Jumat, 06 April 2012

PERPUSTAKAANKU: TUMBUH SATU, MATI SERIBU



            Perpustakaan baru di kampus terpadu Universitas Islam Indonesia telah resmi dibuka. Decak kagum bergema di mana-mana menyambut gedung yang serba ‘wah’ ini. Gedung perpustakaan ini diberi nama Gedung Moh. Hatta. UII menunjukkan kebesaran jiwanya terhadap tokoh besar Indonesia. Dalam sejarah UII, peran Moh. Hatta tidak usah diragukan lagi. Beliau adalah pejuang pendidikan sekaligus salah satu pendiri UII. Wajar memang apabila sebuah perpustakaan yang besar, diberi nama seorang tokoh yang besar pula.
            Ternyata pesona Gedung Moh. Hatta –sebagai gedung untuk perpustakaan pusat UII- tidak hanya sampai disitu. Tengoklah apa yang akan terlihat di tengah-tengah gedung. Sebuah candi! Unik nian! Itulah kelebihan lain dari gedung ini. warisan budaya hindu ini berdiri kokoh tepat di sentral gedung. Sebuah perpaduan antara warisan budaya dan intelektualitas. Candi yang kemudian harinya dipanggil Candi Kimpulan, ditemukan pada saat proses pembangunan gedung berlangsung sekitar awal bulan desember 2011.
            Kehadiran perpustakaan baru ini memberikan warna baru bagi UII. Tidak hanya perpustakaan yang semakin mumpuni, tetapi juga tampang yang semakin ‘greget’ di dunia pendidikan Indonesia. Lihat saja, selain bangunan yang begitu mewah, perpustakaan UII juga memiliki 160.000 judul lebih dengan koleksi setengah juta lebih buku. Ia juga dilengkapi E-library yang mengarah perkembangan ke depan dengan E-book. Selain itu UII membuat jaringan (network) dengan perpustakaan 20 perguruan tinggi terkemuka di Indonesia (UII News edisi Okt 2011). Tentunya sebagai bagian dari UII, seluruh mahasiswa UII  sendiri merasa sangat bangga dengan kehadiran Perpustakaan baru. Saya sendiri pun (baca: penulis) merasakan hal itu. Sayangnya, ada beberapa hal kecil telah diabaikan. Hal itu dirasakan oleh segelintir mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII. Mereka merasa ada yang terabaikan.
            Pada dasarnya, kita sering hanya mementingkan hal besar, ujung-ujungnya hal kecil pun terlupakan. Tentu sangat aneh apabila kehadiran perpustakaan baru menimbulkan pro dan kontra. Tetapi itulah yang terjadi di kalangan mahasiswa. Salah satu penyebabnya adalah ‘pemindahan koleksi buku fakultas ke perpustakaan pusat’. Bagi mahasiswa yang berdomisili di FIAI UII, adanya perpustakaan pusat baru menjadi sebuah dilema. Di satu sisi, rasa senang itu muncul, tapi di sisi lain, timbul pertanyaan yang menggelitik, ‘kenapa buku-buku koleksi perpustakaan kami harus dipindah ke perpuskaan pusat baru?’. Hal ini tidak hanya terjadi di FIAI, tetapi juga terjadi di seluruh fakultas yang berada di kampus terpadu UII.
            Saya akan memulai masalah ini dengan menceritakan suasana yang ada di FIAI UII sebelum kehadiran perpustakaan pusat baru. Dulu, biasanya setelah perkuliahan selesai, saya bersama teman-teman yang lain akan pergi ke perpustakaan pusat. apakah kami mendapatkan tugas atau tidak, berkunjung ke perpustakaan fakultas telah menjadi kebiasaan. Walhasil, hampir tiap hari saya pasti akan singgah ke perpustakaan fakultas.
            Tempat ini pun sering kami jadikan sebagai tempat diskusi, baik diskusi tentang tugas kuliah atau tentang hal-hal yang sedang hangat terjadi di kampus. Apabila kami kekurangan referensi, selain otak-atik di depan internet, kami dapat langsung menjelajah buku-buku yang ada di perpusatakaan tersebut. Misalnya belum sempat selesai membaca, kami akan meminjam saja buku itu kemudian menyelesaikannya di rumah/kost masing-masing.
            Lain halnya teman-teman mahasiswa yang lagi mempunyai tugas kuliah. Keberadaan perpustakaan fakutas menjadi solusi untuk dapat menyelesaikan tugas dengan cepat. Tanpa banyak membuang waktu, mereka dapat langsung mencari referensi buku yang diperlukan di perpustakaan fakultas. Kalau perlu, buku tersebut dapat dibawa pulang untuk memudahkan dalam pengerjaan tugas. Pun kalau belum cukup, perpustakaan pusat –yang lama- dapat dikunjungi untuk menambah referensi.
            Lain dulu, lain sekarang. Sejak hadirnya perpustakaan pusat baru, seluruh koleksi buku yang ada di seluruh fakultas di kampus terpadu harus dipindahkan ke sana. Sehingga yang tersisa saat ini, khususnya di perpustakaan FIAI hanyalah koleksi buku yang tidak boleh dipinjam, seperti skripsi, jurnal, majalah, Koran, dan kitab-kitab berbahasa arab. Mahasiswa FIAI pun hanya dapat membaca buku di tempat. Tidak ada lagi peminjaman. Lagipun, apa yang mau dipinjam, semua referensi telah dipindah ke perpustakaan pusat baru.
            Memang sebenarnya apabila mahasiswa mau sedikit berkorban, baik tenaga maupun waktu, pemindahan buku tersebut tidaklah menjadi persoalan. Tinggal pergi ke perpustakaan pusat baru, kemudian meminjam buku yang ada di sana. tapi apakah masalah selesai hanya sampai di sana? Tidak sama sekali. Tetap saja keluhan-keluhan itu akan muncul seiring dengan kesulitan yang didapati. Penulis pribadi termasuk dari pihak yang kurang setuju dengan pemindahan buku tersebut. oleh karena itu, di bawah ini akan dipaparkan beberapa alasan kenapa penulis kurang setuju dengan kebijakan ini.
            Pertama; peminjaman buku di perpustakaan fakultas. Telah disinggung sedikit di atas tentang tidak adanya lagi peminjaman buku di perpustakaan fakultas. Semua buku telah dipindah ke perpustakaan pusat baru. Perpustakaan fakultas tetaplah adanya dan tidak hilang, cuma semua koleksi bukunya bukanlah jenis buku yang bisa dipinjam atau dibawa pulang. Semua koleksi itu hanya dapat dibaca di tempat. Padahal –bagi penulis pribadi- keberadaan perpustakaan fakultas sudah akrab sekali dengan mahasiswa FIAI. perpustakaan fakultas adalah solusi untuk mencari referensi tugas kuliah dengan cepat. Koleksi buku di perpustakaan fakultas FIAI lebih bersahabat, dalam artian tidak sulit untuk menemukan buku yang diperlukan. Berbeda halnya dengan perpustakaan pusat yang koleksi bukunya bercampur dengan koleksi buku dari masing-masing fakultas, mahasiswa harus lebih ekstra berusaha untuk menemukan buku yang ia perlukan. Itulah yang terjadi saat ini. Apabila kami membutuhkan buku, mau tak mau kami harus pergi ke perpustakaan pusat.
            Kedua; jarak. Perlu diketahui bersama, FIAI di kampus terpadu adalah salah satu fakultas yang letaknya paling jauh dari Perpustakaan Pusat baru, fakultas yang lainnya adalah FTI yang tepat berseberangan dengan FIAI. FIAI berada di wilayah paling belakang kampus terpadu UII. Sedangkan Perpustakaan pusat baru UII berada di sektor depan wilayah, tepatnya di samping Gedung Kahar Muzakkir, gedung yang akan selalu terlihat apabila memasuki wilayah UII di kampus terpadu. Jarak FIAI – perpustakan pusat sekitar 700 meter. Itu adalah jarak yang lumayan jauh. Oleh karena itu, seandainya mau dirunut dengan asumsi seorang mahasiswa FIAI langsung mencari referensi setelah selesai perkuliahan dan mendapatkan tugas, maka hasilnya akan seperti ini: 1) sebelum pemindahan buku: Ruang kuliah => jalan kaki  menuju perpustakaan fakultas (+ 6-7 menit) => perpustakaan fakultas => cari referensi buku => pinjam dan bawa pulang; sedangkan setelah pemindahan buku: Ruang kuliah => menuju tempat parkir untuk mengambil motor (+ 5 menit) => menuju perpustakaan pusat (+ 3 menit) => parkir motor di belakang gedung perpustakaan pusat => jalan kaki menuju perpustakaan (+ 3 menit) => cari referensi buku => pinjam dan bawa pulang; atau menggunakan alternatif yang lain; Ruang kuliah => langsung jalan kaki menuju perpustakaan pusat + sedikit mengorbankan tenaga (+ 12 menit) => perpustakaan pusat => cari referensi buku => pinjam dan bawa pulang. Dari tiga hasil di atas, maka hasil pertama adalah yang paling mudah dan paling simpel. Hasil pertama menunjukkan bahwa hanya perlu berjalan + 6-7 menit untuk mencapai perpustakaan fakultas. Untuk hasil kedua, banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui, seperti jalan kaki ke parkir terlebih dahulu, kemudian parkir lagi di perpustakaan pusat, lalu jalan kaki lagi menuju perpustakaannya, dan seterusnya. Sedangkan alternatif lain, kita bisa langsung jalan kaki ke perpustakaan pusat. mungkin hanya memerlukan waktu + 12 menit. Tapi apakah mahasiswa akan memilih alternatif ini? apalagi nantinya harus balik lagi ke FIAI dengan jalan kaki. Itu terlalu mengorbankan waktu.
            Ketiga; jumlah buku pinjaman. Dulu sebelum adanya pemindahan buku, para mahasiswa FIAI dapat meminjam buku di perpustakaan fakultas maksimal dua buah. Jikalau dirasa referensi masih kurang, maka mereka masih dapat meminjam buku di perpustakaan pusat. artinya, buku yang dapat dibawa pulang adalah ‘empat buah’. Sedangkan sekarang, semenjak adanya pemindahan buku, maka tidak ada lagi peminjaman di perpustakaan fakultas. Semua mahasiswa FIAI harus pergi ke perpustakaan pusat dan hanya boleh meminjam buku maksimal dua buah. Artinya, buku yang dapat dibawa pulang adalah ‘dua buah’. Mungkin mereka terlebih dahulu dapat menyelesaikan dua buah buku yang awalnya dipinjam, namun cara ini sangat tidak efisien karena akan menghabiskan banyak waktu. Secara tidak langsung, pengurangan jumlah buku pinjaman ini sangat berpengaruh dalam kinerja mahasiswa pra pembuatan tugas kuliah.
            Keempat; waktu. Secara singkat, waktu yang diperlukan untuk mencapai perpustakaan fakultas jauh lebih singkat daripada waktu yang diperlukan ke perpustakaan pusat. dengan adanya sentralisasi peminjaman buku di perpustakaan pusat, maka secara otomatis seluruh mahasiswa harus datang ke perpustakaan pusat. Padahal tidak dapat dinafikan, letak masing-masing fakultas dengan perpustakaan pusat sangat beragam. Dus, FIAI adalah salah satu fakultas dengan jarak terjauh dari perpustakaan. Oleh karena itu, dengan menghubungkan jarak yang jauh itu, dengan waktu yang akan dihabiskan, maka tentu saja mahasiswa FIAI akan banyak menggerutu terkait masalah ‘waktu’ yang diperlukan untuk meminjam buku.
            Kelima; parkir perpustakaan pusat. walaupun hanya masalah kecil, bagi penulis sendiri ini adalah masalah yang lumayan mengundang banyak kritikan. Bahkan banyak mahasiswa-mahasiswa lain yang menyebutkan hal yang sedemikian. ‘tempat parkirnya terlalu jauh dengan perpustakaan’. Entah karena memang faktor kesengajaan atau karena adanya salah perkiraan, letak parkir perpustakaan berada tepat di belakang gedung perpustakaan pusat. hasilnya, karena pintu masuk ada di depan, maka para mahasiswa harus jalan memutar terlebih dahulu agar bisa menuju pintu masuk. Berbeda dengan keadaan perpustakaan pusat yang dulu tepat berada di depan pintu masuk. Para mahasiswa hanya perlu meletakkan motornya di sana dan kemudian langsung menuju pintu masuk. Tambahnya lagi, apabila parkir yang tersisa hanya di ujung (penulis pernah mengalaminya), maka mau tak mau kita harus meletakkannya di sana dan kembali berjalan ke depan parkir, kemudian baru jalan memutar ke pintu masuk perpustakaan.
            Keenam; letak buku. Entah ini adalah masalah pribadi penulis, atau hanya beberapa mahasiswa, namun yang pastinya letak buku di dalam perpustakaan pusat masih sangat membingungkan. Mungkin hal ini bisa ditolerir karena perpustakaan ini belum lama dibuka. Para mahasiswa pun masih belum tahu di mana letak –bekas- buku yang dulu berada di perpustakaan fakultas mereka diletakkan di dalam perpustakaan pusat. Tapi dari pengalaman penulis, mencari buku di perpustakaan fakultas lebih mudah daripada mencari buku di perpustakaan pusat. selain letak buku yang masih membingungkan, koleksi buku yang sangat banyak menjadi faktor inti dalam permasalahan ini.
            Ketujuh; tempat penyimpanan tas. Perpustakaan pusat jika dilihat dengan seksama, memang sudah banyak menyediakan lemari tempat penyimpanan, tetapi itu masih belum mencukupi. Akhirnya, banyak tas-tas yang hanya diletakkan di luar. Salah satunya tempat favorit peletakan tas adalah ruangan di belakang pos penjagaan terdepan pintu masuk gedung. Walaupun tas-tas itu dijaga penuh, tetap saja kurang etis apalagi jika dibandingkan dengan perpustakaan sebesar itu. konsekuensi dari sentralisasi koleksi buku adalah mahasiswa akan semakin banyak datang ke sana. meskipun cuma masalah kecil, tapi bisa jadi akan jadi masalah besar apabila dibiarkan berlarut-larut, misalnya adanya kehilangan tas karena faktor tidak kesengajaan (tertukar) atau sebaliknya, adanya barang yang rusak karena tertindih tas lain, penilaian tamu luar, dan lain-lain. ke depannya, penambahan tempat lemari adalah harapan para mahasiswa. Mungkin akan lebih baik lagi jika perpustakaan menyediakan tempat penyimpanan tas yang permanen.
            Mungkin banyak permasalahan lain yang belum disinggung, tetapi paling tidak permasalahan di atas cukup mewakili keresahan sebagian mahasiswa, khususnya FIAI. perlu diketahui juga, penulis juga sempat berbincang-bincang dengan para mahasiswa dari fakultas lain, di antaranya mahasiswa FTI, FTSP, dan FMIPA. Mereka juga mengeluhkan adanya kesulitan dalam mencari referensi setelah koleksi buku di fakultas mereka diangkut semuanya ke perpustakaan pusat.
            Untuk saat ini, harapan mengaktifkan kembali peminjaman buku di perpustakaan pusat dengan koleksi yang sudah dibawa ke perpustakaan pusat adalah hal yang sangat mustahil. Itu berarti sama saja mengembalikan buku-buku itu ke tempatnya semula. Namun, pelayanan terhadap mahasiswa serta tuntutan mereka terhadap kemudahan dalam belajar haruslah diutamakan. Oleh karena itu, ketika terjadi masalah, paling tidak ada solusi paling jitu. Misalnya adanya pendanaan dari pihak universitas untuk menambah koleksi buku di tiap-tiap fakultas, sehingga pada akhirnya peminjaman buku di perpustakaan fakultas bisa kembali diaktifkan. Semoga perpustakaan fakultas dapat kembali pada fungsinya yang semula, ‘tempat pinjam meminjam buku’. (Muhammad Qamaruddin)

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?