BAB
I
PENDAHULUAN
ada
empat teknik yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan
syariah. Keempat teknik tersebut, yaitu:
1.
memahami karakteristik
kebutuhan nasabah; Dalam
hal ini, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu objek dan investasi.
2.
Memahami
kemampuan nasabah; dalam hal
ini, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable,
yakni apakah sumber pendapatan sangat dapat dipredeksikan atau tidak.
3.
Memahami
karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank; hakikat dari analisis terhadap kebutuhan sumber dana pihak ketiga
ditujukan untuk beberapa hal (yang dalam pembahasan makalah kali ini akan
dijelaskan secara lebih mendalam).
4.
Memahami akad
fiqh yang tepat; dalam hal
ini, penerapan sebuah transaksi tidak boleh bertentangan dengan syariah islam.
Dalam
makalah kali ini, akan lebih banyak membahas tentang teknik desain kontrak yang
keempat, yaitu memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank.
BAB
I
PEMBAHASAN
Hakikat
dari analisis terhadap kebutuhan sumber dana pihak ketiga ditujukan untuk
mendapatkan:
1.
Kepastian bank
terhadap pemenuhan kebutuhan cash out bank dalam memberikan pembiayaan
dapat tertutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.
2.
Kepastian bank
terhadap kewajiban pemberian bagi hasil yang harus diberikan kepada pemegang
dana (pihak ketiga) dapat ditutupi oleh pembayaran (cash in) dari
debitur.
Maka
berdasarkan atas dua tujuan di atas, dalam memahami karakteristik sumber dana
ketiga bank harus melakukan analisis arus kas, baik dari sisi cash ini bank
(berarti juga sebagai cash out debitur) dan arus kas dari sisi cash
out bank (berarti juga sebagai cash in debitur).
Dalam
hal cash in bank (cash out nasabah), faktor yang harus
diperhatikan adalah apakah ia berbentuk grace period atau tidak.
Yang
dimaksud dengan grace period adalah tenggang waktu yang diberikan bank
kepada debitur untuk tidak melakukan pembayaran cicilan sampai waktu tertentu.
Contoh. Pada tanggal 1 maret 2011, Bank Perkasa Syariah memberikan pembiayaan
kepemilikan mesin penggilingan daging kepada Ahmad. Ahmad memproyeksikan bahwa
mesin tersebut baru dapat memberikan manfaat ekonomi setelah tiga bulan
mendatang, sehingga ia meminta kepada bank untuk memberikan penangguhan cicilan
pertama dilakukan pada tanggal 1 juni 2011 dan Bank Perkasa Syariah
menyutujuinya. Nah, tenggang waktu antara tanggal 1 maret sampai dengan dengan
1 juni inilah yang disebut sebagai grace period.
Jika
ada grace period, konsekuensi yang diterima bank adalah bank tidak akan
mendapatkan cash in dari debitur selama masa ini dengan demikian bank
juga tidak mampu untuk memberikan bagi hasil kepada nasabah penyimpanan dana.
Oleh sebab itu, bank perlu melihat lebih lanjut apabila ada masa grace
period, yaitu bank harus mencermati apakah pembayaran tersebut dilakukan
secara installment atau tidak. Apabila tidak installment berarti
debitur hanya akan melakukan pembayaran satu kali saja, yaitu di akhir masa
pembiayaan. Tentunya model pembayaran seperti ini sangat memiliki tingkat
risiko yang tinggi sehingga lebih baik bank memutuskan untuk tidak memberikan
pembiayaan apabila debitur menginginkan pembayaran dilakukan secara lump sum
di akhir kontrak.
Jika installment, berarti
bank masih memungkinkan memberikan bagi hasil kepada deposan sesuai dengan
termin installment tersebut baik bulanan maupun nonbulanan. Oleh karena
itu, faktor selanjutnya yang diperhatikan adalah apakah pembayaran itu
dilakukan secara bulanan atau tidak. Jika bulanan, maka bank syariah
menggunakan multiple akad, yakni terdiri dari ijarah dan akad
lainnya. Kenapa harus multiple akad? Karena dengan menggunakan multiple
akad walaupun ada masa grace period bank tetap mampu mendapatkan cash
in dari debitur setiap bulannya. Hal ini berarti juga bank mampu memberikan
bagi hasil kepada deposan. Lalu apakah yang dimaksud dengan multiple akad?
Multiple akad atau juga disebut sebagai akad murakab adalah akad
gabungan yang terdiri adari dua akad atau lebih. Contoh multiple akad: ijarah
bil isthisna’ wal murabahah.
Cash
out bank
Bila si debitur menginginkan
pembiayaan murabahah untuk pemesanan rumah tipe 72/250 kepada bank dan
debitur baru akan melakukan pembayaran pertama atas rumah tersebut pada saat
serah terima rumah, maka pembiyaan ini mempunyai konsekuensi adanya masa grace
period, yaitu selama masa ini persetujuan pembiayaan atas pemesanan rumah
tipe 72/250 tersebut dan masa penyerahan rumah yang dipesan tersebut. untuk
itu, bank dapat mengatasi masa grace period ini dengan cara melakukan
kontrak tambahan, yaitu kontrak ijarah. Dalam kontrak ijarah
tersebut, debitur bertindak sebagai pemberi pekerjaan kepada bank untuk
mencarikan rumah yang sesuai dengan pesanan dan pihak bank sebagai pihak yang
mendapat tugas tersebut. dan atas kontrak ijarah ini, pelaku pihak yang
menyewakan, bank berhak mendapatkan fee setiap bulannya. Secara lebih
jelas contoh akad murakab ini dapat dilihat pada gambar 1.3.
Namun jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan, maka bank
dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqayyadah), yakni sumber
dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempatt atau objek tertentu.
Dalam hal cash in bank, (cash
out nasabah) tidak berbentuk grace period, berarti sejak masa
pembiayaan berlangsung pihak bank akan langsung mendapatkan cicilan pembayaran
(cash ini) dari debitur. Tentu saja hal ini lebih mudah dan
menguntungkan bank karena lebih leluasa dalam mencari sumber pendanaan dana
pihak ketiga. Dalam hal tidak ada grace period, bank dapat
mengklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu dengan pembayaran installment
atau tidak. Apabila pembayaran dilakukan tidak secara installment bank
dapat menggunakan pembiayaan murabahah muajjal (tunai sekaligus di akhir
masa perjanjian). Apabila pembayaran debitur dilakukan dengan installment,
bank dapat menggunakan pembiayaan murabahah taqsith, dan untuk memenuhi
pembiayaan tersebut bank dapat mengelompokkan ke dalam dua hal, yaitu apakah
pembayaran debitur dilakukan secara bulanan atau tidak. Apabila debitur
melakukan installment secara bulanan berarti bank dapat memberikan
keuntungan bagi hasil kepada deposan secara bulanan juga, dan untuk sumber
pendanaan tersebut bank dapat menggunakan URIA sebagai sumber pendanaan bagi
pembiayaan kepada debitur tersebut. namun jika pembayaran tidak dilakukan
secara bulanan, maka bank dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah
muqayyadah).
Dalam hal cash out bank (cash
in nasabah), faktor yang harus diperhatikan adalah apakah berbentuk lump
sum atau tidak. Jika berbentuk lump sum atau tidak. Jika berbentuk lump
sum, faktor selanjutnya yang dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut
untuk kebutuhan barang atau jasa. Jika untuk kebutuhan barang, faktor yang
harus dianalisis berikutnya adalah apakah barang tersebut termasuk ready
stock atau goods in process. Jika ready stock, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun jika berbentuk goods
in process, harus dilihat lagi dari segi waktu proses barang. Jika
berjangka waktu pendek, pembiayaan yang diberikan adalah salam. Namun
jika berjangka waktu panjang, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istishna’.
Jika untuk memenuhi kebutuhan jasa, pembiyaan yang diberikan adalah
ijarah. Namun jika pembiayaan tersebut bukan untuk memenuhi kebutuhan
barang atau jasa, melainkan penyertaan modal (syirkah), maka faktor
berikutnya yang harus diperhatikan adalah apakah syirkah tersebut
berbentuk sindikasi atau tidak. Yang dimaksud dengan sindikasi adalah kelompok
investor yang bekerja sama untuk membiayai suatu proyek. Jika berbentuk
sindikasi, maka pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan musyarakah. Namun
jika tidak berbentuk sindikasi, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah.
Jika
cash out bank (cash in nasabah) tidak berbentuk lump sum,
melainkan termin, maka faktor yang harus dilihat adalah pembiayaan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa. Jika untuk memenuhi kebutuhan
barang, faktor selanjutnya yang harus diperhatikan adalah apakah barang
tersebut berbentuk ready stock atau goods in process. Jika ready
stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah. Namun
jika barang tersebut termasuk goods in process, harus dilihat lagi dari
segi waktu proses barang. Jika kurang dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan salam. Namun jika lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan istishna’.
Jika
pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi jasa, pembiayaan yang diberikan
adalah ijarah. Namun jika pembiayaan tersebut bukan untuk memenuhi
kebutuhan barang atau jasa, melainkan penyertaan modal (syirkah), faktor
berikutnya yang harus diperhatikan adalah apakah syirkat tersebut berbentuk
sindikasi atau tidak. Jika berbentuk sindikasi, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan musyarakah. Namun jika tidak berbentuk sindikasi,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan atas dua tujuan yang
telah disebutkan di atas, dalam memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga
bank harus melakukan analisis arus kas, baik dari sisi cash in bank dan
arus kas dari sisi cash out bank.
Dalam hal cash in bank (cash
out nasabah), faktor yang harus diperhatikan pertama kali adalah apakah ia
berbentuk grace period atau tidak. Faktor inilah yang menentukan
langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Adapun dalam hal cash out bank
(cash in nasabah), faktor yang harus diperhatikan adalah apakah
berbentuk lump sum atau tidak, inilah faktor pertama yang akan
menentukan (sama halnya pada kasus cash in bank) langkah-langkah
selanjutnya yang harus ditempuh.
DAFTAR PUSTAKA
·
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Ed.
3. Cet. 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
·
Outlook Analisa Perkembangan Asset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan
Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia oleh Maria Ulfah.
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?