Selasa, 05 Februari 2013

sebuah cerita bersambung (bag 5)


Oleh: Muhammad Qamaruddin

Rupa-rupanya cintamu telah memenjarakanku
Di dalam belenggu yang belum pernah kurasakan
Kamu kata aku tersiksa dengannya
Tidak! Aku menikmatinya
Itulah aku!
Cintaku padamu telah melebihi akal manusia
Jangan kau bacanya dengan mata yang dimiliki manusia pada umumnya
Tapi bacalah dengan mata batin
Pahami dengan memerah kandungannya
Karna cinta tidak bisa di lihat
Tapi bisa dirasakan

            Puisi baru! Anita baru mendapatkannya di dalam bukunya yang tadi ketinggalan di perpustakaan. Bagaimana dia bisa tahu kalau itu adalah bukunya yang ketinggalan? Aneh! Semakin dipikirkan semakin tidak jelas.

            Tiba-tiba si Lia datang menghampirinya sambil terengah-engah.
            “Nit….!” Katanya.
            “Kenapa sih?”
            “Lu nggak sadar ya?”
            “Yang gue tahu sekarang, lu datang kepada gue sambil terengah-engah.”
            “Coba tengok laki-laki itu,” Lia menunjuk laki-laki yang ada di seberang perpustakaan dengan isyarat mata.
            “Yang mana sih?” Anita hanya menggerakkan matanya sambil mencari sosok yang dimaksud Lia.
            “Tuh! Yang pakai baju motif kotak-kotak biru.” Kali ini Lia hanya memandang Anita seraya meyakinkannya. Anita baru mendapatkan sosok yang dimaksud Lia.
            “Emang kenapa dengan lelaki itu?”
            “Lu nggak sadar ya?”
            “Dari tadi juga gue bilangin, gue nggak tahu. Emang dia artis ya? Lu mau minta tandanya ya? Mau gue temenin ke sana?”
            “Aduh…! Bukan itu!”
            “Terus?”
            “Gue lihat dari tadi dia ngikutin lu terus.”
            “Are you sure? Masa sih?” Anita tidak yakin.
            Masa gue bohong sih! Naa! Tu tadi dia lihat kamu.” Terang Lia. Anita memandang lelaki tersebut.
            “Mana! Nggak mandang sini kok?”
            “Ya jelas lah dia mengalihkan pandangannya. Kayaknya dia sadar kalau dia sekarang ketahuan.”
            “Lalu, apa yang harus gue lakukan?”
            “Lu lihat nggak apa yang ada di tangannya?” Anita mencoba melihat apa yang sedang dipegang oleh lelaki tersebut. Sangat jelas! Note book dan pulpen!
            “Lu sadar nggak?” Anita memandang Lia. Kemudian secara bersamaan mereka mengucapkan,”Jangan-jangan!”
            Selain Henny, Lia dan si Nana sudah mengetahui perihal puisi cinta yang selalu didapatkan Anita. mereka pun bersedia untuk membantu Anita menyelidiki siapa yang telah melakukannya.
            Dan kali ini mereka sepertinya mendapatkan titik terang. Lelaki itu! Apakah dia yang telah menuliskan puisi cinta tersebut untuk Anita. apalagi sekarang lelaki tersebut ketahuan mengikuti Anita sambil memegang note book dan pulpen, seperti hendak menulis sesuatu. Apakah mungkin lelaki ini yang membuat puisi untuk Anita?
            “Kenapa lu, Nit?” Lia heran melihat Anita yang senyum-senyum sendiri.
            “Hah? Nggak….” Anita menutup mulutnya yang masih tersenyum.
            “Yee! Lu naksir ya sama laki-laki itu?”
            “Ah! Biasa aja ah! Tapi…..laki-laki itu lumayan ganteng juga ya!”
            “Apa gue bilang! Gimana sih lu, Nit?”
            “Kan dulu gue pernah bilang kalo orang yang menulis puisi cinta ini muncul di hadapan gue, ya….bisa jadi gue jatuh cinta. Lagian juga kalo benar orang itu adalah dia yang misterius itu, wah! Betapa beruntungnya gue! Tampangnya lumayan cakep tuh. Lia!”
            “Emang lu yakin lelaki itu yang telah mengirimkan puisi-puisi tersebut kepadamu?” Anita tersadar dari angan-angannya.
            “Iya juga ya! Kenapa gue langsung yakin kalau lelaki tersebut yang mengirimkannya? Padahal kan bisa aja bukan dia…”
            “Tapi kalo bukan dia, lalu kenapa dia mengikuti lu ya?”
            “Ya nggak tahulah!”
            “Eh! Dia ke sini!” Lia memberitahu Anita sambil berbisik. Anita menoleh ke tempat laki-laki tadi bersembunyi. Dan memang laki-laki itu sekarang berjalan menuju ke arah mereka berdiri. Jantung Lia berdegup cepat. Mungkin lebih cepat dari jalannya kereta api.
            “Ah! Masa sih mau kesini? Mau ke perpustakaan kali!” Kata Anita mencoba menebak-nebak.
            “Dia tersenyum tuh!” Lia menambahkan. Kali ini Anita jadi ragu dengan apa yang diucapkannya sendiri tadi. Laki-laki itu memang jelas-jelas tersenyum kepada mereka. Tak tahu apa maksud dari senyuman itu.
            “Apa sebaiknya gue ke dalam perpustakaan ya?” Tanya Anita kepada Lia. 
            Eh! Ngapain balik lagi ke pustakaan? Katanya mau ketemu?” Lia menarik lengan baju Anita.
            “kayaknya belum siap deh…” Anita melirik laki-laki itu. Semakin dekat! “Udah deh Lia! Gue mau ke dalam!” Anita berusaha melepaskan  lengan bajunya yang dipegang oleh Lia.
            “Kita harus menyelesaikannya, Nit!” Lia meyakinkan sambil memicingkan matanya kepada Anita. betul juga kata Lia.
            “Assalamu’alaikum!” Laki-laki tersebut keburu mengucapkan salam kepada mereka. Anita tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali….pasrah!
            “Wa’alaikum salam!” Lia menyambut salam tersebut sambil menyenggolkan sikunya ke Anita.
            “Wa..wa’alaikum salam!” Anita menjawab terbata-bata. Kenapa sih kamu Anita? gini deh orang yang belum pernah pacaran kalau ketemu orang cakep. Salah tingkah!
            Sepertinya saya sudah ketahuan ya!,” Akunya sambil menundukkan kepala kepada mereka. Nah! Betul kan!
            Sebelumnya saya minta maaf kepada…..e….,” laki-laki itu buru membolak-balik kertas note book yang ada di tangannya. Sepertinya sedang mencari sesuatu ” Ah! Iya! Anita!” Ucapnya tiba-tiba. Lia tersenyum sinis seraya melihat tingkah pongah laki-laki tersebut. Pura-pura nggak tahu namanya nih! Katanya membatin. Anita masih mematung melihat laki-laki tersebut. “Karena tanpa sepengetahuan anda, saya telah membututi anda,” lanjutnya. Sopan banget sih! Anita terpesona tuh!
            “Betul tuh Anita! dia ngikutin lu,” ujar  Lia membisik kepada Anita seraya menyenggolnya.
            “Hah!” Anita tersadar dari lamunannya.
            “Eh! Kalau gue boleh tahu, kenapa lu ngikutin temen gue!” Ujar Lia kepada lelaki tersebut dengan nada yang lumayan tinggi.
            “Waduh! Galak banget sih! Sabar dong!” Jawabnya.
            “Sabar ya sabar! Tapi jangan gini dong caranya, Mas! Iyakan, Nit. Kasihan teman saya, Mas! tersiksa!” Anita semakin galak.
            “Ah! Iya iya! Betul tuh kata teman saya, Mas!” Kata Anita.
            “Eh Nit! Lu ni gimana sih? Ni kan masalah lu?” Kata Lia kepada Anita. Anita semakin aneh tuh. Salah tingkah!
            “Iya iya! Saya mengakui, memang cara saya salah. Tapi….tersiksa? Masa sebegitunya?”
            “Lebih baik kita bicara baik-baik, Mas! Kenapa Mas mengikuti saya!” Ucap Anita pasti. Kini Anita mulai mengendalikan dirinya. Malu kan kalo masih kayak gitu!
            “Makanya dari tadi juga saya mau menjelaskan, tapi….,” laki-laki itu melirik Lia.
            “Apa lu liat-liat gue!” Katanya garang.
            “Nggak nggak!” Ucapnya sambil tersenyum. Takut nih!
            “Sebenarnya saya terpesona dengan kecantikan anda, Anita!” Ucapnya tanpa ada rasa ingin menahan kalimat yang sebetulnya sangat menyihir bagi para wanita, terlebih bagi Anita! bayangkan! Orang cakep bilang dia cakep! Anita bagaikan terbang ke angkasa.
           
           
* * *

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?