Sabtu, 02 Februari 2013

sebuah cerita bersambung (bag 4)


           Hari ini Anita lagi males jalan-jalan. Maunya di kamar aja. Sejak kejadian Wawan 2 bulan lalu, orang-orang yang ingin memiliki Anita jadi mengundurkan diri satu-persatu. Katanya Anita itu mengerikan! (kayak monster aja!), kejam! Bisa buat moral laki-laki langsung down. Sepertinya terlalu sulit untuk memiliki Anita.

            Tak lama kemudian, suara ketukan keras terdengar dari pintunya.
            “Nit!” Kakaknya, Fadli memanggilnya.
            “Ada apa kak?”
            “Gue pinjem printernya dong! Ada yang mau dibuat nih!”
            Emang printer Kakak kenapa?”
            “Biasa, printer tua, macet tuh!” Anita bergegas beranjak dari tempat tidurnya menuju pintu. Ketika pintu dibuka, Kakaknya, Fadli yang memakai kacamata minus tersebut mengangkat tangan kanannya sambil berucap,”Assalamu’alaikum adikku yang manis! Apa kabar?”
            “Wa’alaikumsalam, Kabar baik Kakakku yang ganteng! Apa sih yang mau diprint?”
            “Ada dech! Mana printernya?”
            “Tuh! Ambil sendiri!”
            “Thank you ya!” Fadli masuk ke dalam kamar Anita. dibereskannya kabel-kabel printer yang masih tersambung dengan komputernya Anita.
            “Ngomong-ngomong, nggak kemana-mana?”
            “nggak….lagi pengen di kamar aja.”
            “ada masalah di kampus?”
            “Nggak…” sebenarnya Anita sampai saat ini tidak pernah menceritakan perihal surat tersebut kepada keluarganya, apalagi kepada ayahnya. Bisa kacau ceritanya kalau ayahnya sampai tahu hal tersebut. Walaupun surat itu tergeletak di atas meja, tak akan ada yang tahu surat tersebut adalah surat yang berisikan puisi cinta untuk Anita. di rumahnya, ayahnya berpesan kepada seluruh anggota keluarga agar jangan masuk ke dalam kamar yang bukan kamarnya, kecuali setelah mendapat izin dari sang penghuni. Di rumah ini, kepercayaan terhadap satu sama lain sangat dijunjung tinggi. Kakaknya pun sudah tidak masuk ke kamarnya mungkin sekitar 3 bulan lebih. Apalagi ayah dan mamanya, kalau tak salah terakhir kali ayahnya masuk kamarnya ketika memperbaiki ranjang Anita yang rusak, itupun sudah satu setengah tahun lalu! Mamanya? Nggak tahu tuh! Itulah peraturan yang dibuat ayahnya! Biasanya ayahnya menyediakan waktu luang satu minggu sekali untuk membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan sekolah, pergaulan, dan lain sebagainya. Dan pada waktu itulah ayahnya memberikan nasehat. Maklum, ayahnya begitu sibuk, tapi tidak ingin kesibukannya itu menyebabkan beliau tidak peduli lagi dengan anak-anak. Walaupun begitu, beliau sangat mempercayai anak-anaknya. Makanya Anita sangat menghormati beliau. Tapi sepertinya Anita mulai belajar berbohong perihal surat tersebut. Benar nggak?
            “Kawanmu nggak ke sini?”
            “Si Henny?”
            “Siapa lagi! Nit! Emang kamu nggak punya teman perempuan apa? Masa teman dekatnya wanita jejadian itu.”
            “Hus! Jangan gitu dong Kak! Biar begitu, orangnya baik kok.”
            “Yah….gue takut aja!”
            ”Takut apanya Kak?”
            “Jangan-jangan temanmu itu….siapa tadi namanya?”
            “Henny, Kak!”
            “Henny! Ya ya! Henny itu…..jangan-jangan naksir sama Kakak nantinya! Kakak kan ganteng!”
            “Huh!” Anita memboo kakaknya.” Ya nggak lah Kak! Insya Allah, orangnya baik tuh.”
            “Ya hati-hati saja! Menurut Kakak, walaupun orangnya begitu, kamu harus ingat, dia bukan…ya….kamu mengerti kan maksud Kakak?” Kakaknya mengalihkan pandangannya kepada Anita.” Dia bukan perempuan sejati, Nit! Kamu harus sadar! Dia itu waria! Kita tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya sekarang.”
            “Ah! Kakak terlalu berlebihan! Buktinya sampai sekarang saat ini, Anita baik-baik aja. Malah si Henny banyak nolong tuh. Minggu kemaren aja, Kakak mau beli nasi goreng, dia mau nolongin Kakak untuk membelikannya. Ayah juga menasihati kita agar tidak menghina kekurangan orang lain, Kak. Lalu apa yang dipermasalahkan?”
            “Apa kata Ayah?”
            “Ya….akhir-akhir ini Ayah menyuruh saya untuk menjauhinya.”
            “Naa..betul kan!”
            “Tapi kan….”
            “Anita! walaupun Ayahnya Henny itu teman baik Ayah, kamu kan tidak tahu…..” Kakaknya sudah selesai membereskan kabel-kabel printer. Seraya berdiri, Fadli meneruskan kata-katanya, “kita tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang. Makanya kamu harus tetap hati-hati. Kamu harus ingat itu! Oke! Printernya Kakak pinjem dulu ya!” Fadli bergegas keluar dari kamar Anita.
            “Eh, Kak! Hati-hati tuh printer! Entar printer saya juga ikut-ikutan rusak! Kebanyakan barang-barang saya kalau masuk kamar Kakak, kok jadi rusak ya?” Canda Anita.
            “Barang-barang kamu tuh yang rusak duluan!”
            “Wee!” Anita menjulurkan lidahnya. Fadli berlalu dari kamarnya. Anita menutup pintu dan menghempaskan badannya ke tempat tidur. Pikirannya menerawang jauh. Sekilas dia memikirkan apa yang diucapkan kakaknya. Henny….betul juga ya! Dia memang tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Dia juga merasa serba salah dengan persahabatan ini. Dia sudah terlanjur sangat dekat dengan Henny. Tapi apakah dia harus berhati-hati dengan si Henny? dia menjadi bingung dengan persahabatan ini. Jujur dalam hati dia harus mengakui, Henny tetaplah seorang lelaki, hanya kelakuannya yang seperti perempuan. Tapi, di mana letak kesalahannya? Selama ini dia tetap menjaga pergaulan. Jikalau  Henny datang ke rumah Anita, mereka pun tidak pernah berdua-duaan. Anita pasti menyuruh si Nana atau si Lia untuk turut ke rumahnya. Biasa, kalau nggak belajar, ya bicara apa-apa saja lah! Di kampus mereka memang sering berdua-duaan, tapi tidak pernah ke tempat yang sepi. Pasti di tempat yang ramai orangnya. Ayah pun sebenarnya kasihan dengan si Henny, terlebih lagi kepada ayahnya Henny yang begitu shock dengan kelakuan anaknya. Makanya, kalau dulu ayahnya menyuruhnya membujuk si Henny agar kembali ke fitrahnya. Tapi setelah melihat perkembangannya, akhir-akhir ini ayah sering menyuruhnya agar jangan terlalu dekat lagi dengannya. Berbahaya! Begitu katanya. Tapi sayangnya Anita sudah terlalu dekat dengan Henny.

                       
* * *

By: Muhammad Qamaruddin

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?