Jumat, 13 Juli 2012

KEPEMIMPINAN DI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA




Universitas Islam Indonesia (UII) mempunyai sejarah yang panjang di dunia pendidikan Indonesia. Dapat dikatakan UII adalah universitas pertama yang dibangun atas dasar cita-cita luhur dari tokoh-tokoh nasional Indonesia. inilah wujud dari keinginan untuk mengembangkan basis pendidikan yang bercorak nasional dan islamis. Atas dasar inilah, UII terus memberikan sumbangsih terhadap pendidikan Indonesia.

UII didirikan bertepatan pada tanggal 27 Rajab 1364 H atau 8 Juli 1945 di Jakarta. Pada saat itu, nama yang dipakai adalah Sekolah Tinggi Islam (STI). Pendirian ini diprakasai oleh beberapa tokoh Indonesia seperti  Muhammad Hatta Mr. Roem, M. Natsir, KH Wakhid Hasyim dan KH Abdul Kahar Muzakkir. Setelah dipindahkan ke Yogyakarta, maka STI pun diresmikan kembali oleh Presiden Soekarno pada 27 Rajab 1364 atau 10 April 1946. Tidak berapa lama kemudian, nama STI diubah menjadi Universitas Islam Indonesia atau yang disingkat UII. Dalam perjalanan sejarahnya, secara tidak langsung UII mendorong tumbuh dan berkembangnya perguruan-perguruan tinggi di berbagai kota di Indonesia dan UII secara nyata menjadi bagian dari sejarah pendidikan nasional itu sendiri.
Ketika pertama kali dibuka, STI berada di bawah kepemimpinan Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir. Ia  tetap dipertahankan ketika UII dihadirkan sebagai pengganti STI pada 4 Juni 1948. Beliau menduduki jabatan sebagai Rektor UII sampai tahun 1960. Kepemimpinan (baca: Rektor) berlanjut hingga sampai saat ini. Apabila dihitung, sudah hampir berganti sebanyak 13 dekade. Saat ini UII berada di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Drs. Edy Suandi Hamid, M.Ec. Berikut adalah urutan nama rektor UII sejak dididirikan sampai sekarang:
1.         Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir (1945 - 1948 / 1948 - 1960)
2.         Prof. Mr. RHA. Kasmat Bahuwinangun (1960 - 1963)
3.         Prof. Dr. Sardjito (1963 - 1970)
4.         Presidium H. GBPH Prabuningrat (1970 - 1973)
5.         H. GBPH Prabuningrat (1973 - 1982)
6.         Prof. Dr. Ace Partadiredja (1982 - 1989)
7.         Presidium Prof. H. Zaini Dahlan, MA (1989)
8.         Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M.Sc. (1990 - 1993)
9.         Pjs. Rektor Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M.Sc. (Januari 1994)
10.       Prof. H. Zaini Dahlan, MA (1994 - 1998)
11.       Prof. H. Zaini Dahlan, MA (1998 - 2002)
12.       Dr. Ir. Luthfi Hasan, MS. (2002 - 2006)
13.       Prof. Dr. Drs. Edy Suandi Hamid, M.Ec. (2006 - sekarang)
           
Menilai kepemimpinan UII saat ini, maka saya teringat dengan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Edi Suandi Hamid tentang program kerja yang diunggulkan:

“Akan melanjutkan apa yang saat ini sudah berjalan on the right track, seperti meningkatkan peringkat world class university yang sudah diraih pertama kali 2 tahun lalu. Juga meningkatkan kompetitivenes UII, yang secara langsung berdampak pada stabilitas pendapatan dosen/karyawan UII dari tahun ke tahun. Peningkatan perolehan hibah/dana penelitian, beasiswa dan sumber-sumber lainnya yang porsi ketergantungan dana dari mahasiswa menurun.
Meningkatkan suasana Islami dan mendorong DPPAI secara internal memperbaiki proses terkait pembelajaran agama di UII, mewujudkan target-target sasaran mutu UII sehingga mendorong meningkatnya daya saing UII. Bekerja dengan target dan quick evalution atas setiap hasil yang diperoleh. Peningkatan kualitas SDM keluarga UII dan perhatian lebih banyak pada kesejahteraan keluarga besar UII, termasuk karyawan kontrak”

                Bagi saya pribadi, di bawah kepemimpinan beliau, hampir semua tujuan tercapai. Apalagi jika melihat dari internal perekonomian UII yang semakin hari semakin menguat. Hal ini sangat berkaitan dengan background beliau yang berasal dari ‘ekonom’. Tentu apabila berbicara tentang ekonomi, maka beliau adalah pakarnya. Sebagai bukti yang tak terbantah, dapat dibangunnya sebuah perpustakaan nan megah. Kemegahannnya pun –katanya- dapat menyaingi Gedung Kahar Mudzakir yang ada di sebelahnya. Sebuah prestasi yang sangat mengagumkan.
Di lain hal, berbicara tentang masalah akademik, sebagai Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), perjuangan beliau mempertahankan eksistensi PTS di Indonesia patut diacungi jempol. Menurut beliau, PTS tidak hanya sekedar ‘menara gading’, namun lebih dari itu. Kehadiran PTS dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat Indonesia. lihat saja, berapa banyak alumni yang bersebaran di seluruh Indonesia. mereka menjadi pemimpin masyarakat.
Saya juga merasa, pada masa kepemimpinan beliau ini, banyak kerjasama-kerjasama yang dibuat dengan beberapa Negara, baik dari segi akademik maupun dalam kerjasama lainnya. Hal ini membuktikan betapa kuatnya keinginan beliau mewujudkan UII sebagai world class university. Tak ayal lagi, UII tidak lagi sebuah universitas yang asing.
            Mari kita lihat posisi UII di mata dunia pendidikan. Dari sumber yang saya dapatkan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta diklaim sebagai perguruan tinggi swasta (PTS) terbaik di DIY dan nomor dua secara nasional 2012. Prestasi tersebut merujuk pernyataan 4 International College and University (4ICU), yaitu lembaga pemeringkat perguruan tinggi di dunia. UII secara nasional berada di urutan ke-13. Raihan UII hanya kalah dari Universitas Gunadarma, Jakarta, yang menempati peringkat keempat atau pertama sebagai PTS terbaik di Indonesia. semua prestasi ini tentunya tidak lepas dari peran sang rektor yang giat dalam mempromosikan UII.
Terlepas dari itu semua, banyak hal yang perlu dikritik. Bagi saya pribadi sebagai seorang mahasiswa sangat mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan (baca: kampus UII). Memang UII mendapatkan banyak prestasi, namun saya mendapat kesan bahwa itu hanyalah ‘bungkus kacang’ UII yang terus diperjuangkan. Bayangan saya, UII terlalu banyak menutup keburukan dan terus mengumbar-umbar kebaikan. Semua itu mempunyai tujuan, yaitu pengakuan sebagai PTS terbaik. Ada banyak hal yang dipinggirkan dan dihiraukan. Dengan kata lain, yang penting ‘bungkusnya’ dulu, baru isinya. Hal ini juga –menurut saya- didukung oleh rektornya sendiri. Logikanya, mana ada rektor yang mau universitasnya dipandang buruk oleh orang-orang? Maksud saya mengkritik hal ini adalah perlunya ‘balancing’ atau keseimbangan antara ‘promosi’ dengan perbaikan SDM yang ada internal UII, baik dari mahasiswa maupun dari pihak universitas sendiri. semoga UII ke depannya semakin lebih baik di bawah kepemimpinan beliau ataupun rektor terpilih berikutnya. Amin. (Muhammad Qamaruddin)


   

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?