Wahai sang
bidadari dunia!
Akulah sang
penanti cintamu
Meliuk-liuk rasa
rinduku padamu
Sehingga hambar
dunia dibuatnya
Itu karnamu!
Walaupun bulan
kudapatkan
Akan kutukar
jika ada senyumanmu
Walaupun
matahari menerangi alam
Pikirku cahaya
matamu pun dapat mengalahkannya
Andaikan kau
memahami keadaan mabukku sekarang…..
Itu karnamu!
Surat itu datang lagi! Selalu dan selalu!
Membuat Anita menjadi gerah. Siapa sih yang mengirimkan surat cinta ini? Tanyanya pada diri sendiri.
Semenjak empat bulan yang lalu, dia selalu mendapatkan surat cinta berantai ini. Awalnya dia acuh
tak acuh dengan surat
tersebut. Biasa, orang cantik banyak yang suka! Katanya. Lagipula,
rangkaian-rangkaian kata yang ada di surat-surat tersebut lumayan bagus, bisa
dijadikan buku kumpulan puisi jika sudah banyak, pikirnya iseng. Makanya dari
awal dia menerima surat
cinta ini dengan tangan terbuka. Nanti juga orangnya akan muncul sendiri. Tapi,
ini sudah empat bulan! Surat
itu terus datang! Memang tidak bisa dipastikan datangnya kapan, bisa senin,
bisa selasa, rabu, kamis, dan seterusnya. Tapi surat cinta yang baru pasti diterimanya
paling lambat satu minggu! Eh, ujung-ujungnya dia jadi takut dengan surat cinta ini. Jangan-jangan seperti di
sinetron-sinetron yang ada di TV. Dia jadi ingat salah satu kisah yang ada di
sinetron. Di kisah tersebut,
perempuannya diajak mati bersama oleh sang lelaki yang terus
mengiriminya bunga mawar selama 5 tahun, supaya tidak ada yang memilikinya,
gitu katanya. Hii! Takut!
Makanya, sekarang Anita mulai bergerak
(emang dari tadi tidak bergerak?), maksudnya bergerak untuk menyelidiki siapa
yang semena-mena (lho?) mengirimkan surat
ini. Dia mulai menebak-nebak siapa yang telah melakukannya. Si Ardi? Si pemalu
itu? Emang dari dulu dia suka Anita, tapi nggak mungkin ah! Di kelas aja, waktu
ada tugas buat puisi, eh dia malah menangis waktu disuruh membaca puisi yang
sebenarnya belum dibuatnya pada saat itu. Padahal kan bisa aja bilang sama dosennya kalau
puisinya belum jadi, kok nangis? Atau si Midun? Rasanya nggak juga deh?
Kerjanya kan
cuma main game. Si Gangga? Masa sih anak berandalan itu bisa buat puisi sebagus
ini? Si Alfi? Si Mamat? Si Surya? Si Rizki? Si Indra? Si Fery? Si Rudy? Sialan!
Siapa sih? Atau, apa mungkin….. anak yang datang ini?
“halloo Anita! Apa kabar? Ike
cari-cari dari tadi, eh rupanya di sini!
Buat ike jadi cemas! Hu hu hu!” tawa khasnya membuat Anita jadi manyun.
Wanita jadi-jadian ini (alias waria!) datang dengan gaya kemayunya. Si Henny, ngakunya sih
namanya itu. Tapi di identify card, namanya Hendi! Masa sih orang ini? Rasanya
benar-benar nggak mungkin. Yang mungkin itu, si Henny mengirimkan surat cinta kepada si Ardi
atau si Midun. Ha ha!
“Dapat surat lagi ya?” tanya Henny tiba-tiba,
membuyarkan angan Anita.
“Iya…. Nih suratnya….” Henny
mengalihkan pandangannya ke tangan Anita yang mengibas-ngibaskan surat tersebut.
“Kayaknya tu lelaki suka banget sama
you, Anita.” Sambungnya.
“suka sih suka! Tetapi kenapa harus
sembunyi-sembunyian? Kayak hantu aja. Kan
gampang, datang ke hadapanku, terus katakan,’Anita, aku cinta kamu, udah kan! Selanjutnya
tergantung aku lah! Mau menerimanya atau tidak. Ini…….sudah empat bulan nih!
Bukannya buat gue jadi simpati, malah buat gue jadi takut,” jelas Anita.
“Yah….manusia kan beda-beda. Mereka punya cara masing-masing
untuk menyatakan cintanya. Eh BTW, kalo orangnya datang ke hadapanmu, apa you
akan menerimanya?”
“Tergantunglah!” jawab Anita
singkat.
“Tergantung apanya?” Tanya Henny
penasaran.
“Kalo orang ganteng, kaya, punya
villa, punya banyak mobil, ngapain kutolak?”
“huh!” Anita tertawa melihat mulut
monyong Henny.
“Just kidding! Begini Henny! Kalo
orang ini muncul di hadapanku, pastinya gue akan menanyakan kenapa dia harus
menyatakan cinta dengan cara yang aneh ini.”
“Terus?” Henny ingin Anita melanjutkannya.
“Udah ah! Ngapain membicarakan hal
ini?” Wajah Henny jadi cemberut. Maunya meniru cemberutnya perempuan, ya tetap
aja keliaatan wajah kelaki-lakiannya. Padahal si Henny lumayan ganteng.
Sayang…..
” Kita jalan yuk!” Ajak si Anita.
“Ke mana?”
“Ke mall.”
“Ide bagus tuh! Sekalian ike juga
mau beli bedak baru,” jawab Henny girang.
“Beli bedak?”
“Supaya lebih cantik! Masa sih you
nggak peduli dengan keperluan-keperluan kita sehari-hari?”
Keperluan kita sehari-hari? Emang
keperluan lu sama dengan gue? Ucap Anita dalam hati. Tapi walaupun begitu,
Anita senang berteman dengan Henny, wanita jadian-jadian ini!
* * *
to be continue...
by: Muhammad Qamaruddin
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?