Oleh: Muhammad Qamaruddin, dkk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu
kebijakan yang berada didalam otoritas pemerintah adalah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal adalah suatu
komponen kebijakan
publik. Kebijakan
Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud
untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. (Sukirno, 2003)
Kebijakan
fiskal meliputi kebijakan pemerintah dalam penerimaan, pengeluaran dan utang.
Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan
pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan oleh
tujuan sosio-ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat sistem ekonomi.
Sedangkan pelaku dari kegiatan ekonomi secara makro ialah Negara. Negara
berperan untuk mengatur kegiatan ekonomi agar terjaga stabilitas ekonomi dan
mensejahterakan rakyatnya agar tidak mengalami kemiskinan dan pengangguran.
Salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan pemerintah adalah membuat APBN,
mengatur inflasi agar tidak terjadi krisis ekonomi, membangun ekonomi dengan
pertumbuhan yang signifikan dan merata.
Pertumbuhan
ekonomi sangat berpengaruh pada kebijakan fiskal yang terwujud dalam APBN.
Ketika APBN digunakan sesuai dengan waktu dan tempat yang tepat maka inflasi
akan terkendali dengan baik sehingga berdampak pada pertumbuhan yang signifikan
dan merata dalam ruang lingkup makro yaitu Negara.
Untuk itu kita perlu mengkaji peranan pajak dalam kebijakan fiskal yang termasuk dalam sumber
penerimaan suatu Negara. Agar kita mengetahui seberapa pentingkah pajak dalam
suatu Negara yang merupakan sumber penerimaan Negara di dalam era modern sekarang ini. Pajak sudah dikenal sejak ratusan tahun
atau lebih seribu tahun yang lalu. Konsep pajak pada masa itu jauh berbeda
dengan masa sekarang. Intinya adalah pengalihan harta dari suatu pihak kepada
pihak yang lain dengan paksaan yang digunakan untuk kepentingan pihak yang
berkuasa. Sistem perpajakan mengalami berbagai perubahan dari masa lampau hingga sekarang. Bila masa lalu pajak
ditetapkan atas kehendak penguasa secara sepihak maka pajak pada masa sekarang
telah berubah sebagai suatu keputusan berdasarkan dengan tujuan untuk
kepentingan rakyat banyak.
Ibnu Khaldun
juga menyatakan bahwa lembaga perpajakan merupakan lembaga yang sangat penting
bagi negara. Dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa bila pemerintah semakin besar
nilai belanjanya atau semakin
banyak menggunakan anggaran yang dimilikinya untuk kepentingan pembangunan,
maka dampaknya akan semakin baik bagi perekonomian negara tersebut. Dengan
adanya anggaran yang cukup untuk dipergunakan oleh negara, maka negara dapat
melakukan berbagai hal yang sangat dibutuhkan oleh rakyatnya, termasuk untuk
menjamin stabilitas hukum, ekonomi dan politik yang ada di negara tersebut.
Dari rangkaian pemikiran Ibnu Khaldun dalam konsep keuangan publik dan
perpajakan yang disampaikan dalam karya besarnya, secara tersirat beliau ingin
menyatakan bahwa sangat perlu adanya keterlibatan dari pihak pemerintah dalam
masalah pengaturan kegiatan perekonomian ini.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk dan apa saja tujuan
dari kebijakan fiskal secara umum
2. Bagaimana kebijakan
fiskal menurut islam?
3. Apa saja sumber penerimaan negara?
4. Bagaimana implementasi kebijakan fiskal dalam mengatasi permasalahan
ekonomi?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bentuk –
Bentuk dan Tujuan Kebijakan
Fiskal secara Umum
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga
kategori, yaitu:
1. Kebijakan yangenyangkut
pembelian pemerintah atas barang dan jasa.
Pembelian
pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional
yang dilambangkan dengan huruf “G”. Pembelian atas barang dan jasa pemerintah
ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat. Belanja pemerintah ini meliputi
pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan,
peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
2. Kebijakan
yang menyangkut perpajakan
Pajak
merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari
migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan
pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Pajak
yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara tersebut
3. Kebijakan
yang menyangkut pembayaran transfer.
Pembayaran
transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan
tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja
pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen G di
dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan
merupakan pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut
bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi
pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena
PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta
pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung
sebagai bagian dari belanja pemerintah.
Adapun kebijakan fiskal sebagai
sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk
meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan
meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara.
Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan
menghambat bentuk investasi tertentu. Dalam rangka itu pemerintah harus
menerapkan kebijakan investasi berencana di sektor public, namun pada
kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem
yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara
tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik
swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi
yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju
investasi.
2. Untuk mendorong investasi optimal secara
sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong
investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan
dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak
berupaya memacu laju pembentukkan modal.
3. Untuk
meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan
internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas
ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka
mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus
diterapkan pajak ekspor dan impor.
4. Untuk
menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah
dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak
komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan
pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
5. Untuk
meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional
terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi
tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya
investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang
berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
2.2 Kebijakan Fiskal Dalam Perekonomian Islam
Kebijakan
fiskal dalam pemerintahan islam, telah
dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Pada masa itu Baitul Mal sebagai lembaga
pengelolaan keuangan Negara. Kebijakan fiskal di Baitul Mal memberikan dampak
positif terhadap tingkat investasi, penawaran agregat, dan secara tidak
langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pada dasarnya sistem ekonomi islam dibagi ke dalam tiga sektor yang utama,
yaitu sektor publik, sektor swasta, dan juga sektor keadilan sosial. Sektor
publik merupakan sektor perekonomian yang melibatkan peran negara, dan yang
dimaksud dengan sektor publik ini juga dapat dianggap sebagai sektor fiskal.
Fungsi daripada
sektor kebijakan fiskal menurut Islam adalah :
1. Pemeliharaan terhadap hukum,
keadilan dan juga pertahanan
2.
Perumusan dan pelaksanaan terhadap kebijakan ekonomi
3.
Manajemen kekayaan pemerintah yang ada di dalam BUMN
4. Intervensi ekonomi oleh pemerintah jika
diperlukan
Fungsi
fiskal menurut konvensional adalah sebuah fungsi dalam tataran perekonomian
yang sangat identik kemampuan yang ada pada pemerintah dalam masalah
menghasilkan pendapatan untuk menutupi kebutuhanya dan lalu mengalokasikan
anggarannya yang ada, atau bisa disebut dengan anggaran belanja Negara dan juga
mendistribusikanya agar tercapai apa yan dinamakan dengan efisiensi anggaran.
Sedangkan instrument fiskal yang bisa digunakan adalah pajak dan anggaran.
Dalam pandangan ekonomi islam pendapatan dan anggaran merupakan alat yang
efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan ekonomi.[[1]]
Adapun tujuan
dari kebijakan fiskal dalam islam adalah untuk menciptakan masyarakat yang
didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan
fiskal dalam ekonomi islam digunakan untuk kepentingan yang sama dengan
kebijakan fiskal dalam ekonomi konvensional, yaitu sama-sama menganalisis dan
membuat kebijakan ekonomi.
Selain itu
kebijakan fiskal dalam ekonomi islam pun terdapat suatu tujuan tertentu. Jikalau kebijakan fiskal dalam ekonomi
kapitalis mempunyai tujuan untuk pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap
sah dan diterima dalam ekonomi islam, tujuan-tujuan tersebut akan menjadi
pengantar untuk tujuan selanjutnya dalam kebijakan islam, yaitu menanggulangi
kaum muslim dan dakwah menyebarluaskan keseluruh penjuru dunia. Tujuan ini
harus dipertimbangkan menjadi kebijakan publik dari kebijakan fiskal, sebab
dengan adanya kebijakan fiskal ini diharapkan dapat membantu dalam pencapaian
tujuan tersebut.
Menurut Metwalley,
setidaknya ada tiga tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan fiskal dalam
ekonomi islam, yaitu:
►
Islam menghendaki tingkat kesetaraan ekonomi yang demokratis melalui
prinsip bahwa “kekayaan seharusnya tidak beredar diantara orang-orang kaya
saja”. Prinsip ini menegaskan bahwa setiap orang seharusnya memiliki akses yang
sama dalam memperoleh kekayaan.
►
Islam melarang pembayaran bunga (riba). Hal ini berarti islam tidak dapat
memanipulasi tngkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan dalam pasar uang.
►
Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang
berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran islam seluas mungkin
2.3 Sumber
Penerimaan Negara
Ω
Pajak
Pajak sudah dikenal sejak ratusan
tahun atau lebih seribu tahun yang lalu. Konsep pajak pada masa itu jauh
berbeda dengan masa sekarang. Intinya adalah pengalihan harta dari suatu pihak
kepada pihak yang lain dengan paksaan yang digunakan untuk kepentingan pihak
yang berkuasa. Secara bertahap dan melalui berbagai perubahan yang disertai
dengan pemberontakan, revolusi atau perlawanan lain, lambat laun dalam masa
yang lama, pajak yang berbentuk seperti dahulu mengalami perubahan. Dari
ketakutan untuk membayar pajak sampai kepada kesadaran untuk membayar pajak.
Sistem perpajakan mengalami berbagai perubahan dari masa lampau hingga
sekarang. Bila masa lalu pajak ditetapkan atas kehendak penguasa secara sepihak
maka pajak pada masa sekarang telah berubah sebagai suatu keputusan berdasarkan
dengan tujuan untuk kepentingan rakyat banyak.
Adapun pengertian dari pajak itu
sendiri adalah iuran wajib yang harus di keluarkan oleh wajib pajak yang
berpenghasilan di atas PTKP. Pajak merupakan bagian yang terbesar dari pendapatan
Negara. Dari sudut Pemerintahan pertimbangan pajak dihubungkan dengan kebutuhan
keuangan pemerintah untuk mampu menjalankan pemerintahan. Pandangan ini sering
tidak sejalan dengan faktor keadilan maupun yang lain. Akibatnya pembayar pajak
berusaha agar penghasilan lebih kecil dari yang seharusnya sehingga beban pajak
yang dilaporkan juga menjadi lebih kecil.
Jenis-jenis pajak yang di pungut oleh pemerintah,
antara lain:
a. Pajak penghasilan (PPH)
b. Pajak
pertambahan nilai barang dan jasa (PPN)
c. Pajak penjualan
atas barang mewah
d. Pajak bumi dan
bangunan (PBB)
e. Bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan
f. Bea materai
g. Pajak daerah
dan retribusi daerah
Fungsi pajak
dibagi menjadi dua, yaitu fungsi budgetair (penerimaan) dan fungsi regular
(mengatur).
a. Fungsi budgetair (penerimaan) yaitu
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Pajak haruslah
digunakan untuk membiayai kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, oleh sebab
itu pajak harus di atur senetral mungkin dan tidak boleh digunakan untuk
kepentingan lain.
b.
Fungsi regular (mengatur), pajak disamping berfungsi mengisi kas negara, juga
berfungsi untuk mengatur sebagai usaha pemerintah untuk turut campur dalam
segala bidang guna tercapainya tujuan-tujuan lain pemerintah.
Dalam bidang ekonomi, untuk
mencegah agar industri ekonomi dalam negeri mampu bersaing dengan hasil
produksi luar negeri, maka pemerintah dapat menerapkan pengenaan tarif yang
tinggi bagi hasil produksi luar negeri yang ingin masuk ke dalam negeri.
Dalam bidang sosial,
kecendrungan masyarakat untuk hidup mewah dapat di minimalisasi dengan
mengenakan tarif pajak yang tinggi terhadap barang mewah. Dengan demikian,
secara teoritis terjadi redistribusi pendapatan dalam masyarakat. Kebijakan
fiskal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi prilaku manusia yang
dapat dipengaruhi melalui insentif atau meniadakan insentif yang disediakan
dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman, atau
jaminan terhadap pengeluaran pemerintah).
Ω
Zakat
Melalui kebijakan pemerintah dan
penegakkan hukum dengan peraturan perundang undangan yang mengatur tentang
zakat, maka zakat dapat dijadikan instrument kebijakan fiskal di Indonesia yang
pengelolanya adalah pemerintah, dengan membentuk kantor pengelolaan zakat atau
Dirjen Zakat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Adapun
penghimpunan dana zakat sama halnya seperti pemungutan pajak. Sedangkan
pendayagunaannya, zakat didistribusikan secara produktif kepada delapan orang
yangberhak menerima zakat yang sudah ditentukan dalam al-Qur'an surat al-Taubah
ayat 60 dalam pengertian yang luas, untuk kegiatan atau program pemerintah yang
lain yang tidak termasuk dalam sasaran zakat maka diambilkan dari sumber
pendapatan lain.
Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:
a. Fakir, ialah orang yang tidak
mempunyai dan tidak pula berusaha.
b. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan
pendapatannya sehingga ia selalu
dalam keadaan kekurangan.
c. Amil, ialah orang
yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan
zakat untuk
dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
d. Ibnu Sabil, ialah orang- orang yang
terlantar dalam perjalanan.
e. Muallaf, ialah orang
yang baru masuk Islam yang masih lemah
imannya, diberi zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetap
mempelajari agama Islam.
f.
Riqab, ialah hamba
sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan
berusaha untuk
menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
g. Gharim, ialah orang yang berhutang yang
tidak ada kesanggupan
membayarnya.
h. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di
jalan Allah demi
menegakkan Islam.
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama
dari zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran
tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin (Kahf,1999).
Sedangkan menurut M.A. Mannan, secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan
keserakahan hati sikaya. Sedangkan dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk
menghapuskan kemiskinan dari masyarakat.
Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian
kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan
negara. Makalah ini menyoroti tentang
sumber-sumber zakat dalam sistem perekonomian modern dimana dengan perkembangan
sumber-sumber ekonomi maka seharusnya sumber zakat pun berkembang, karena
tujuan zakat adalah transfer kekayaan dari masyarakat yang kaya kepada
masyarakat yang kurang mampu, sehingga setiap kegiatan yang merupakan sumber
kekayaan harus menjadi sumber zakat.
2.3 Implementasi
Kebijakan Fiskal dalam
mengatasi permasalahan Ekonomi
Dalam ekonomi konvensional kebijakan
fiskal dapat di artikan sebagai langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan (dalam konsep
makro disebut dengan government expenditure). Dalam negara Islam,
kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syariah (maqoshidus
syari’ah) yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali termasuk meningkatkan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas,
kekayaan, dan kepemilikan.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih
mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Dalam hal ini
ada tiga kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam hal mengatur penerimaan dan
pengeluaran anggaran negara, antara lain:
1. Anggaran
Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif. Kebijakan ini juga biasa
disebut dengan istilah neraca deficit.
2. Anggaran
Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya kebijakan anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan. Dan biasanya kebijakan ini dilakukan dengan
pertimbangan kondisi perekonomian dalam keadaan stabil atau maju. Kebijakan
ini dsebut juga neraca surplus.
3. Anggaran
Berimbang (Balanced Budget).
Anggaran
berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Tujuan kebijakan anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian
anggaran serta meningkatkan disiplin.
A. Kebijakan
terhadap pendapatan dalam ekonomi islam
Kebijakan terhadap pendapatan dalam ekonomi islam di sektor penerimaan pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
ada pendapatan yang bersifat rutin seperti : zakat, jizyah, kharaj, ushr,
infak, dan shadaqoh serta pajak jika diperlukan, dan ada yang bersifat temporer
seperti : ghanimah, fa’I, dan harta yang tidak ada pewarisnya.
Kahf (1999)
berpendapat sedikitnya ada tiga prosedur yang harus dilakukan pemerintah islam
modern dalam kebijakan pendapatan fiskalnya dengan asumsi bahwa pemerintah
tersebut sepakat dengan adanya kebijakan pungutan pajak (terlepas dari ikhtilaf
ulama mengenai pajak).
1. Kaidah Syari’ah yang Berkaitan dengan Kebijakan Pungutan Pajak
Dalam hal ini pemerintah tidak
dapat mengubah tarif zakat yang memang sudah ditentukan oleh syariah, akan
tetapi pemerintah dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib
dizakati dengan berpegang dengan nash-nash umum yang ada dan
pemahaman terhadap realita modern. Sebagai contoh mengenai fleksibelitas. Nabi
pernah menangguhkan zakat pamannya Abbas karena krisis yang dihadapinya,
sementara Sayyidina Umar menagguhkan zakat mesir karena paceklik yang melanda
Mesir pada tahun tersebut.
2. Kaidah-kaidah Syar’iyah yang Berkaitan dengan Hasil Pendapatan yang
Berasal dari Aset Pemerintah
Menurut kaidah syar’iyah
pendapatan dari asset pemerintah dapat dibagi dalam dua kategori : (a)
pendapatan dari asset pemerintah yang umum, yaitu berupa investasi asset
pemerintah yang dikelola baik oleh pemerintah sendiri atau masyarakat. (b)
pendapatan dari asset yang masyarakat ikut memanfaatkannya adalah berdasarkan kaidah
syar’iyah yang menyatakan bahwa manusia berserikat dalam memiliki air, api,
garam, dan yang semisalnya. Kaidah ini dalam konteks pemerintah modern adalah
sarana-sarana umum yang sangat dibutuhkan mayarakat.
3.
Kaidah Syari’ah yang Berkaitan dengan Kebijakan
Pajak
Prinsip ajaran Islam tidak memberikan arahan dibolehkannya pemerintah
mengambil sebagian harta milik orang kaya secara paksa (Undang-undang dalam
ekonomi modern). Sesulit apapun kehidupan Rasulullah SAW. Di madinah beliau
tidak pernah menentukan kebijakan pemungutan pajak. Dalam konteks ekonomi
modern pajak merupakan satu-satunya sektor pendapatan terpenting terbesar
dengan alasan bahwa pendapatan tersebut dialokasikan kepada publics goods
dan mempunyai tujuan sebagai alat redistribusi, penstabilan dan pendorongan
pertumbuhan ekonomi. Seandainya pungutuan pajak tersebut diperbolehkan dalam
Islam maka kaidahnya harus berdasarkan pada kaidah a’dalah dan kaidah dharurah
yaitu pungutan tersebut hanya bagi orang yang mampu atau kaya dan untuk
pembiayaan yang betul-betul sangat diperlukan dan pemerintah tidak memiliki
sektor pendapatan lainnya.
B. Kebijakan
Belanja Dalam Ekonomi Islam
Para ulama
terdahulu telah memberika kaidah-kaidah umum yang didasarkan dari Al-Qur’an dan
Hadis dalam memandu kebijakan belanja pemerintah. Di antar kaidah (Chapra :
1995,288-289) tersebut adalah :
1.
Kebijakan atau belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah
maslahah.
2.
Menghindari masyqqah kesulitan dan mudarat harus didahulukan
ketimbang melakukan pembenahan.
3.
Mudharat individu dapat dijadikan alas an demi menghindari mudharat dalam skala umum.
4.
Pengorbanan individu dapat dilakukan & kepentingan individu dapat
dikorbankan
demi menghindari kerugian & pengorbanan
dalam skala umum.
5.
Kaidah al-giurmu bil gunni yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang
mendapat
manfaat harus siap menanggung beban (yang untung harus siap menanggung
kerugian).
6.
Kaidah Ma la yatimmu al-wajibu illa bihi fahua wajib yaitu kaidah yang
menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajib
ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor penunjang lainnya tidak dapt
dibangun, maka menegakkan faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.
Kaidah-kaidah
tersebut dapat membantu dalam mewujudkan efektifitas dan efesiensi pembelanjaan
pemerintah dalam islam, sehingga tujuan-tujuan dari pembelanjaan pemerintah
dapat tercapai. Di antara tujuan pembelanjaan dalam pemerintah Islam :
· Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat masyarakat.
· Pengeluaran sebagai alat redistribusi kekayaan.
· Pengeluaran yang mengarah kepada semakin bertambahnya permintaan
efektif.
· Pengeluaran yang berkaitan denganinvestasi dan produksi.
· Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan
intervensi pasar.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan Fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Kebijakan fiskal di lakukan dengan tujuan untuk
mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang
mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan
jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Dalam sumber
penerimaan negara terdiri dari dua komponen yaitu pajak dan zakat. Di mana
kedua komponen tersebut memiliki peranan penting dalam kebijakan fiskal untuk
menyelesaikan permasalahan ekonomi di suatu negara.
Mengenai pengimplementasian kebijakan fiskal dalam mengatasi perekonomian
negara menurut islam mengandung beberapa kaidah yang harus dijalankan
pemerintah dalam mengatur kebijakan pendapatan dan belanja negara, yang pada
intinya bertujuan untuk tercapainya maqashid syari’ah serta maslahah bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif , Nur Rianto. 2010. Teori
Ekonomi Makro Islam. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Chapra,
M. Umar. 2000. Islam dan Tantangan
Ekonomi (Islam and Economic Challenge. Jakata: Gema Insani Press.
Hidayat, Mohamad. 2010. An Introduction
to The Sharia Economic. Jakarta: Zikrul Hakim (Anggota IKAPI)
Karim, Adiwarman. 2010. Ekonomi Makro Islami. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Nasution, Mustafa Edwin. 2007.
Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Sukirno, Sadono. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Samuelson,
Paul A. & William D. Nordhaus. 1997. Macroeconomics. Jakarta: Erlangga.
http://sharia mania.wordpress.com/
http://asyukri.wordpress.com/2009/05/27/implementasi-kebijakan-moneter-dan-fiskal-dalam-islam/999999
[1] M. nur Rianto Al Arif, S.E., M.Si. Teori
Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, Bandung:Alfabeta, 2010,
Hal149-150
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?