Oleh: Muhammad Qamaruddin
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”. (QS. al-Anbiya [21]: 107)
Agama (din,
religion) adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Secara terminologi
dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan sebagai aturan atau tata
cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya.
Pada hari ini,
banyak sekali agama-agama yang ada di muka bumi ini. Di Indonesia, ada enam
agama yang diakui oleh Negara sesuai dengan UUD 1945. Agama tersebut adalah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Menurut hasil sensus tahun
2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96%
Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13%
agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.
Terkait dengan
pernyataan di atas, tentunya kita sepenuhnya percaya kebenaran agama Islam yang
telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Tak ada keraguan di dalamnya. Inilah agama
yang telah disempurnakan oleh Allah untuk seluruh umat di dunia. Sesuai dengan
firman Allah, “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama-mu, dan
telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu …” (QS Al-Maidah [5]: 3).
Muhammad adalah nabi penutup para
nabi (Khatamun Nabiyyin). Ia adalah nabi akhir zaman. Tidak ada lagi
nabi setelah nabi Muhammad. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surah
al-Ahzab [33] ayat 40. Ia menyampaikan risalah Islamiyah dari Allah SWT kepada
seluruh umat manusia. Kehadiran Muhammad di muka bumi ini tentu saja telah
diramalkan oleh agama-agama sebelum Islam. Tidak hanya dalam kitab suci agama
Yahudi dan Kristen, tetapi juga dalam kitab suci agama lain seperti Hindu,
Budha, dan Zoroaster!
Abdul Haq Vidyarthi, penulis buku Muhammad
in Word Scriptures The Parsi, Hindu and Buddhist Scriptures mencoba untuk
meneliti kitab suci dari agama yang selama ini dianggap sebagai agama
non-samawi. Hasilnya ia menemukan beberapa ramalan tersebut. Memang beberapa
nubuat tersebut bersifat mistik, dan diungkapkan dalam bahasa yang tidak bisa
diterima tepat secara harfiah. Namun, kata Abdul Haq Vidyarthi, kalau kita
menginterpretasikannya dengan cara yang tepat dan mengelaborasikan berbagai
nubuat tersebut dengan fakta sejarah, berbagai nubuat tadi dengan jelas mengacu
kepada Rasulullah Muhammad SAW. Subhanallah!.
Tulisan ini akan sedikit membahas
tentang nubuat Muhammad yang disampaikan oleh Abdul Haq Vidyarthi, khususnya
yang ada pada agama Zoroaster, salah satu agama non-samawi yang ada di dunia.
Zoroastrianisme,
Agama Kuno Bangsa Persia
Secara umum dikenal sebagai Parsi-isme,
agama para ‘penyembah api’, atau magianisme. Pendirinya adalah Zarathustra
atau Zoroaster yang diduga hidup sekitar 1100-550 SM. Dua bagian kitab yang
sangat penting dari agama ini adalah Dasatir dan Vesta (Zend
Avesta). Setiap bagian kitab itu terbagi lagi menjadi dua, Dasatir
dengan Khurda Dasatir dan Kalan Dasatir, dan Vesta dengan
Khurda Avesta dan Kalan Avesta (Zend atau Maha Zend).
Diperkirakan sekarang pemeluk agama ini
tinggal 2 juta orang. Bahkan di negeri asalnya (Iran), pengikut Zarathustra
sekitar 10 ribu hingga 100 ribu orang saja. Sepanjang abad 20, banyak penganut
Zoroastrianisme yang menetap di Iran dan India melakukan migrasi ke
negara-negara lain. Kini, komunitas Zoroastrianisme dapat ditemukan di
kota-kota besar seperti London, New York, Chicago, Boston dan Los Angeles dan
telah hidup berbaur dengan komunitas-komunitas beragama lain.
Sebagian ajaran Zoroaster senada
dengan apa yang disampaikan oleh al-Qur’an. Misalnya saja tentang penciptaan
alam semesta yang berlangsung dalam enam periode waktu, tentang Yim
(Nuh) yang disebut sebagai nabi pertama yang membawa hukum tetapi menolak
mengabarkan kenabiannya, Tuhan juga mengabarkan kepada Yim tentang badai
besar akan segera datang, dan tentunya kabar tentang akan datangnya ‘orang yang
telah dijanjikan’, sama seperti kabar yang disampaikan kepada nabi-nabi lain
seperti Isa al-Masih.
Ketika para sahabat Rasulullah
bertemu dengan para penganut agama Zoroaster, mereka mempelajari agama
tersebut. Mereka menarik kesimpulan bahwa Zoroaster adalah seorang nabi yang
juga mendapatkan wahyu. Oleh karena itulah, mereka memperlakukan para penganut
Zoroasterianisme sebagai bagian dari ‘ahli kitab’. Ia dianggap sebagai salah
satu nabi yang namanya tidak disebut dalam al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan
firman Allah, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum
kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka
ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS al-Mu’min [40]: 78)
Ada banyak nubuat yang jelas di
dalam kitab Zend Avesta. Dalam Vendidad, bagian pertama dari Zend
Avesta, dan Yatshts, bagian kedua dalam kitab yang sama, tercatat
bahwa akan ada penerus Zoroaster yang masih tersembunyi yang akan muncul
setelah Zoroaster. Dijelaskan bahwa akan ada seorang wanita yang mandi di danau
Kasava dan akan hamil. Ia akan melahirkan seorang nabi yang telah
dijanjikan, yang disebut Astvat-ereta atau Soeshyant yang berarti
rahmat bagi dunia. Ialah yang akan melindungi iman Zoroaster, menumpas iblis
dan berhala, dan mensucikan pengikut Zoroaster dari segala kesalahan mereka.
Menurut penjelasan Abdul Haq
Vidyarthi, Kasava yang dimaksud disini bukanlah dalam arti fisik,
melainkan mata air ruhani atau Kautsar dari nabi Muhammad. Melalui Kautsar
inilah, Rasulullah menjadi peneguh semua nabi dan juga menjadi ‘yang
dijanjikan’ yang disebutkan semua agama. Nubuat Zoroaster menyebut, ‘yang
dijanjikan’ akan melindungi berbagai ajarannya seperti halnya dia melindungi
ajaran dari berbagai nabi lainnya.
Dalam Farvardin Yasht, XIII:
17 disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa menyapa Zoroaster di dalam Zend
Avesta dengan cara berikut, “Yang paling perkasa di antara umat Muslim,
wahai Zaratushtra, adalah mereka-mereka yang memegang teguh hukum kuno, atau
mereka-mereka yang ‘Soeshyant’ (belum dilahirkan), yang akan memulihkan
dunia.” Bahkan secara lebih detail di
dalam Farvardin Yasht, XXVIII: 129 dijelaskan sebagai berikut, “Namanya
yang bermakna, Yang Menang, ‘Soeshyant’ (sang Penolong) karena dia akan
bermanfaat bagi seluruh dunia. Dia akan menjadi Astvat-ereta (dia yang
membantu umat bangkit) karena sebagai makhluk, dia akan berdiri menentang
penghancuran yang dilancarkan mereka yang menyembah berhala dan kelompoknya dan
kesalahan orang-orang Mazdaynians.”
Ada satu kata yang perlu dijelaskan, yaitu
‘Astvat-ereta’. Akar dari kata ini adalah ‘astu’ yang berarti memuji
dalam bahasa sanskerta dan zend. Beberapa ahli bahasa
menerjemahkan kata ini sebagai ‘orang yang membangkitkan sesuatu’. Akan tetapi,
sebenarnya bahasa sanskerta lebih dekat kepada Zend dibandingkan
bahasa Persia. Oleh karena itu, kata ‘Astvat-ereta’ menurut akar kata
baik dalam bahasa Zendi maupun sanskerta, berarti ‘yang terpuji’,
yang dalam bahasa Arab berarti ‘Muhammad’! Tidak ada nabi lain kecuali Nabi
Muhammad yang bisa menjadi pengejawantahan nubuat ini dengan begitu cepat.
Adapaun nubuat yang ada di bagian
kedua dari Kitab Zoroastrianisme, yaitu Dasatir. Kitab ini –yang ada
sekarang– terdiri dari lima belas bagian. Pada bagian Sasan I, tercatat
dengan jelas tentang nubuat mengenai munculnya sang Nabi. Disebutkan di
dalamnya bahwa ketika para penganut Zoroastrianisme melupakan agama mereka,
maka akan ada seseorang yang dibangkitkan di tanah arab. Ia bersama pengikutnya
akan menaklukkan bangsa Persia yang sombong. Sebagai ganti dari menyembah api
di kuil-kuil mereka, bangsa Persia akan menghadapkan wajah mereka ke arah
Ka’bah yang dibangun oleh oleh Ibrahim yang akan dibersihkan dari segala
berhala. Mereka akan menjadi rahmat dunia. Merekalah yang akan menaklukkan
Persia, Madian, Tus, Baikh, tempat-tempat suci kaum Zoroastrianisme dan wilayah
sekelililingnya. Nabi mereka adalah seorang manusia yang jernih bertutur
kisah-kisah penuh mukzizat.
Beberapa orang fanatik dari mereka mungkin
saja memalsukan kitab mereka dan menutupi nubuat ini, atau menyatakan bahwa
orang yang dijanjikan tersebut datang dari kalangan Zoroastrianisme. Mereka juga
dapat menyatakan bahwa ini hanyalah tipuan untuk membujuk penganut
Zoroastrianisme untuk memeluk Islam. Namun sangat tidak mungkin seorang nabi
yang dipercaya telah diberi wahyu (yaitu Zarathustra) merendahkan dirinya
sendiri dengan membuat segala macam tipu muslihat semacam itu.
Perlu diingat, sebelum datangnya Nabi
Muhammad SAW, penganut Zoroastrianisme telah kehilangan hampir semua bagian
dari kitab mereka. Mereka mengalami kemunduran moral dan iman. Hal ini tertera
dengan jelas dalam bagian kitab suci mereka, Sasan. Ini adalah tanda
pertama dari kemunculan sang reformis. Mereka begitu mendambakan datangnya sosok
tersebut, dialah Nabi Muhammad SAW.
Epilog
Kedua kitab pegangan dari para
penganut Zoroaster tersebut menyebutkan berbagai nubuat Muhammad dengan jelas.
Berbagai penjelasan terdapat di dalam kitab itu, seperti tentang penyebutan
seorang pria yang dilahirkan di tanah Arab yang namanya adalah Muhammad. Ialah
yang akan menjadi rahmat bagi dunia. Sungguh akan sangat sulit bagi para
penganut Zoroastrianisme untuk menafikan nubuat yang –terlalu– ilustratif,
jelas, dan tegas.
Inilah salah satu bukti kebenaran
datangnya Nabi Muhammad sebagai ‘orang yang dijanjikan’ dalam beberapa kitab
terdahulu. Ia adalah sosok yang dinanti-nanti dan akan meluruskan ajaran tauhid
terhadap Allah SWT melalui agama Islam. Kehadiran Nabi Muhammad menjawab semua
pertanyaan mengenai sosok yang ditunggu pada kitab-kitab tersebut. Sebagai
seorang muslim, apalagi yang perlu kita ragukan? Inilah agama yang sebenar-benarnya
diridhoi oleh Allah SWT. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” (QS Ali Imran [3]: 19). Wallahu
‘alam bish-shawab.
Muhammad Qamaruddin
Staf PSDS Organisasi Santri Pondok Pesantren UII
& Editor LPM Pilar Demokrasi FIAI UII
Tanggapan saya, silahkan anda lihat di blog saya.
BalasHapusTerima kasih.