Anita
menghempaskan badannya ke tempat tidurnya. Lelah rasanya setelah 5 jam lamanya
berkeliling di mall. si Henny, awalnya semangat sekali mencari bedak yang
ditaksirnya tersebut. Tapi setelah mendapatkannya toko yang menjualnya, dia malah
tidak jadi membeli. Masalahnya, uangnya tidak sebanding dengan harganya. Mau
pinjam juga dengan Anita pun tidak akan dikasih. Makanya! Kalo mau beli
sesuatu, disiapkan uangnya betul-betul! Begini deh jadinya! Mulut manyunnya
berpetualang di sepanjang perjalanan di mall!
Pandangan
Anita menerawang langit-langit kamarnya.
Dia kembali memikirkan soal surat
cinta tadi. Di alihkannya padangannya ke atas meja belajarnya. Di sana tersusun rapi surat
cinta yang dikirimkan oleh orang misterius tersebut. Dia bangkit dari tempat
tidurnya dan bersegera mengambil tasnya, dibukanya tas tersebut dan diambilnya surat yang baru saja
didapatkannya. Dibacanya kembali.
Pasti aku mengenal orang ini!
Katanya meyakinkan dirinya sendiri. Bahkan mungkin sangat dekat! Tambahnya
lagi. Sebab, orang ini bisa menyelipkan surat
ini tanpa sepengetahuannya. Di dalam tas, di bukunya, pokoknya orang ini akan
meletakkan surat
tersebut di dekat barang-barang kepunyaan Anita tanpa sepengetahuannya.
Kemungkinan besar, dia meletakkan surat
tersebut ketika si Anita meninggalkannya di suatu tempat. Dan itu sudah
berjalan selama empat bulan! Bagaimana sih caranya?
Kini Anita beranjak dari tempat
tidurnya menuju meja belajarnya. Di baca-bacanya kembali surat puisi yang dikirimkan orang misterius
tersebut. Entah mengapa Anita begitu terpana dengan rangkaian kata-kata yang
ada di dalamnya. Siapakah orang ini?
Sebenarnya Anita juga penasaran,
gimana sih rasanya pacaran. Kata teman-temannya sih, enak gitu! Enak? Emang
makanan! Terus terang, dia belum pernah pacaran. Padahal banyak laki-laki yang
suka padanya. Tapi sampai saat ini tidak ada yang berani menyatakan cinta
secara terang-terangan. Wajarlah, ayahnya seorang polisi yang taat beridabah,
dan tidak ingin anaknya pacaran sebelum kawin. Ayahnya terus menasehatinya agar
jangan terjatuh dengan perbuatan nista tersebut. ‘Sekolahmu akan berantakan
jika kau pacaran!,’ kata ayahnya kepadanya. Makanya untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan, ayahnya mewajibkan si Anita untuk memakai jilbab jika keluar
rumah. Mau tak mau Anita menuruti kemauan ayahnya. Dia memang tidak berani
membantah kemauan ayahnya tersebut.
Pada awalnya dia merasa agak
terganggu dengan kain yang menutupi rambutnya tersebut, tapi dengan
bertambahnya umur, dia semakin paham akan agama dan sekarang dia memakai penutup hijab tersebut
dengan senang hati. Walaupun tabiatnya masih tidak islami, tinggal menunggu
waktu dari Sang Pencipta untuk membuatnya menjadi muslimah yang kaffah. Insya
Allah!
Diambilnya salah satu kertas yang
berada ditumpukan surat
puisi di mejanya. Dibacanya pelan-pelan sambil menghayati apa yang ada di
dalamnya.
Kubiarkan hatiku
dibelai kasih sayangmu
Sunyiku bukanlah
ketakutanku
Cintakulah yang
berkobar
Yang akan
menerobos sukmamu
Akan terus
menerobos lorong-lorong kesepianmu
Relakanlah wujud
ini menjadi sang penghibur barumu
Tidakkah kau
sadar
Keberadaanmu
membuatku merasa tidak sia-sia diciptakan
Aku
untukmu……bukan untuk yang lain
Terimalah cawan
cinta ini! Sambutlah! Sambutlah!
* *
*
by: Muhammad Qamaruddin
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?