Oleh: Muhammad
Qamaruddin
Masing ingat dengan lagu Agnes
Monica yang berjudul “Tak Ada Logika”? Dalam salah satu liriknya disebutkan,
“cinta ini…kadang-kadang tak ada logika…” Benarkah demikian? Mungkin bagi kita
yang pernah mengalami yang namanya cinta dapat menjawab hal tersebut. Lebih lanjut
lagi, kita banyak mendapati berita-berita yang menyebutkan ada orang mati bunuh
diri karena cinta. Ada pula orang yang membunuh karena cinta. Lalu bisakah kita
menafsirkan ini bahwa mereka orang yang kehilangan logika karena cinta?
Saya berkeyakinan bahwa cinta memang
–kadang-kadang– dapat menghilangkan logika (baca: akal pikiran). Tetati saya
juga berkeyakinan, orang yang paham agama tidak akan terjerumus dengan hal-hal
yang di luar pikiran? Coba pikirkan, apakah membunuh itu dibolehkan dalam
agama? Apakah bunuh diri itu dibolehkan dalam agama? Tentu jawabannya tidak.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda,
“Jika ada dua orang muslim berhadapan dengan membawa pedang masing-masing (mau
saling membunuh), maka yang membunuh dan dibunuh sama-sama masuk neraka…dan
seterusnya”
Jika kita membaca hadits di atas,
tentunya kita memahami, orang yang membunuh tempatnya adalah neraka. Lalu
kenapa kenapa orang yang dibunuh juga masuk neraka? Dalam lanjutan hadits di
atas disebutkan bahwa orang yang dibunuh pun mempunyai niat yang sama, yaitu
ingin membunuh lawannya.
Sedangkan pada kasus bunuh diri,
dalam surah an-Nisa ayat 29-30, Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang
siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka kami kelak akan
memasukkannya ke dalam naar (neraka), yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.”
Ayat di atas sangat jelas, bunuh
diri itu dilarang dalam agama. Dalam konteks agama Islam, menghilangkan jiwa
manusia adalah haram hukumnya. Meskipun mungkin ada agama lain yang melegalkan
pembunuhan, saya kira hal tersebut telah menyimpang dari rasa kemanusiaan jika
tetap diperbolehkan.
Lalu kita kembali lagi pada
permasalahan cinta yang juga dapat menghilangkan logika seseorang. Saya sendiri
pun kadang tidak lepas dari hal demikian. Tentunya dengan batas kewajaran. Saya
kira hal itu bukanlah suatu masalah. Seperti agama yang tidak semua bagiannya
dapat dilogikakan, tetapi hanya dapat diimani. Begitu pula cinta yang tidak
semuanya dapat dilogikakan. Saya kira tidak ada masalah jika ada pasangan yang
dicubit tetapi ketika ditanya, ia malah menjawab tidak sakit. Atau bertingkah
seperti anak kecil, hanya untuk menghibur pasangannya. Atau lebih ekstrim lagi,
melindungi pasangan meskipun harus kehilangan sesuatu. Bagi seseorang yang
mengandalkan logika, mereka akan bertanya-tanya, kenapa hal demikian bisa
terjadi? Apakah mereka tidak waras oleh cinta? Namun begitulah cinta, kadang
dapat menghilangkan logika. Selama tidak melewati batas kewajaran, khususnya
pada wilayah hukum agama, maka sah-sah saja.
Ketika
ada seseorang yang bertanya, mengapa mereka melakukan hal tersebut untuk orang
lain? Mungkin mereka akan menjawab, “Ini soal kepuasan dan kesenangan hati saat
kita berusaha menyenangkan hati pasangan kita.” Masalah cinta, secara unik
dapat kita lihat dari para sufi yang menyampaikan rasa cintanya kepada Allah
dengan berbagai cara. Meskipun kadang terlihat aneh, rumit dan tidak dapat
dipahami, tetapi mereka memaknai cinta dengan apa yang mereka suka. Dengan kata
lain, hanya mereka dan Allah yang memahami cara tersebut.
Oleh karena itu, saya percaya bahwa
cinta memang sulit dilogikakan. Ada unsur-unsur yang tidak bisa dijelaskan
dengan kata-kata jika ditransformasikan dalam bentuk perilaku. Namun selama
adanya hukum agama yang memagari, maka tidak seharusnyalah cinta ditafsirkan
dengan perbuatan yang melewati batas kewajaran. Jadikan agama sebagai pagar
dalam bertindak, khususnya dalam memaknai dan mengaplikasikan cinta.
Yogyakarta, 12
Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?