengutip laba bersih Rp50.000 per m3
sawntimber dan Rp20.000 per m3 log. Itu berarti laba bersih
sebagai pengepul balok panjang mencapai Rp75-juta dari sawntimber dan
Rp12-juta dari log setiap bulan. Cucuran keringat berkebun sengon juga tampak
dari 6 truk dan 8 mobil keluarga.
(Muhammad Qamaruddin)
luar biasa memang bisnis kayu, sekarang tak kalah kualitasnya dengan sengon adalah kayu jabon, dan sekarang menjadi alternatif dimana hama karat tumor menjadi momok pada budidaya sengon. kami menawarkan program tanam jabon yg sudah kam mulai sejak 2006, info lengkap di www.i-gistmalang.com terimakasih, salam penghijauan !
BalasHapus