Tanggal 8 – 14 April 2016 silam, saya mengunjungi
Negara Brunei Darussalam. ini bukanlah kunjungan pertama. Bahkan saya pernah
tinggal di Negara ini selama 1 tahun, yaitu rentan tahun 2008-2009. Tentu
banyak sekali kenangan yang muncul kembali ketika menjajaki kembali negara ini.
Kedatangan saya yang kedua ini bertujuan untuk mengunjungi keluarga sekaligus
mengajak istri jalan-jalan, serta menjadi momen untuk mengenang kembali rekam
jejak saat dulu tinggal di sini.
Banyak yang
beranggapan bahwa ke luar negeri itu sesuatu yang sangat luar biasa. Mungkin
iya jika destinasinya ke Eropa, Amerika, bahkan ke Makkah Madinah (amin ya
Allah!). namun bagi saya sendiri, tak ada yang perlu dibanggakan. Itu hanyalah
hal biasa. Apalagi jika masih kawasan Asia Tenggara yang notabenenya juga
berbahasa melayu. Sebut saja Malaysia, Singapura, atau Brunei Darussalam.
Abah saya sudah
bekerja di sana sejak tahun 1993 hingga saat ini. Mama saya pun pernah ikut ke
sana selama dua tahun (1994 – 1996). Apalagi Abah saya sekarang –bisa dibilang–
sudah menetap di sana bersama empat adik saya. Oleh karena itu, kunjungan saya
sekarang bisa jadi lebih tepat disebut “menengok keluarga” ketimbang disebut
“jalan-jalan”.
Jika tahun 2008 saya berangkat sendiri,
Alhamdulillah tahun 2016 ini saya berangkat bersama istri. Rute yang saya
lewati dulu, dari Banjarmasin – Jakarta (transit) – Pontianak. Dari Pontianak
masuk Malaysia lalu ke Brunei lewat jalur darat. Karena dulu biaya pesawat masih
mahal, maka saya memilih jalur darat untuk masuk Brunei. Meskipun harus
melewati penjagaan yang sangat ketat di negara perbatasan (baik di Malaysia
maupun di Brunei). Banyaknya TKI yang masuk melalui jalur ini membuat
pemerintah setempat sangat berhati-hati mengizinkan orang keluar masuk. Boleh
jadi Brunei Darussalam merupakan salah satu negara yang mempunyai proses izin
masuk yang sangat sulit. Banyak hal yang harus dilengkapi. Jika tidak percaya,
tanya saja kepada orang-orang yang pernah bekerja di sana.
Berbeda halnya kali kedua saya ke sana. Saya
berangkat dari Yogyakarta – Kuala Lumpur (transit) – Brunei Darussalam.
Alhamdulillah tidak ada masalah dalam perjalanan. Pihak imigrasi setempat pun
hanya sekedar menanyakan maksud dan tujuan datang. Tidak seperti dulu waktu
saya melewati jalur darat, saya harus menghadapi interogasi-interogasi panjang
dari pihak keamanan setempat.
Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan. Akan
tetapi, dalam kesempatan ini saya cuma ingin sedikit bernostalgia dengan kisah
lama saat pergi ke sana, khususnya pada saat berstudi di Universiti Brunei
Darussalam (UBD) dan Universiti Sultan Syarif Ali (UNISSA)
Awal tujuan saya ke Brunei Darussalam pada tahun
2008 adalah untuk melanjutkan studi dengan mencari scholarship. Tidak
menutup kemungkinan saya juga mau kuliah sambil kerja, jika scholarship
yang saya harapkan tersebut tidak kunjung saya dapatkan. Akan tetapi dari kabar
yang saya dapatkan, kuliah sambil bekerja menggunakan student pass merupakan
hal yang sangat terlarang di Brunei Darussalam. Jika ketahuan, maka saya akan
dideportasi. Oleh karena itulah, jika ingin kuliah, mau tidak mau saya harus
mendapatkan beasiswa untuk mencukupi biaya kuliah.
Sembari menunggu pendaftaran beasiswa, saya mencoba
untuk mencari alternatif lain, bagaimana caranya dapat tinggal di Brunei Darussalam.
Saya tidak mungkin tinggal di sini hanya dengan visit pass. Saya harus
memilih di antara dua visa, visa bekerja atau visa pelajar dengan
konsekuensinya masing-masing. Memilih visa bekerja dengan keuntungan saya dapat
menabung terlebih dahulu dari hasil bekerja, tetapi akan memerlukan proses yang
lama untuk menggantinya menjadi visa belajar. Peraturan di Brunei memang sangat
ketat. Karena keinginan kuat untuk belajar, maka saya memutuskan untuk memilih
visa belajar.
1.2 Kartu pelajar Mahasiswa UBD th. 2008 |
1.1 student pass yang saya miliki pada th. 2008 |
1.3 ID pengenal Brunei th. 2008 |
Pada akhirnya, saya berhasil mendapatkan full
scholarship santri unggulan di Universitas Islam Indonesia (UII),
Yogyakarta. Dengan beasiswa ini, saya dapat berkuliah di UII sampai lulus S1
tanpa sepeserpun membayar biaya kuliah. Allah memang selalu memberikan jalan
yang terbaik. Justru di UII-lah saya bertemu dengan istri saya kelak. Mungkin begitulah
sedikit flash back mengenai alur cerita saat saya di UBD dan UNISSA.
Tahun 2016, saya kembali ke Brunei Darussalam dan mengujungi
UBD dan UNISSA. Perlu diketahui, UNISSA pada tahun 2008-2009 masih satu tempat
dengan UBD di Jalan Tungku Link. Sebenarnya pada saat itu UNISSA sudah
mempunyai lokasi sendiri di daerah Gadong, akan tetapi masih dalam tahap
pembangunan. Tepat selepas saya pulang ke Indonesia, UNISSA telah menempati
lokasi barunya hingga saat ini. Ketika berjalan-jalan keliling Brunei, Abah
menawari saya apakah ingin menjenguk UBD dan UNISSA. Tentu saja saya menjawab
iya!
Kesan pertama saat melihat kembali tempat ini
adalah munculnya memori-memori indah saat berada di sini tujuh tahun silam. Saya
menyusuri jalan-jalan yang biasanya saya lewati. Saya tunjukkan kepada istri
saya, inilah rute yang biasanya saya tempuh saat pergi kuliah, inilah gedung
utama tempat saya mengurus administrasi kuliah, inilah tempat saya nongkrong
bareng teman-teman.
1.4 salah satu sudut kampus UBD th. 2016 |
1.5 salah satu sudut kampus UBD th. 2016 |
1.6 UNISSA Course th. 2009 |
1.7 UBD Course th 2009 |
1.8 Menghadiri acara formal di Universiti th. 2009 |
Ada sedikit cerita unik tentang istri saya ketika
berkunjung ke Brunei. Memang ia mengakui bahwa ini adalah kali pertamanya ke
luar negeri. Tidak hanya itu pula, ini juga pertama kali ia naik pesawat
terbang! Udahnya naik pesawat pertama kali, eh terbangnya langsung ke luar
negeri. Selamat ya sayang! Hehe
1.9 UNISSA th. 2016 di Gadong |
1.10 UNISSA th. 2016 |
Good story Bro...
BalasHapusDitunggu lho cerita brikutnya
Kpb balik k bjm???