Senin, 11 Februari 2013

Sebuah Cerita Bersambung (bag 7)

Oleh: Muhammad Qamaruddin

Waktu terus berlalu. Sudah setahun sejak kejadian tersebut. Puisi cinta tersebut masih saja mengalir bagaikan air. Selalu dan selalu! Tapi entah mengapa Anita terus berharap kemunculan orang misterius tersebut. Walaupun dia sudah dekat dengan Anton!

            Anton adalah anak yang baik. Orangnya sopan dan suka bercanda. Sebenarnya itu bukanlah faktor utama Anton bisa dekat dengan Anita. Ada faktor yang tidak disangka-sangka. Siapa sangka ternyata ayah Anton adalah teman dekat ayahnya Anita semasa kecil. Pada saat liburan semester, keluarga Anita bertamasya ke pantai. Nah, kebetulan juga keluarga Anton bertamasya ke tempat yang sama. Ketemuan deh ayahnya Anita sama ayahnya Anton! Mereka jadi bernostalgia, mengenang masa-masa kecil. Mereka tidak menyangka akan bertemu di sini. Ayah Anton berkata bahwa mereka baru saja pindah ke sini.
Oleh sebab itulah, hubungan Anton dan Anita semakin erat. Ada kemungkinan hubungan ini akan berlanjut ke jenjang pernikahan Anton dan Anita! mungkin….nggak tahu lah!
            Memang tidak bisa dipungkiri kalau pada akhirnya Anita menyukai Anton. Tapi  dia tidak mau lepas kendali. Anton memahaminya. Sehingga dia bersedia menunggu Anita hingga selesai studinya. Masalah inipun sudah diperbincangkan masing-masing pihak keluarga. Dan masing-masing pihak pun sepertinya sudah menyetujui untuk menyambung tali kekeluargaan. Kini tinggal menunggu waktunya.
            Tapi apakah masalah puisi cinta itu sudah berakhir? Sama sekali tidak! Dalam lubuk hati Anita, dia masih ingin mengetahui siapa yang telah melakukan ini semua. Anton yang dari awal telah mengetahui masalah ini pun merasa kasihan. Terlebih lagi dia takut kehilangan Anita yang katanya teman-temannya, Anita pernah (atau mungkin masih) jatuh cinta dengan orang misterius tersebut. Bahaya juga nih! Makanya dia turut membantu mencari pelakunya yang tak henti-hentinya meneror Anita.
            Bagi Anita, puisi cinta tersebut adalah wujud dari cinta seseorang yang terus mengharapkan dirinya. Sehingga sampai saat sekarang ini, puisi tersebut terus dikumpulkannya. Tak pernah dia buang walau satu kertas pun.
            “Lebih baik kau buang saja semua kertas-kertas itu…,” ucap Anton. “Buat apa lagi kau menyimpannya?”
            Aku masih ingin menyimpannya. Aku merasa ada kenangan tersendiri di dalamnya,” jawab Anita lemah.
            “Tapi kau tersiksa dengannya, Nit!”
            “Aku tidak tersiksa, Anton! Tidak! Sama sekali tidak!”
            “Tapi…”
            “tolong Anton! Masalah ini saja! Tolong kau jangan ikut campur! Ya?” Pandang Anita memelas.
            “Tapi kurasa ini juga urusanku, Nit!”  Suasana sunyi senyap. Anita menghempaskan punggungnya ke sofa.
            “Eh, Nak Anton! Baru datang ya? Gimana kabar Bapak?” Tiba-tiba ibunya Anita masuk dari arah pintu rumah. Kebetulan pintu tidak dikunci karena kedatangan Anton tadi.
            “Eh Ibu!” Anton bersegera mendatangi calon mertuanya dan kemudian menyalaminya.”Iya Bu! Dari mana Bu?”
            “Balik lagi, Ma?” Belum sempat mamanya menjawab pertanyaan Anton, Anita sudah memberikan pertanyaan baru.
            Ada yang ketinggalan,” jawab mamanya yang sebenarnya mau pergi ke supermarket.”Anita! Tamu kok  tidak dihidangkan makanan, Nit?”
            “Nggak usah, Bu! Ini bentar lagi mau pergi!” Ujar Anton.
            “Lho! Kok sebentar sekali.”
            “Hari ini ada pameran lukisan. Kebetulan juga arah ke tempat itu lewat sini, jadi sekalian aja saya singgah sebentar.”
            “Oh! Gitu ya!”Mamanya mengangguk-anggukkan kepalanya menunjukkan kalau beliau mengerti. Anton melirik jam tangannya.
            “Kayaknya acaranya sudah dimulai,” Anton kembali menengok kepada mamanya Anita.”Saya mau jalan dulu, Bu!” Rama menyalaminya kembali.”Nit, Aku jalan dulu!” katanya lagi mengalihkan pandangannya ke arah Anita.
            “iya….,” jawab Anita malas. “Hati-hati...
            “Salam sama orang tua kamu ya!” kata ibunya Anita.
            “Insya Allah, Bu. Assalamu’alaikum!”
            “Wa’alaikum salam!” Jawab Anita dan Ibunya hampir bersamaan. Tapi suara Anita terdengar lemah. Ibunya melambaikan tangannya kepada Anton. Anton pun membalasnya. Dia pergi dengan tiger kesayangannya. Ibunya menoleh kepada Anita.
            “Kenapa kamu Anita? Sakit?” Tanyanya.
            “Nggak….” Anita bangkit dari duduknya. Lamban sekali.
            “Ada masalah dengan Anton?”
            Nggak…hanya kurang enak badan.”
            “Kalau begitu istirahatlah di kamar,” nasehat ibunya.”Mau Mama belikan obat?”
            “Nggak usah, Ma….dibawa tidur juga nanti agak mendingan…”
            Ketika Anita berjalan menuju kamarnya, nada sms-nya berbunyi..
            “Prkra ni blm slsai! Tlg hrgai pndptq! Nnti kt bcarakn lg!” Dari Anton.


 * * *

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?