Oleh: Muhammad Qamaruddin
Beberapa waktu
silam, saya mengikuti stadium generale pasca sarjana Universitas Islam
Indonesia. Tema yang dibahas cukup menarik, yaitu tentang al-Qur’an dan Ilmu
Pengetahuan. Untuk memenuhi dahaga ilmu para mahasiswa pasca sarjana, maka
panitia menghadirkan tokoh yang sangat berkompeten di bidang ini. Beliau dalah
Pak Agus Purwanto, M.Sc., D.Sc. Beliau adalah staf pengajar Jurusan Fisika
FMPIA ITS Surabaya yang juga menjadi penggagas Pesantren Sains (TRENSAINS).
Bukunya yang berjudul Ayat-Ayat Semesta telah dibedah tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Dari pemaparan beliau, terakhir buku ini masuk pada pameran buku di Paris.
Saya memang
berlatar belakang ekonomi Islam, tetapi tema sains dalam agama bukanlah hal
baru bagi saya. Sewaktu masih menjadi santri di Pesantren UII, saya pernah
mendapakan mata kuliah Islam dan Sains. Pada mata kuliah ini, kami membahas
banyak hal berkaitan dengan sains yang
ada di dalam al-Qur’an. Pada saat itu, saya mendapat jatah untuk
mempresentasikan masalah tentang teori terbentuknya alam semesta menurut al-Qur’an.
Dalam
pembahasan tersebut, dinyatakan bahwa Al-Qur’an pada empat belas abad yang lalu, ketika manusia
masih memiliki pengetahuan yang amat terbatas tentang alam semesta, menerangkan
tentang penciptaan alam semesta. Firman Allah SWT:
”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman?” (Qur’an Surat Al-Anbiya’ : 30)
Ayat tersebut sangat cocok dengan Teori Big Bang. Bahwa langit dan
bumi (alam semesta) pada mulanya adalah satu padu, lalu terpisah. Bila
dikaitkan dengan teori Big Bang, pemisahan tersebut adalah melalui ledakan
dahsyat. Al-Qur’an juga menerangkan bahwa alam semesta meluas. Hal itu
tercantum dalam ayat:
”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya” (Qur’an Surat Az-Zariyat : 47)
Sebetulnya
masih banyak teori-teori lain tentang penciptaan alam semesta yang terdapat
dalam Al-Qur’an. Yang pastinya, hal ini menunjukkan betapa al-Qur’an tidak sama
sekali bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Justru keduanya saling mendukung
satu sama lain. Penciptaan alam semesta hanyalah satu contoh kecil tersebut.
Lebih lanjut,
Pak Agus Purwanto dalam presentasinya menjelaskan bahwa dewasa ini, manusia
tidak bisa lepas dari yang namanya sains (baca: teknologi). Sayangnya, Umat
Islam hanya menjadi penonton, bukan pemain. Berapa banyak teknologi ciptaan
bangsa asing yang dikonsumsi oleh kita. Sangat sedikit sekali produk yang
dikeluarkan oleh Negara muslim. Lain daripada itu, dari sejumlah peraih nobel,
hanya tiga ilmuwan muslim yang memperolehnya. Mereka adalah Abdus Salam dalam
bidang fisika, Ahmad Zewail dalam bidang kimia, dan Maryam Mirzakhani dalam
matematika.
Beliau juga
menyatakan bahwa saat ini umat muslim hanya berkutat pada permasalahan fiqh dan
perdebatan agama. Padahal jika mau dihitung, ternyata jumlah ayat yang membahas
tentang alam semesta cukup banyak. Belum lagi ayat-ayat kauniyah yang
terabaikan gara-gara kita terlalu terpaku dengan ayat-ayat qauliyah. Pak Agus
menyatakan bahwa seharusnya umat Islam dapat menyeimbangkan keduanya secara
bijak. Karena tidak dapat dipungkiri, teknologi dan sains dalam al-Qur’an
merupakan salah satu cara jitu untuk meningkatkan keyakinan terhadap agama
Islam. Betapa banyak ilmuwan-ilmuwan yang masuk Islam karena mendapatkan
jawaban pengetahuan dari al-Qur’an. Inilah salah satu bukti kehebatan al-Qur’an.
Stadium
generale ini memberikan pencerahan bagi saya. Saya menjadi lebih tertarik untuk
mempelajari al-Qur’an dari sisi yang lain. Tidak hanya dari sisi muamalat,
tetapi juga –misalnya– teknologi. Pak Agus Purwanto dengan keilmuan yang
dimilikinya, memberikan pandangan yang berbeda tentang al-Qur’an. Saya kira apa
yang disampaikan oleh beliau, seharusnya dapat menyadarkan umat Islam yang ‘sempat
tertidur pulas’ dengan keberhasilan-keberhasilan masa keemasan Islam tempo
dulu. Kita terlena, sehingga pada akhirnya keberhasilan itu dirampas dan
dilanjutkan oleh bangsa-bangsa asing. Kita pun kembali menjadi penonton. Apakah
kita mau menjadi konsumen abadi? Tentu saya akan menjawab tidak. Karena sesungguhnya
dengan kembali kepada al-Qur’an, umat Islam dapat membuat sesuatu yang lebih
dari bangsa asing, bahkan jika itu dalam bidang teknologi. Percayalah!
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?