Oleh: Muhammad Qamaruddin
Rupa-rupanya
cintamu telah memenjarakanku
Di dalam
belenggu yang belum pernah kurasakan
Kamu kata aku
tersiksa dengannya
Tidak! Aku
menikmatinya
Itulah aku!
Cintaku padamu
telah melebihi akal manusia
Jangan kau
bacanya dengan mata yang dimiliki manusia pada umumnya
Tapi bacalah
dengan mata batin
Pahami dengan
memerah kandungannya
Karna cinta
tidak bisa di lihat
Tapi bisa
dirasakan
Puisi baru! Anita baru
mendapatkannya di dalam bukunya yang tadi ketinggalan di perpustakaan.
Bagaimana dia bisa tahu kalau itu adalah bukunya yang ketinggalan? Aneh!
Semakin dipikirkan semakin tidak jelas.
Tiba-tiba si Lia datang
menghampirinya sambil terengah-engah.
“Nit….!” Katanya.
“Kenapa sih?”
“Lu nggak sadar ya?”
“Yang gue tahu sekarang, lu datang
kepada gue sambil terengah-engah.”
“Coba tengok laki-laki itu,” Lia
menunjuk laki-laki yang ada di seberang perpustakaan dengan isyarat mata.
“Yang mana sih?” Anita hanya
menggerakkan matanya sambil mencari sosok yang dimaksud Lia.
“Tuh! Yang pakai baju motif
kotak-kotak biru.” Kali ini Lia hanya memandang Anita seraya meyakinkannya.
Anita baru mendapatkan sosok yang dimaksud Lia.
“Emang kenapa dengan lelaki itu?”
“Lu nggak sadar ya?”
“Dari tadi juga gue bilangin, gue nggak
tahu. Emang dia artis ya? Lu mau minta tandanya ya? Mau gue temenin ke sana?”
“Aduh…! Bukan itu!”
“Terus?”
“Gue lihat dari tadi dia ngikutin lu
terus.”
“Are you sure? Masa sih?” Anita
tidak yakin.
“Masa gue bohong sih! Naa! Tu tadi dia lihat kamu.”
Terang Lia. Anita memandang lelaki tersebut.
“Mana! Nggak mandang sini kok?”
“Ya jelas lah dia mengalihkan
pandangannya. Kayaknya dia sadar kalau dia sekarang ketahuan.”
“Lalu, apa yang harus gue lakukan?”
“Lu lihat nggak apa yang ada di
tangannya?” Anita mencoba melihat apa yang sedang dipegang oleh lelaki
tersebut. Sangat jelas! Note book dan pulpen!
“Lu sadar nggak?” Anita memandang
Lia. Kemudian secara bersamaan mereka mengucapkan,”Jangan-jangan!”
Selain Henny, Lia dan si Nana sudah
mengetahui perihal puisi cinta yang selalu didapatkan Anita. mereka pun
bersedia untuk membantu Anita menyelidiki siapa yang telah melakukannya.
Dan kali ini mereka sepertinya
mendapatkan titik terang. Lelaki itu! Apakah dia yang telah menuliskan puisi
cinta tersebut untuk Anita. apalagi sekarang lelaki tersebut ketahuan mengikuti
Anita sambil memegang note book dan pulpen, seperti hendak menulis sesuatu.
Apakah mungkin lelaki ini yang membuat puisi untuk Anita?
“Kenapa lu, Nit?” Lia heran melihat
Anita yang senyum-senyum sendiri.
“Hah? Nggak….” Anita menutup
mulutnya yang masih tersenyum.
“Yee! Lu naksir ya sama laki-laki
itu?”
“Ah! Biasa aja ah! Tapi…..laki-laki
itu lumayan ganteng juga ya!”
“Apa gue bilang! Gimana sih lu,
Nit?”
“Kan dulu gue pernah bilang kalo orang yang
menulis puisi cinta ini muncul di hadapan gue, ya….bisa jadi gue jatuh cinta.
Lagian juga kalo benar orang itu adalah dia yang misterius itu, wah! Betapa
beruntungnya gue! Tampangnya lumayan cakep tuh. Lia!”
“Emang lu yakin lelaki itu yang telah
mengirimkan puisi-puisi tersebut kepadamu?” Anita tersadar dari angan-angannya.
“Iya
juga ya! Kenapa gue langsung yakin kalau lelaki tersebut yang mengirimkannya?
Padahal kan
bisa aja bukan dia…”
“Tapi kalo bukan dia, lalu kenapa
dia mengikuti lu ya?”
“Ya nggak tahulah!”
“Eh! Dia ke sini!” Lia memberitahu
Anita sambil berbisik. Anita menoleh ke tempat laki-laki tadi bersembunyi. Dan
memang laki-laki itu sekarang berjalan menuju ke arah mereka berdiri. Jantung
Lia berdegup cepat. Mungkin lebih cepat dari jalannya kereta api.
“Ah! Masa sih mau kesini? Mau ke
perpustakaan kali!” Kata Anita mencoba menebak-nebak.
“Dia tersenyum tuh!” Lia
menambahkan. Kali ini Anita jadi ragu dengan apa yang diucapkannya sendiri
tadi. Laki-laki itu memang jelas-jelas tersenyum kepada mereka. Tak tahu apa
maksud dari senyuman itu.
“Apa sebaiknya gue ke dalam
perpustakaan ya?” Tanya Anita kepada Lia.
“Eh! Ngapain balik lagi ke pustakaan? Katanya mau
ketemu?” Lia menarik lengan baju Anita.
“kayaknya belum siap deh…” Anita
melirik laki-laki itu. Semakin dekat! “Udah deh Lia! Gue mau ke dalam!” Anita
berusaha melepaskan lengan bajunya yang
dipegang oleh Lia.
“Kita harus menyelesaikannya, Nit!”
Lia meyakinkan sambil memicingkan matanya kepada Anita. betul juga kata Lia.
“Assalamu’alaikum!” Laki-laki
tersebut keburu mengucapkan salam kepada mereka. Anita tidak bisa berbuat
apa-apa lagi kecuali….pasrah!
“Wa’alaikum salam!” Lia menyambut
salam tersebut sambil menyenggolkan sikunya ke Anita.
“Wa..wa’alaikum salam!” Anita
menjawab terbata-bata. Kenapa sih kamu Anita? gini deh orang yang belum pernah
pacaran kalau ketemu orang cakep. Salah tingkah!
“Sepertinya saya sudah ketahuan ya!,” Akunya sambil menundukkan
kepala kepada mereka. Nah! Betul kan!
“Sebelumnya saya minta maaf kepada…..e….,” laki-laki
itu buru membolak-balik kertas note book yang ada di tangannya. Sepertinya
sedang mencari sesuatu ” Ah! Iya! Anita!” Ucapnya tiba-tiba. Lia tersenyum sinis seraya
melihat tingkah pongah laki-laki tersebut. Pura-pura nggak tahu namanya nih!
Katanya membatin. Anita masih mematung melihat laki-laki tersebut. “Karena
tanpa sepengetahuan anda, saya telah membututi anda,” lanjutnya. Sopan banget
sih! Anita terpesona tuh!
“Betul tuh Anita! dia ngikutin lu,”
ujar Lia membisik kepada Anita seraya menyenggolnya.
“Hah!” Anita tersadar dari
lamunannya.
“Eh! Kalau gue boleh tahu, kenapa lu
ngikutin temen gue!” Ujar Lia kepada lelaki tersebut dengan nada yang lumayan
tinggi.
“Waduh! Galak banget sih! Sabar
dong!” Jawabnya.
“Sabar ya sabar! Tapi jangan gini
dong caranya, Mas! Iyakan, Nit. Kasihan teman saya, Mas! tersiksa!” Anita
semakin galak.
“Ah! Iya iya! Betul tuh kata teman
saya, Mas!” Kata Anita.
“Eh Nit! Lu ni gimana sih? Ni kan masalah lu?” Kata
Lia kepada Anita. Anita semakin aneh tuh. Salah tingkah!
“Iya iya! Saya mengakui, memang cara
saya salah. Tapi….tersiksa? Masa sebegitunya?”
“Lebih baik kita bicara baik-baik,
Mas! Kenapa Mas mengikuti saya!” Ucap Anita pasti. Kini Anita mulai
mengendalikan dirinya. Malu kan
kalo masih kayak gitu!
“Makanya dari tadi juga saya mau
menjelaskan, tapi….,” laki-laki itu melirik Lia.
“Apa lu liat-liat gue!” Katanya
garang.
“Nggak nggak!” Ucapnya sambil
tersenyum. Takut nih!
“Sebenarnya saya terpesona dengan
kecantikan anda, Anita!” Ucapnya tanpa ada rasa ingin menahan kalimat yang
sebetulnya sangat menyihir bagi para wanita, terlebih bagi Anita! bayangkan!
Orang cakep bilang dia cakep! Anita bagaikan terbang ke angkasa.
* *
*
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?