Minggu, 27 Januari 2013

sebuah cerita bersambung (bag 1)


Wahai sang bidadari dunia!
Akulah sang penanti cintamu
Meliuk-liuk rasa rinduku padamu
Sehingga hambar dunia dibuatnya
Itu karnamu!
Walaupun bulan kudapatkan
Akan kutukar jika ada senyumanmu
Walaupun matahari menerangi alam
Pikirku cahaya matamu pun dapat mengalahkannya
Andaikan kau memahami keadaan mabukku sekarang…..
Itu karnamu!

            Surat itu datang lagi! Selalu dan selalu! Membuat Anita menjadi gerah. Siapa sih yang mengirimkan surat cinta ini? Tanyanya pada diri sendiri. 

Semenjak empat bulan yang lalu, dia selalu mendapatkan surat cinta berantai ini. Awalnya dia acuh tak acuh dengan surat tersebut. Biasa, orang cantik banyak yang suka! Katanya. Lagipula, rangkaian-rangkaian kata yang ada di surat-surat tersebut lumayan bagus, bisa dijadikan buku kumpulan puisi jika sudah banyak, pikirnya iseng. Makanya dari awal dia menerima surat cinta ini dengan tangan terbuka. Nanti juga orangnya akan muncul sendiri. Tapi, ini sudah empat bulan! Surat itu terus datang! Memang tidak bisa dipastikan datangnya kapan, bisa senin, bisa selasa, rabu, kamis, dan seterusnya. Tapi surat cinta yang baru pasti diterimanya paling lambat satu minggu! Eh, ujung-ujungnya dia  jadi takut dengan surat cinta ini. Jangan-jangan seperti di sinetron-sinetron yang ada di TV. Dia jadi ingat salah satu kisah yang ada di sinetron. Di kisah tersebut,  perempuannya diajak mati bersama oleh sang lelaki yang terus mengiriminya bunga mawar selama 5 tahun, supaya tidak ada yang memilikinya, gitu katanya. Hii! Takut!
            Makanya, sekarang Anita mulai bergerak (emang dari tadi tidak bergerak?), maksudnya bergerak untuk menyelidiki siapa yang semena-mena (lho?) mengirimkan surat ini. Dia mulai menebak-nebak siapa yang telah melakukannya. Si Ardi? Si pemalu itu? Emang dari dulu dia suka Anita, tapi nggak mungkin ah! Di kelas aja, waktu ada tugas buat puisi, eh dia malah menangis waktu disuruh membaca puisi yang sebenarnya belum dibuatnya pada saat itu. Padahal kan bisa aja bilang sama dosennya kalau puisinya belum jadi, kok nangis? Atau si Midun? Rasanya nggak juga deh? Kerjanya kan cuma main game. Si Gangga? Masa sih anak berandalan itu bisa buat puisi sebagus ini? Si Alfi? Si Mamat? Si Surya? Si Rizki? Si Indra? Si Fery? Si Rudy? Sialan! Siapa sih? Atau, apa mungkin….. anak yang datang ini?
            “halloo Anita! Apa kabar? Ike cari-cari dari tadi, eh rupanya di sini!  Buat ike jadi cemas! Hu hu hu!” tawa khasnya membuat Anita jadi manyun. Wanita jadi-jadian ini (alias waria!) datang dengan gaya kemayunya. Si Henny, ngakunya sih namanya itu. Tapi di identify card, namanya Hendi! Masa sih orang ini? Rasanya benar-benar nggak mungkin. Yang mungkin itu, si Henny mengirimkan surat cinta kepada si Ardi atau si Midun. Ha ha!
            “Dapat surat lagi ya?” tanya Henny tiba-tiba, membuyarkan angan Anita.
            “Iya…. Nih suratnya….” Henny mengalihkan pandangannya ke tangan Anita yang mengibas-ngibaskan surat tersebut.
            “Kayaknya tu lelaki suka banget sama you, Anita.” Sambungnya.
            “suka sih suka! Tetapi kenapa harus sembunyi-sembunyian? Kayak hantu aja. Kan gampang, datang ke hadapanku, terus katakan,’Anita, aku cinta kamu, udah kan! Selanjutnya tergantung aku lah! Mau menerimanya atau tidak. Ini…….sudah empat bulan nih! Bukannya buat gue jadi simpati, malah buat gue jadi takut,” jelas Anita.
            “Yah….manusia kan beda-beda. Mereka punya cara masing-masing untuk menyatakan cintanya. Eh BTW, kalo orangnya datang ke hadapanmu, apa you akan menerimanya?”
            “Tergantunglah!” jawab Anita singkat.
            “Tergantung apanya?” Tanya Henny penasaran.
            “Kalo orang ganteng, kaya, punya villa, punya banyak mobil, ngapain kutolak?”
            “huh!” Anita tertawa melihat mulut monyong Henny.
            “Just kidding! Begini Henny! Kalo orang ini muncul di hadapanku, pastinya gue akan menanyakan kenapa dia harus menyatakan cinta dengan cara yang aneh ini.”
            “Terus?” Henny ingin Anita melanjutkannya.
            “Udah ah! Ngapain membicarakan hal ini?” Wajah Henny jadi cemberut. Maunya meniru cemberutnya perempuan, ya tetap aja keliaatan wajah kelaki-lakiannya. Padahal si Henny lumayan ganteng. Sayang…..
            ” Kita jalan yuk!” Ajak si Anita.
            “Ke mana?”
            “Ke mall.”
            “Ide bagus tuh! Sekalian ike juga mau beli bedak baru,” jawab Henny girang.
            “Beli bedak?”
            “Supaya lebih cantik! Masa sih you nggak peduli dengan keperluan-keperluan kita sehari-hari?”
            Keperluan kita sehari-hari? Emang keperluan lu sama dengan gue? Ucap Anita dalam hati. Tapi walaupun begitu, Anita senang berteman dengan Henny, wanita jadian-jadian ini!

* * *

to be continue... 

by: Muhammad Qamaruddin

 

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?