Jumat, 06 April 2012

OSPEK, ANTARA KEPENTINGAN MAHASISWA DAN REKTORAT


OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) untuk mahasiswa baru telah digelar di beberapa universitas yang ada di Indonesia. Waktu ajaran tahun baru yang hampir berbarengan dengan tibanya bulan ramadhan, mengharuskan pihak universitas untuk melahirkan kebijakan yang tepat bagi para maba-miba (mahasiswa baru-mahasiswi baru) terkait soal waktu pelaksanaan OSPEK.
OSPEK memang telah menjadi sebuah tradisi. Pertemuan resmi antara mahasiswa lama dan mahasiswa baru. Sayangnya, kegiatan ini sering diselewengkan dan disalahartikan oleh beberapa oknum. OSPEK malah dijadikan ajang perpeloncoan. Pihak rektorat dan dosen-dosen pun berusaha keras agar hal ini tidak terjadi lagi. Akhirnya, banyak kebijakan-kebijakan baru yang harus dibuat.
            Hal inilah yang dirasakan pada OSPEK yang ada di IAIN Antasari Banjarmasin, 28-30 Juli silam. Sebuah kebijakan baru yaitu bahwa seluruh kegiatan OSPEK tahun ini akan diambil alih seluruhnya oleh pihak Rektorat. Keputusan ini tentunya melahirkan banyak protes, karena sesuai tradisi, OSPEK selalu diurusi oleh para mahasiswa senior setelah mendapatkan mandat dari pihak rektorat. “Ini baru pertama kali terjadi di sini”, terang Romi, Ketua OC pada OSPEK kali ini. “Saya memang ketua OC, tapi itu untuk PEGASIS (Pengenalan Lembaga Kemahasiswaan) yang kegiatannya cuma diadakan satu hari. Sedangkan panitia inti OSPEK selama tiga hari, baik SC maupun OC tetap dari pihak rektorat dan dosen”, ia menambahkan.
Pro kontra terjadi di mana-mana terkait masalah ini. Menurut Ahmad Zurkani, mahasiswa fakultas Syariah prodi Muamalat sekaligus Ketua HMI Komisariat Fak.Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, keputusan ini pertama kali disampaikan oleh Prof. Dr. H. Mahyuddin, M.Ag selaku Pembantu Rektor III kepada Dewan Lembaga Mahasiswa Institut (DLMI) IAIN Antasari Banjarmasin. Beliau menyampaikan keresahan orang tua mahasiswa terhadap OSPEK yang selalu diwarnai dengan perpeloncoan. Beliau juga menyampaikan bahwa berdasarkan SK Dirjen Departemen Agama, bahwa panitia OSPEK terdiri dari rektorat, dosen, dan mahasiswa.
“Pada intinya, kita diharuskan menuruti apa yang telah diatur oleh Dirjen”, ujar Ahmad Zurkani. “Saya tetap tidak setuju. Lihatlah, OSPEK kali ini sangat tidak efektif. Banyak mahasiswa baru yang tidak berdisiplin. Bahkan ada yang merokok. Sayangnya, karena para mahasiswa, khususnya yang dari pengurus UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) tidak ditunjuk sebagai panitia, mereka pun membiarkan kejadian ini. mereka berpendapat bahwa yang jadi panitia kan pihak rektorat,” jelasnya lebih lanjut. “Pergerakan mahasiswa akan mati apabila kejadian ini terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya”, tambahnya lagi.
Di tempat lain, Muhammad Nor Abdi selaku ketua Lembaga Pers Mahasiswa SUKMA menyampaikan pendapatnya. “kebijakan ini diambil karena beberapa hal yang sangat ditentang oleh pihak rektorat, salah satunya adalah simulasi aksi turun jalan yang akhirnya akan mengajarkan mahasiswa baru untuk berdemo. Begitu pula dengan Perpeloncoan, bentak-bentak, dan tugas irrasional (tidak rasional) yang diberikan kepada mahasiswa baru oleh para panitia”, jelasnya panjang lebar. “Selain namanya yang diganti menjadi OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan), kami juga kalah dalam hal kekuasaan dan pertarungan konsep. Kami hanya diberi jatah sehari untuk mengadakan PEGASIS (Pengenalan Lembaga Kemahasiswaan) di hari terakhir, 30 Juli 2011. Saya ingin menegaskan, hubungan antara mahasiswa dan rektorat adalah koordinatif dan bukan instruktif. OSPEK jangan hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, adanya sanksi, tugas-tugas, adalah sebagai pelatihan diri,” tambahnya. Berhubungan dengan tuduhan pihak rektorat tentang perpeloncoan, Abdi menerangkan bahwa pihak BEMI (Badan Eksekutif Mahasiswa Institut ) siap dengan perjanjian hitam di atas putih, tapi tetap saja pihak rektorat enggan mengembalikan kedaulatan mahasiswa pada kegiatan OSPEK.
            Lain halnya Husnul Mujahidi, salah satu pengurus Sanggar Kaligrafi al-Banjary. “Apa salahnya dicoba? Dengan hal ini kita bisa mengetahui apakah kebijakan ini baik atau malah sebaliknya. Dinilai dari sisi positifnya, bisa jadi tidak ada lagi perpeloncoan bagi mahasiswa baru. Sayangnya, mental mahasiswa baru tidak akan teruji. Mereka juga tidak mendapat kesan dalam OSPEK”, tanggapnya.
            Ketika ditanyai perihal ini, para mahasiswa baru tidak mempermasalahakan kebijakan ini. “Kami sih senang-senang aja. Kan tidak ada siksaan”, kata Nurmasliana dan Nurul Fitriyah sambil senyum-senyum. “setuju-setuju saja, kami jadi tidak capek karena kami hanya disuruh duduk dan mendengarkan materi. Sekali-sekali juga bisa ambil kesempatan untuk tidur”, tambah ar-Rahman, mahasiswa baru fakultas Ushuluddin.
            Wawancara hanya bisa terpusat pada kalangan mahasiswa karena sulitnya menemui pihak rektorat yang memiliki andil besar dalam pengambilan kebijakan ini. walaupun begitu, salah satu dosen di fakultas Syariah menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil bertujuan agar tidak ada lagi perpeloncoan. Keputusan ini tidak hanya diambil dari satu pihak, tapi atas masukan dari IOM (Ikatan Orangtua Mahasiswa). Para dosen pun tetap saja mempercayakan beberapa posisi kepada sebagian mahasiswa, walau tidak sepenuhnya seperti tahun-tahun sebelumnya. Ini bertujuan untuk menjaga agar para mahasiswa yang menjadi panitia tidak berlaku seenaknya. (Qamaruddin)


0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?