Rabu, 03 April 2013

AKU DAN PESAWAT (bagian 2)


oleh: Muhammad Qamaruddin
 
            Adanya masalah adalah cara terbaik untuk mengeksplorasi diri dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Dari sanalah manusia dapat memberikan respon balik ketika tertimpa masalah lainnya. Belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan, dan belajar dari kebenaran yang telah didapat oleh orang lain maupun diri sendiri. Jangan pernah menyingkirkan masa lalu karena dari sanalah terdapat banyak petuah hidup. Experience is the best teacher.

            Nah, aku memang tidak jemu-jemu berkelut ria dengan si burung besi ini. Ada saja cerita yang aku dapatkan darinya. Aku rugi? Tidak sama sekali. Justru aku dapat membagi pengalamanku kepada yang lainnya. Setiap pengalaman –baca masalah- dapat dijadikan referensi untuk melangkah dan mengambil keputusan. Bagiku dan bagi orang lain.
            Kali ini aku akan melanjutkan kisahku bersama pesawat terbang. Aku masih mempunyai beberapa cerita yang tentu dapat dijadikan bahan pembelajaran.

Pertimbangkan Segala Kemungkinan
            Segala kemungkinan bisa saja terjadi, apapun itu, baik ataupun buruk. Maka dari itu, mempersiapkan diri untuk menghadapi segala sesuatu adalah hal yang mutlak. Mungkin dari sanalah muncul istilah risiko. Karena adanya risiko, hadirlah kemudian manajeman risiko. Mempersiapkan segala sesuatu untuk menghindari kemungkinan terburuk, itulah manajemen risiko.
            Pesawatku akan lepas landas pukul 20.30 WITA. Sedangkan jarak rumahku sampai ke bandara (Kandangan-Banjarbaru) dapat ditempuh sekitar 3 jam lebih. Rentan waktu itu akan bertambah lama apabila naik angkot (colt). Belum lagi kalau misalnya ada kemacetan.
            Dari beberapa pertimbangan di atas, aku harus sampai ke bandara paling tidak satu setengah jam dari keberangkatan. Akan lebih baik jika aku sampai bandara lebih cepat dari itu. Oke, aku pun membuat estimasi waktu.
            Alhamdulillah saat itu aku mendapatkan tumpangan dari tetangga sebelah. Kebetulan mereka mau pergi ke kota Banjarmasin. Rencananya mereka akan berangkat pukul 13.30 WITA. Sesuai dengan rencana, bahkan lebih cepat. Kalo di kira-kira aku akan sampai ke bandara pukul 16.30 WITA (sekitar 3 jam-an). Itu sudah aku perkirakan dengan adanya kemungkinan macet di jalan. Artinya aku masih mempunyai waktu luang sekitar 4 jam. Terlalu lama? Tidak. Selain shalat, check in, dan lain-lain, aku masih bisa menyempatkan diriku untuk membaca buku. Tidak rugi bukan?
            Pesan buat teman-teman. estimasikan waktu sebaik mungkin ketika akan berangkat melalui jalur udara. Biasanya penumpang diminta datang 1,5 jam sebelum keberangkatan untuk penerbangan domestik. Sedangkan untuk penerbangan luar domestik, biasanya sudah harus di bandara 2 jam sebelum keberangkatan. Ngapain kita di bandara selama itu? Banyak. Kita harus mengikuti berbagai prosedur yang ada di sana. Check in, memasukkan tas ke bagasi (jika ada), dan lain sebagainya. Belum lagi pindah-pindah ruangan. Aku rasa, waktu 1,5 jam itu sangat cukup. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu mepet. Toh setelahnya kita bisa banyak bersantai-santai di waiting room sambil menunggu keberangkatan.

Mobil Mogok
            Setelah satu jam di jalan, mobil yang kutumpangi mogok! Kita menepi dari jalan. Aku menolong si empunya mobil memperbaiki mobilnya. Nihil. Mobil tetap saja tidak mau bergerak. Itupun sudah meminta salah satu montir yang ada di bengkel truk untuk memeriksanya. Sayang, montir tersebut tidak memahami seluk beluk mobil yang dipakai itu. “Mesin mobilnya rumit, Pak. Kalau truk, saya paham. Ini harus dibawa ke bengkel resmi, Pak”, ujar montir tersebut.
            Akhirnya aku duduk termangu di jalan. Istri Bapak tersebut mengajakku untuk pergi ke warung. “Kita tunggu di warung seberang sana. Nanti Bapak menyusul kita”, ujar Ibu tersebut.
            Tak berapa lama kemudian, Bapak menyusul ke warung. Beliau mengatakan bahwa montir dari dealer resmi mobil akan menyusul ke sini. Aku senang mendengar hal itu. Aku melihat jam, pukul 15.30 WITA. Sebentar lagi ashar. Pada saat itu aku berpikir sejenak. Aku harus secepatnya sampai ke bandara. Namun aku tidak mungkin meninggalkan mereka hanya karena ingin cepat-cepat sampai ke bandara. Aku akan dianggap tidak tahu diri jika melakukan hal itu. Oleh karena itu, mau tidak mau aku harus menemani mereka terlebih dahulu. Aku memutuskan apabila mobil ini tidak jalan sampai pukul 17.30 WITA, maka aku akan meminta izin untuk berangkat memakai colt. Aku kira mereka pasti memahami situasiku.
 Pukul 17.00 WITA, belum ada tanda-tanda mobil ini akan segera diperbaiki. Mana montir yang katanya tadi mau ke sini sih? Kataku dalam hati. Sepertinya Bapak pemilik mobil mulai merasakan kegelisahanku. “Dek, ayo kita cari colt. Bapak tidak yakin mobilnya bakalan jalan. Kamu harus cepat-cepat sampai ke bandara bukan?” Ujar Bapak.
Kami pun mulai menunggu colt di pinggir jalan. Tidak disangka kami baru dapat colt setelah setengah jam berlalu. Untung saja Bapak mengambil keputusan tepat. Coba saja aku baru mencari colt pukul 17.00 WITA, mungkin bakal lebih lama mendapatkannya. apalagi itu sudah mendekati malam.
Pesan buat teman-teman, persiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Pesan ini memang tidak jauh dari pesan di bagian pertama. Pada intinya, teman-teman harus punya rencana lain dari rencana awal. Yang aku maksudkan di sini adalah opsi-opsi yang akan dilakukan apabila opsi yang pertama tidak bisa dikerjakan. Milikilah plan B apabila plan A tidak bisa dilakukan, begitu pula seterusnya. Tentunya akan mempermudah kita dalam menghadapi masalah apabila kita sudah memiliki rencana yang matang.

Teliti Itu Penting
            Aku sampai di bandara pukul 18.50 WITA. aku tak menyangka kalau perjalanan yang sebenarnya bisa ditempuh selama satu jam (dari posisi mobil mogok tadi), malah menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya. Tak apalah. Yang penting sudah sampai di bandara.  Aku sampai tepat pada saat adzan magrib berkumandang. Aku masih sempat shalat dulu sebentar, lalu kemudian bergegas ke ruang check in.
            Selepas shalat magrib aku bergegas ke tempat check in. Sesampainya di sana, langsung saja aku melakukan prosedur yang ada. Tiba-tiba saja Mbak yang menjaga loket mengernyitkan keningnya. “Mas, pesawat ini telah berangkat satu jam yang lalu”. Hah! Kok bisa! aku mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. aku kembali melihat waktu penerbangan yang ada di tiket. Tidak hanya itu, semua yang ada di sana aku teliti dengan seksama. Tidak ada yang salah. Aku datang tepat waktu.
            Tentu saja aku protes atas kejadian ini. Mbak itu pun kemudian menjelaskan kepadaku bahwa penerbangan memang telah diajukan menjadi pukul 18.00 WITA. dia bertanya kepadaku, apakah ada pemberitahuan dari pihak maskapai perihal pemindahan waktu penerbangan ini. Aku jawab dengan tegas, tidak sama sekali!
            Mereka mulai kebingungan. Siapa yang sebenarnya salah dalam hal ini? dia menanyakanku beragam pertanyaan. Kapan memesan tiket, memesan di mana, langsung datang atau beli e-tiket, pakai calo atau tidak, dan masih banyak lagi. Aku jawab seadanya sesuai dengan caraku membeli tiket. Akhirnya diketahui, asal muasal kesalahan ini. Agen tiket!
            “Apakah ini benar nomor telepon Mas?” Tanya Mbak itu seraya membacakan nomornya. aku menjawab salah, karena ada kelebihan satu angka. Ia pun menyatakan bahwa pihak maskapai mengirimkan sms pemberitahuan ke nomor tersebut, dan mereka mendapatkan nomor itu dari agen tiket. Nah!
            “Kemarin waktu pesan tiket, Mas benar-benar memberikan nomor yang benar tidak? Tanyanya lagi. Memberi nomor? Agen tiketnya saja tidak pernah menanyakannya. Sekali lagi aku meminta keterangan kepada Mbak itu, apakah kesalahan ini bisa ditanggulangi oleh pihak maskapai penerbangan. Ia menjawab apabila kesalahan ini terjadi di pihak pemesan atau agen tiket, mereka tidak bertanggung jawab atas hal itu.
            Dari percakapan di atas, aku menyimpulkan bahwa aku harus meminta keterangan dari agen tiket yang kebetulan adalah temanku sendiri. Kemarin memang aku memesan tiket online, dan kita banyak melakukan komukasi tidak face to face.
            Seketika itu pula aku langsung menelepon agen tiket dan meminta penjelasannya. Akhirnya ia mengakui ketidak ketelitiannya. Pada saat aku memesan tiket, ia tidak memastikan lagi nomor teleponku. Ia langsung mencatat nomor telepon itu dari HP-nya. Memang ada kemungkinan kesalahan terjadi pada saat itu. Benar sekali, nomorku yang ia berikan ke maskapai penerbangan kelebihan satu angka. Seharusnya ia menanyakan lagi kepadaku, apakah nomor itu sudah benar atau belum. Aku kira ini juga berlaku kepada semua orang yang akan membeli tiket kepadanya. Atau ia akan banyak kehilangan pelanggan gara-gara ketidaktelitiannya ini.
            Akhirnya ia mau bertanggung jawab atas kesalahannya. Ia mengganti tiketku. Aku mendapatkan tiket dengan keberangkatan besok hari. Ia menanggung semua biaya. Sip!
            Pesan bagi teman-teman, telitilah! Apalagi dalam masalah seperti ini. Tidak hanya dalam pemesanan tiket, tetapi juga dalam hal yang lain. Seperti kisah di atas. Kelebihan satu angka saja pada nomor telepon telah mengakibatkan kesalahan yang fatal. Ketinggalan pesawat! Haha.
            Selain itu, tidak hanya mengingat akan ketelitian pada diri kita, tetapi juga ketelitian pada lawan bicara (bisnis, komunikasi, dll). Karena kesalahan tidak hanya terjadi pada diri sendiri, tetapi juga pada orang lain. Jangan sampai karena kurang telitinya orang lain mengakibatkan musibah bagi kita. telitilah dengan seksama!

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?