Oleh: Mohammad Ali
øÎ)
ÏMs9$s%
ßNr&tøB$#
tbºtôJÏã
Éb>u
ÎoTÎ)
ßNöxtR
s9
$tB
Îû
ÓÍ_ôÜt/
#Y§ysãB
ö@¬7s)tGsù
ûÓÍh_ÏB
(
y7¨RÎ)
|MRr&
ßìÉK¡¡9$#
ÞOÎ=yèø9$#
ÇÌÎÈ
35. (ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku,
Sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi
hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). karena itu terimalah
(nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui".
(QS Ali’Imran [34]:3)
Ada sebuah peristiwa yang sangat menarik
untuk disimak, dan mungkin ini menjadi renungan kita bersama. Jika ada salah
satu ulama mempunyai putera, ketika memberi nama pasti menyelipkan namanya
sendiri di belakangnya, contoh Syamsul Arifin. Nama anaknya Solehuddin Arifin, ada
nama ayahnya di belakangnya. Ada lagi yang namanya Nilna Faizah Fadli,
kebetulan nama ayahnya adalah Fadli. Sejenak penulis berpikir dan merenungkan
diri untuk memahami arti dari sebuah nama tersebut. Timbul tanda tanya di benak
penulis, apakah hanya sekedar gaya atau gimana? Ciyus myapah.
Ternyata setelah penulis amati, ada arti
dibalik nama tersebut. Kita ketahui bersama bahwa apa-apa yang kita miliki
sekarang ini merupakan amanah. Namun dari sekian banyak amanah yang kita emban,
yang paling besar adalah anak. Anak merupakan suatu amanah yang paling besar di
semesta alam ini. Sadarkah kita bahwa dalam roda kehidupan ini dalam sekejap
mata, orang tua bisa terangkat derajatnya gara-gara anak. Sebaliknya, dalam
sekejap mata pula, orang tua bisa tercoreng nama baiknya gara-gara tingkah laku
anaknya. Sadarkah kita bahwa banyak dari orang tua yang celaka kelak di akhirat
gara-gara anaknya, dan sebaliknya banyak dari orang tua yang selamat gara-gara anaknya.
Akhirnya penulis paham arti dari sebuah
nama. Jadi tidak heran apabila kebanyakan dari ulama menyelipkan namanya
sendiri di belakang anaknya. Karena anak adalah amanah yang nanti akan dimintai
pertanggung jawaban di akhirat. Maka kita perlu merawat dan menjaga amanah ini
dengan sebaik-baiknya dan jangan salah merawat. Apabila salah merawat yang kena
imbasnya otomatis yang mempunyai, meskipun tidak mengakuinya “Inna min
azwajikum wa-auladikum fitnah” sesungguhnya istrimu dan anakmu adalah cobaan.
Sangat miris sekali apabila seorang ayah
tidak bisa menjaga dan merawatnya, artinya dibiarkan hidup bebas tanpa ada rem
dari orang tuanya. Ingat bahwa pohon yang masih kecil dibentuk seperti apapun
bisa, diluruskan pun bisa. Namun ketika mulai membesar maka mau diluruskan
sangat sulit, kalau di paksa bisa patah. Begitu juga dengan anak ketika masih
kecil dijadikan apa saja bisa. “ kullu mauludin yuwladu alal fitrah”.
Anak yang baru lahir pada dasarnya semuanya suci, dijadikan apa saja bisa,
dijadikan muslim atau kafir, bisa. Itu tergantung dari orang tuanya. Oleh
karena itu perlu adanya semacam perawatan sejak dini serta mendidiknya dengan
memberikan uswatun hasanah suri tauladan yang baik.
Orang tua adalah guru pertama bagi
anaknya. Oleh karena itu yang patut memberikan contoh pertama kali adalah orang
tua. Ingatlah bahwa setiap perilaku orang tua akan di rekam oleh anaknya. kita
ketahui bersama bahwasannya anak bisa makan, berbicara, berdiri, dan lain
sebagainya, karena mencontoh dari orang yang mengasuhnya. Peranan orang tua
sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter seorang anak. Maka apabila ada
anak yang perilakunya kurang baik maka yang perlu ditelusuri adalah sumbernya,
bukan anaknya. Kalau meminjam istilah Ust. Yusuf Mansur, kalau ada rumah yang
bocor kena hujan maka yang perlu dilihat adalah atapnya bukan yang bocor.
Begitupun dengan anak apabila ada suatu yang kurang beres, maka perlu
ditanyakan adalah orang tuanya.
Terinspirasi Dari Sedekah
Dulu ada salah satu pesantren yang cukup
terkenal yaitu daerah Rembang Jawa. Di sana ada sosok yang patut kita tiru.
Sosok itu sebut saja namanya Pak Mustafa. Beliau adalah seorang pedagang. Kelebihan
beliau adalah murah bersedekah. Setiap ada acara, baik itu yang dilaksanakan institusi
dan non institusi, dia pasti menyumbangkan sedekahnya. Berkat sedekah tersebut
dia dikaruniai seorang anak yang luar biasa, namanya Bisri. Setiap ada momen
perlombaan pasti yang memenangkan adalah Bisri, putera Pak Musthafa. Sampai-sampai
dia mampu menerjemahkan Alfiah ke dalam bahasa Jawa. Apabila ada Alfiah yang diterjemahannya
ke dalam bahasa Jawa, pasti pengarangnya adalah Bisri Mustafa.
Karena Bisri orangnya pintar dan alim
akhirnya dia diangkat menantu oleh gurunya. Pada suatu ketika istrinya hamil,
dan Bisri bernadzar, apabila anak yang lahir kelak adalah laki-laki maka akan
aku kasih nama guruku yaitu khalil, ternyata lahir laki-laki dan dikasih nama
Khalil Bisri. Suatu hari istrinya hamil lagi, dan Bisri bernadzar, apabila anak
yang lahir laki-laki lagi, maka akan aku kasih nama ayahku yaitu Musthafa. Akhirnya
lahir laki-laki, dan dikasih nama Musthafa Bisri yang kita kenal sekarang ini
dengan sebutan Gusmus.
Semua putera dan cucu Pak Musthafa menjadi
orang besar. Bisri menjadi kiai besar di Rembang Jawa. Khalil Bisri di zaman Gusdur
menjabat sebagai wakil MPR dan adapun Musthafa Bisri yang kita kenal sekarang
ini dengan sebutan Gusmus merupakan politikus sekaligus sastrawan. Adanya
reputasi kesuksesan dari semua peristiwa tersebut, yang perlu tiru adalah
ayahnya atau kakeknya, bagaimana dia mampu melahirnya anak yang luar biasa,
jangan ditanya orangnya yang sudah sukses. Itulah pentingnya peranan orang tua
dalam membentuk karakter anak.
Mati tapi hidup
“Siapa yang menanam dia yang
memetiknya”. Alangkah bahagianya orang tua yang mempunyai anak yang shaleh.
Jangankan di dunia, di akhirat pun akan mendapatkan kebanggaan. Walaupun dia
sudah meninggal tapi tetap hidup, berkat anak yang shaleh. Ingatlah seluruh
anak Adam ketika meninggal semua amalnya putus kecuali tiga perkara, salah
satunya adalah anak yang shaleh. Maka dari itu anak yang shaleh menjadi amal jariyah
bagi orangtuanya ketika sudah meninggal. Setiap perbuatan baik yang dilakukan
olek anaknya orang tuanya dapat bagian juga.
Tanpa adanya penilaian dari orang yang
mempunyai, maka orang lainlah yang menilainya. misalnya Musthafa Bisri sukses
menjadi orang besar, pasti yang menjadi guyonan orang banyak adalah orang
tuanya. Kenapa dia bisa menjadi orang sukses? Jawabannya pasti, ‘oh pantesan
orang tuanya kiai’. Orang akan menilai sendiri, tanpa memberikan penilaian
sedikitpun darinya, ini di dunia. Adapun di akhirat ada penghargaan khusus dari
Allah, karena dia telah berhasil menjaga dan merawat amanah yang diberikan kepadanya.
Oleh karena itu penulis sangat jeli dan teliti dalam masalah ini. Karena pemuda
besok, tergantung dari pemuda yang ada sekarang ini. “ Rijalu al-gad,
subbanu al-yaum.
Yang tak kalah pentingnya adalah bermanfaat
untuk orang banyak, bangsa dan negara. “Khairu al-nas, anfauhum li an-nas”.
Sebaik-baik manusia adalah orang bermanfaat untuk orang banyak. Itulah yang
sangat dianjurkan oleh baginda nabi Muhammad SAW, yaitu ketika seorang anak
menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain, bangsa dan negara. Otomatis
menjadi nilai tambah (value aded) bagi orang tuanya, baik di dunia
maupun di akhirat, dan setiap ada amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang
anak, maka orang tuanya tidak ketinggalan pula, karena yang menjadi seperti itu
karena orang tuanya. Adapun di akhirat akan menjadi syafaat.
Namun sebaliknya apabila kita tidak bisa
menjaga dan merawat amanah ini, maka yang kenak imbasnya adalah yang mempunyai.
Dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat, tidak menutup
kemungkinan orang tuanya alim, rajin beribadah, namun tidak mengetahui kondisi
anaknya. Maka dosa-dosa yang pikul oleh anaknya, akan dipikulkan juga sama
orang tuanya, Naudzubillahi min dzalik. Oleh karena itu tidak ada maksud
dan tujuan dari penulis kecuali “watawa
saubil haqqi watawa saw bisobr” saling berwasiat dalam kebenaran dan saling
berwasiat dalam kesabaran.
Orang tua bisa
lepas dari tanggung jawab apabila sudah merawatnya dan menjaganya dengan sekuat
tenaga, tapi tidak ada hasil. Maka tanggung jawab orang tua sudah lepas.
Sebagai mahluk Allah kita hanya dianjurkan untuk berusaha, dan bertawakkal.
Hasilnya Allahlah yang paling mengetahui “ Ana urid, Antum turid, wa-Allahu
fa’alun lima yurid”. Aku punya kemauan, kamu punya kemauan, tetapi Allahlah
yang lebih berhak untuk mempunyai kemauan.
Ikhtitam
Ada beberapa tahapan dalam menjaga dan
merawat amanah ini. Yang pertama tidak dibiarkan lepas dari pengendalian orang tua,
walaupun sudah dewasa tetap dijaga. Jadi sejak kecil di jaga dan dirawat, artinya
tidak dibiarkan dalam pergaulan bebas tanpa ada pengendalian dari orang tua.
Yang kedua memberikan suri tauladan yang baik (uswatun hasanah), karena
orang tua adalah guru pertama untuk anaknya, dan apa-apa yang dilakukan oleh
orang tua mulai dari kecil sampai besar akan ditiru oleh anaknya. Yang ketiga
mempersiapkan sejak dini, yang mungkin disiapkan sebelum berkeluarga. Sudah
siapakah anda menjadi seorang ayah untuk anaknya. Yang paling terakhir adalah bertawakkal.
Mohammad Ali
Mahasiswa Ilmu Ekonomi, 2011
Santri PonPes UII
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?