oleh: Muhammad Qamaruddin
Adanya masalah
adalah cara terbaik untuk mengeksplorasi diri dalam menghadapi kerasnya
kehidupan. Dari sanalah manusia dapat memberikan respon balik ketika tertimpa
masalah lainnya. Belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan, dan belajar
dari kebenaran yang telah didapat oleh orang lain maupun diri sendiri. Jangan pernah
menyingkirkan masa lalu karena dari sanalah terdapat banyak petuah hidup. Experience
is the best teacher.
Nah, aku memang tidak jemu-jemu berkelut ria dengan si burung besi
ini. Ada saja cerita yang aku dapatkan darinya. Aku rugi? Tidak sama sekali.
Justru aku dapat membagi pengalamanku kepada yang lainnya. Setiap pengalaman
–baca masalah- dapat dijadikan referensi untuk melangkah dan mengambil
keputusan. Bagiku dan bagi orang lain.
Kali ini aku akan
melanjutkan kisahku bersama pesawat terbang. Aku masih mempunyai beberapa
cerita yang tentu dapat dijadikan bahan pembelajaran.
Pertimbangkan Segala Kemungkinan
Segala kemungkinan
bisa saja terjadi, apapun itu, baik ataupun buruk. Maka dari itu, mempersiapkan
diri untuk menghadapi segala sesuatu adalah hal yang mutlak. Mungkin dari
sanalah muncul istilah risiko. Karena adanya risiko, hadirlah kemudian manajeman
risiko. Mempersiapkan segala sesuatu untuk menghindari kemungkinan terburuk, itulah
manajemen risiko.
Pesawatku akan
lepas landas pukul 20.30 WITA. Sedangkan jarak rumahku sampai ke bandara
(Kandangan-Banjarbaru) dapat ditempuh sekitar 3 jam lebih. Rentan waktu itu
akan bertambah lama apabila naik angkot (colt). Belum lagi kalau
misalnya ada kemacetan.
Dari beberapa
pertimbangan di atas, aku harus sampai ke bandara paling tidak satu setengah jam
dari keberangkatan. Akan lebih baik jika aku sampai bandara lebih cepat dari
itu. Oke, aku pun membuat estimasi waktu.
Alhamdulillah saat
itu aku mendapatkan tumpangan dari tetangga sebelah. Kebetulan mereka mau pergi
ke kota Banjarmasin. Rencananya mereka akan berangkat pukul 13.30 WITA. Sesuai
dengan rencana, bahkan lebih cepat. Kalo di kira-kira aku akan sampai ke
bandara pukul 16.30 WITA (sekitar 3 jam-an). Itu sudah aku perkirakan dengan
adanya kemungkinan macet di jalan. Artinya aku masih mempunyai waktu luang
sekitar 4 jam. Terlalu lama? Tidak. Selain shalat, check in, dan
lain-lain, aku masih bisa menyempatkan diriku untuk membaca buku. Tidak rugi
bukan?
Pesan buat
teman-teman. estimasikan waktu sebaik mungkin ketika akan berangkat melalui
jalur udara. Biasanya penumpang diminta datang 1,5 jam sebelum keberangkatan
untuk penerbangan domestik. Sedangkan untuk penerbangan luar domestik, biasanya
sudah harus di bandara 2 jam sebelum keberangkatan. Ngapain kita di bandara
selama itu? Banyak. Kita harus mengikuti berbagai prosedur yang ada di sana. Check
in, memasukkan tas ke bagasi (jika ada), dan lain sebagainya. Belum lagi
pindah-pindah ruangan. Aku rasa, waktu 1,5 jam itu sangat cukup. Tidak terlalu lama
dan tidak terlalu mepet. Toh setelahnya kita bisa banyak bersantai-santai di waiting
room sambil menunggu keberangkatan.
Mobil Mogok
Setelah satu jam
di jalan, mobil yang kutumpangi mogok! Kita menepi dari jalan. Aku menolong si
empunya mobil memperbaiki mobilnya. Nihil. Mobil tetap saja tidak mau bergerak.
Itupun sudah meminta salah satu montir yang ada di bengkel truk untuk
memeriksanya. Sayang, montir tersebut tidak memahami seluk beluk mobil yang
dipakai itu. “Mesin mobilnya rumit, Pak. Kalau truk, saya paham. Ini harus
dibawa ke bengkel resmi, Pak”, ujar montir tersebut.
Akhirnya aku duduk
termangu di jalan. Istri Bapak tersebut mengajakku untuk pergi ke warung. “Kita
tunggu di warung seberang sana. Nanti Bapak menyusul kita”, ujar Ibu tersebut.
Tak berapa lama
kemudian, Bapak menyusul ke warung. Beliau mengatakan bahwa montir dari dealer
resmi mobil akan menyusul ke sini. Aku senang mendengar hal itu. Aku melihat
jam, pukul 15.30 WITA. Sebentar lagi ashar. Pada saat itu aku berpikir sejenak.
Aku harus secepatnya sampai ke bandara. Namun aku tidak mungkin meninggalkan
mereka hanya karena ingin cepat-cepat sampai ke bandara. Aku akan dianggap
tidak tahu diri jika melakukan hal itu. Oleh karena itu, mau tidak mau aku harus
menemani mereka terlebih dahulu. Aku memutuskan apabila mobil ini tidak jalan
sampai pukul 17.30 WITA, maka aku akan meminta izin untuk berangkat memakai colt.
Aku kira mereka pasti memahami situasiku.
Pukul 17.00 WITA, belum ada tanda-tanda mobil
ini akan segera diperbaiki. Mana montir yang katanya tadi mau ke sini sih? Kataku
dalam hati. Sepertinya Bapak pemilik mobil mulai merasakan kegelisahanku. “Dek,
ayo kita cari colt. Bapak tidak yakin mobilnya bakalan jalan. Kamu harus
cepat-cepat sampai ke bandara bukan?” Ujar Bapak.
Kami pun mulai
menunggu colt di pinggir jalan. Tidak disangka kami baru dapat colt setelah
setengah jam berlalu. Untung saja Bapak mengambil keputusan tepat. Coba saja
aku baru mencari colt pukul 17.00 WITA, mungkin bakal lebih lama
mendapatkannya. apalagi itu sudah mendekati malam.
Pesan buat
teman-teman, persiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Pesan ini memang tidak
jauh dari pesan di bagian pertama. Pada intinya, teman-teman harus punya
rencana lain dari rencana awal. Yang aku maksudkan di sini adalah opsi-opsi
yang akan dilakukan apabila opsi yang pertama tidak bisa dikerjakan. Milikilah plan
B apabila plan A tidak bisa dilakukan, begitu pula seterusnya.
Tentunya akan mempermudah kita dalam menghadapi masalah apabila kita sudah
memiliki rencana yang matang.
Teliti Itu Penting
Aku sampai di bandara pukul 18.50 WITA. aku tak menyangka kalau
perjalanan yang sebenarnya bisa ditempuh selama satu jam (dari posisi mobil
mogok tadi), malah menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya. Tak apalah. Yang
penting sudah sampai di bandara. Aku
sampai tepat pada saat adzan magrib berkumandang. Aku masih sempat shalat dulu
sebentar, lalu kemudian bergegas ke ruang check in.
Selepas shalat magrib aku bergegas ke tempat check in. Sesampainya
di sana, langsung saja aku melakukan prosedur yang ada. Tiba-tiba saja Mbak
yang menjaga loket mengernyitkan keningnya. “Mas, pesawat ini telah berangkat
satu jam yang lalu”. Hah! Kok bisa! aku mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya
terjadi. aku kembali melihat waktu penerbangan yang ada di tiket. Tidak hanya
itu, semua yang ada di sana aku teliti dengan seksama. Tidak ada yang salah.
Aku datang tepat waktu.
Tentu saja aku
protes atas kejadian ini. Mbak itu pun kemudian menjelaskan kepadaku bahwa
penerbangan memang telah diajukan menjadi pukul 18.00 WITA. dia bertanya
kepadaku, apakah ada pemberitahuan dari pihak maskapai perihal pemindahan waktu
penerbangan ini. Aku jawab dengan tegas, tidak sama sekali!
Mereka mulai kebingungan.
Siapa yang sebenarnya salah dalam hal ini? dia menanyakanku beragam pertanyaan.
Kapan memesan tiket, memesan di mana, langsung datang atau beli e-tiket, pakai
calo atau tidak, dan masih banyak lagi. Aku jawab seadanya sesuai dengan caraku
membeli tiket. Akhirnya diketahui, asal muasal kesalahan ini. Agen tiket!
“Apakah ini benar
nomor telepon Mas?” Tanya Mbak itu seraya membacakan nomornya. aku menjawab
salah, karena ada kelebihan satu angka. Ia pun menyatakan bahwa pihak maskapai
mengirimkan sms pemberitahuan ke nomor tersebut, dan mereka mendapatkan nomor
itu dari agen tiket. Nah!
“Kemarin waktu
pesan tiket, Mas benar-benar memberikan nomor yang benar tidak? Tanyanya lagi.
Memberi nomor? Agen tiketnya saja tidak pernah menanyakannya. Sekali lagi aku
meminta keterangan kepada Mbak itu, apakah kesalahan ini bisa ditanggulangi
oleh pihak maskapai penerbangan. Ia menjawab apabila kesalahan ini terjadi di
pihak pemesan atau agen tiket, mereka tidak bertanggung jawab atas hal itu.
Dari percakapan di
atas, aku menyimpulkan bahwa aku harus meminta keterangan dari agen tiket yang
kebetulan adalah temanku sendiri. Kemarin memang aku memesan tiket online, dan
kita banyak melakukan komukasi tidak face to face.
Seketika itu pula aku langsung menelepon agen tiket dan meminta
penjelasannya. Akhirnya ia mengakui ketidak ketelitiannya. Pada saat aku
memesan tiket, ia tidak memastikan lagi nomor teleponku. Ia langsung mencatat
nomor telepon itu dari HP-nya. Memang ada kemungkinan kesalahan terjadi pada
saat itu. Benar sekali, nomorku yang ia berikan ke maskapai penerbangan
kelebihan satu angka. Seharusnya ia menanyakan lagi kepadaku, apakah nomor itu
sudah benar atau belum. Aku kira ini juga berlaku kepada semua orang yang akan
membeli tiket kepadanya. Atau ia akan banyak kehilangan pelanggan gara-gara
ketidaktelitiannya ini.
Akhirnya ia mau
bertanggung jawab atas kesalahannya. Ia mengganti tiketku. Aku mendapatkan
tiket dengan keberangkatan besok hari. Ia menanggung semua biaya. Sip!
Pesan bagi
teman-teman, telitilah! Apalagi dalam masalah seperti ini. Tidak hanya dalam
pemesanan tiket, tetapi juga dalam hal yang lain. Seperti kisah di atas.
Kelebihan satu angka saja pada nomor telepon telah mengakibatkan kesalahan yang
fatal. Ketinggalan pesawat! Haha.
Selain itu, tidak
hanya mengingat akan ketelitian pada diri kita, tetapi juga ketelitian pada
lawan bicara (bisnis, komunikasi, dll). Karena kesalahan tidak hanya terjadi
pada diri sendiri, tetapi juga pada orang lain. Jangan sampai karena kurang
telitinya orang lain mengakibatkan musibah bagi kita. telitilah dengan seksama!
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?