Rabu, 30 Januari 2013

MEMBANGUN GENERASI TANGGUH (REFLEKSI HARI SUMPAH PEMUDA)



oleh: M. Iqbal Zen
 

dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S. An-Nisa [4] : 9)
P
emuda hari ini, pemimpin masa mendatang. Semboyan inilah yang harus dipegang teguh oleh seluruh elemen bangsa khususnya oleh para pemuda disaat semakin maraknya terjadi degradasi dan dekadensi moral (etika).  Ironis memang  terhadap apa yang terjadi saat ini dengan pelbagai permasalahan dan konflik yang semakin menjamur. Mulai dari ‘orang kecil’ sampai ‘orang besar’ tak mengenal batas. maka, sudah menjadi tanggungjawab bersama di pundak para pemuda untuk terus berkarya, menempa diri memperbaiki kondisi bangsa

           Momen yang tepat bagi kita bersama untuk mengulas kembali (flashback) terhadap apa yang telah diperjuangkan oleh para pemuda pada 83 tahun yang lalu demi sebuah pengakuan terhadap eksistensi bangsa dan pemuda. Peristiwa yang menandai lahirnya sebuah bangsa yang bertekad menjadi satu bangsa, bahasa dan tanah air. Kerelaan mengorbankan jiwa, raga dan tenaga untuk menjadikan bangsa yang lebih bermatabat. Semangat yang membara, gigih dan kritis selalu ditonjolkan dan dikibarkan, karena memang itulah yang mencerminkan diri sebagai seorang pemuda.
            Peran pemuda yang sering disebut sebagai agent of change memang sangat memegang peranan penting dalam proses rekontruksi bangsa. Kontribusi aktif pemuda amatlah dibutuhkan dalam segala lini dan aspek. Bangsa yang besar berawal dari pemuda yang besar pula. Bagaimana akan menjadi bangsa yang besar jikalau pemudanya selalu dibuai dengan kesenangan-kesenangan belaka tanpa berfikir panjang terhadap konsekuensi yang akan terjadi pada akhirnya. Jika demikian halnya dengan membiarkan virus ini semakin menjadi dan tidak mau peduli maka, hal itu dapat menggerogoti, menghancurkan bahkan memporak-porandakan mental dan moral dari suatu bangsa. Maka, Eksistensi dari seorang pemuda terlihat ketika ia telah mampu mensinergikan sumber daya yang ia miliki secara totalitas.
Mulai dari sekarang,
            Langkah awal dalam rangka memperbaiki karakter bangsa adalah figur pemuda harus dicetak dan dilahirkan sebagai generasi yang tangguh. Generasi yang tahan banting terhadap persoalan kekinian yang kian kompleks. Generasi yang memiliki kredibilitas super yang mampu mengaplikasikan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan dan kemampuan. Maka dalam rangka mencetak generasi yang tangguh ini, penulis mengklasifikasikan setidaknya ada 3 syarat yang harus ada.
Pertama, Tangguh Emosional-Spritual, Tentunya dalam pembentukan generasi yang tangguh bermula dari dalam diri (Internal). Kebersihan hati memegang peran penting disini. Ketika hati tersebut telah bersih dari segala noda-noda dan pelbagai macam ‘kepala unggas’ yang selalu menyeru untuk menuruti hawa nafsu maka segala yang diamalkan itu tidak akan beroposisi dengan jalur yang telah ditentukan syari’at (ad-dien). Maka kontrolnya adalah hati.
Contoh kecil kemampuan me’manage’ emosi dapat terlihat ketika ia mampu bersikap ‘ramah’ sebagai peredam amarah. Sikap marah tidak dihadapi dengan marah pula yang kemudian menjadi ‘marah kuadrat’ (semakin menjadi marah). Dapat dianalogikan dengan sebuah batu, manakala batu tersebut dibenturkan dengan batu lainnya tentu yang terjadi antara keduannya atau bahkan semua akan menjadi pecah. Namun, jikalau batu itu dihantamkan dengan tanah liat yang bersifat lentur maka yang terjadi ialah akan bersatunya antar keduanya.      
            Seorang pemuda pula haruslah memiliki cinta (mahabbah) kepada Sang pemilik cinta itu secara totalitas. Menjalankan perintahnya dan segenap amaliah sunnah didalamnya dan berusaha menjauhi larangannya yang tentunya berlandaskan hati yang ihklas dan tulus. Ibnu Athoillah dalam kitabnya al-Hikam menyatakan bahwa ikhlas merupakan ruh dari segenap perbuatan (amaliah). Fungsi dari hati yang ikhlas itu akan menjernihkan, menetralisir, dan menyucikan setiap ‘gerak-gerik’ yang keluar dari tubuh manusia itu sendiri. Sehingga amal itu tidak menjadi sia-sia dan tentu membuahkan hasil yang bermanfaat.
            Seorang sufi perempuan Rabiah al-Adawiyah, menggambar cinta yang sebenarnya hanyalah milik Allah SWT semata. Baginya kecintaanya kepada makhluk akan dapat mengganggu kecintaanya kepada RabbNya.  Sehingga setiap relung hati hanya terisi oleh “cinta abadi”.  Begitu halnya dengan wasiat utama Luqmanul hakim yang berpesan kepada anaknya untuk selalu menomorsatukan Allah SWT dalam berbagai macam keadaan.(Q.S. Luqman[31] : 13).
Tentunya ini mengindikasikan bahwa walau bagaimanapun Allah SWT haruslah didahulukan. Salah satu contoh kecil yang sering terjadi ialah terkadang sementara orang diantara kita ketika waktu shalat datang, akan tetapi seolah tidak menghiraukan panggilanNya dan menunda-nunda untuk melakukan shalat. Sifat menunda-nunda ini-lah yang selau dikumandangkan oleh para ‘Syetan’ yang telah berjanji kepada Allah SWT untuk senantiasa membuat manusia lalai kepadaNya.  
            Manakala keadaan spiritual dari seorang pemuda telah kuat, maka dalam melakoni kehidupannya tentu tidak akan berlandaskan pada hawa nafsu belaka.  Kecenderungan memetuskan secara sepihak dalam artian mementingkan hawa nafsu belaka ini akan menimbulkan ‘kerusakan’ hasil paripurna dari sebuah amaliah.  
Kedua, Tangguh Intelektual. Selanjutnya, pemuda pula harus memiliki wawasan yang luas. Berinteraksi dengan zaman. Membaca terhadap kejadian yang ada. Seorang pemuda yang intelek tidak akan merasa puas terhadap hasil yang telah ia gapai. Rasa hausnya terhadap ilmu pengetahuan tiada hentinya. Bisa diibaratkan dengan seorang yang meminum air laut, semakin ia minum maka bukan hilang rasa dahaganya melainkan semakin haus apa yang ia rasakan.
 Tindakan dari seorang pemuda yang “intelek” tercermin dari setiap kebijakan yang ia ambil. Tidak sembarang men’justice’ tanpa dasar. Tidak berbicara tanpa manfaat.Yang tentunya semua itu bermuara pada pelbagai sumber dan pemahaman kontemplatif.
Lebih lanjut lagi, peran kontruktif-transformatif seorang pemuda sangatlah berpengaruh dalam menyongsong sebuah ‘kesuksesan’. Penulis maksudkan disini ialah selalu melakukan pembaharuan (tajdid) dan berkolaborasi sehingga tidak terjadi ‘kebekuan’ tanpa adanya perubahan. Disamping selalu aktif dan kreatif mengambil setiap kesempatan yang ada yang tentunya berorientasi pada sebuah nilai akhir yang baik, menggunting dalam lipatan dan menyalip dalam tikungan. Apabila seperti itu halnya, maka ‘sirkulasi’ dari sebuah keberhasilan dan kesuksesan itu akan lancar dan tidak akan ‘macet’ ditengah jalan.  
Ketiga, Tangguh Finansial (maal). Selain kedua syarat yang harus dimiliki bagi sebuah generasi, untuk menciptakan generasi tangguh ialah tangguh secara finansial. Tidak dapat dipungkiri bahwa ‘materi’ merupakan sebuah penunjang kehidupan dan ‘wasilah’ menggapai ridho Illahi. Tingkat kemiskinan yang semakin meningkat pada masyarakat kita tentu akan mengganggu stabilitas dari roda kehidupan sehingga tidak menutup kemungkinan semakin meningkat pula jumlah kriminalitas. Hal ini dikarenakan salah satu yang menyuplai penyebab perbuatan kriminal ialah karena faktor finansial. Untuk dapat membentuk generasi yang tangguh secara financial tentunya kita dituntut untuk tidak berpangku tangan (bekerja) memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tentunya jalan yang ditempuh untuk mendapatkannya haruslah dengan jalan yang sesuai dengan syari’at. Diperlukan kerja keras untuk mencari rezki yang telah disiapkan Allah SWT bagi siapa yang hendak menjemputnya, tidak hasil mencuri atau korupsi, main ‘sodok’ sana-sini, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW sendiri mencontohkan bahwa ia pun bekerja untuk menutupi kehidupan sehari-harinya (sandang, papan, pangan). Allah SWT pun mengisyaratkan dalam al-Quran : wa la tansa nashibaka min addunya (janganlah kamu melupakan duniamu). Yang perlu dicermati bersama ialah peran kedua syarat yang telah penulis sebutkan diatas memiliki keterkaitan yang amat harmonis sebagai alat pengontrol. Jangan sampai dengan permasalahan ini (finansial) membuat kita saling bermusuhan apalagi sampai melupakan kita kepada Sang Pemilik segalanya. Na’udzubillah.
Ikhtitam, Satukan Tekad.
            Masih menjadi pertanyaan besar bagi kita bersama ialah sudahkah kita menjadi seorang pemuda yang tangguh dalam berbagai hal. Emosional-Spritual, Intelektual, dan financial. Maka oleh karenanya, bersamaan dengan hari sumpah pemuda ini, kebulatan tekad bersama untuk membagun generasi yang tangguh masih menjadi ‘PR’ kita bersama.
            Penulis menyadari bahwa dalam upaya pembentukan sebuah generasi yang tangguh tidaklah seperti halnya membalikkan telapak tangan yang hanya sekejap. Butuh waktu dan proses yang panjang serta pengorbanan yang berat. Namun, yang perlu digarisbawahi bersama ialah seseorang tidak akan merasakan manisnya sesuatu sebelum ia merasakan pahitnya. Asal mula sesuatu pada dasarnya adalah pahit, yang menjadikan manis ialah nilai perjuangan yang terkandung didalamnya. Sehingga kenikmatan sejatinya ialah bagi mereka yang dalam upaya pendakiannya dilalui dengan cucuran keringat. HadanaAllahu wa iyyakum ajma’in. Wallahu’Alam bis ash-Shawwab.[]

Iqbal Zen
Santri Ponpes UII,
Mahasiswa Hukum Islam
           
           
           
           
 *Buletin Al-Lulu PP juga dapat diakses di sini

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?