Oleh: Muhammad Qamaruddin
Waktu terus berlalu. Sudah setahun sejak kejadian tersebut. Puisi
cinta tersebut masih saja mengalir bagaikan air. Selalu dan selalu! Tapi entah
mengapa Anita terus berharap kemunculan orang misterius tersebut. Walaupun dia
sudah dekat dengan Anton!
Anton adalah anak yang baik. Orangnya sopan
dan suka bercanda. Sebenarnya itu bukanlah faktor utama Anton bisa dekat dengan
Anita. Ada faktor
yang tidak
disangka-sangka. Siapa sangka ternyata ayah Anton adalah teman dekat ayahnya Anita semasa kecil. Pada saat liburan semester,
keluarga Anita bertamasya ke pantai. Nah, kebetulan juga keluarga Anton bertamasya ke
tempat yang sama. Ketemuan deh ayahnya Anita sama ayahnya Anton! Mereka jadi
bernostalgia, mengenang masa-masa kecil. Mereka tidak menyangka akan bertemu di
sini. Ayah Anton berkata bahwa mereka baru saja pindah ke sini.
Oleh sebab itulah, hubungan Anton dan Anita semakin erat. Ada kemungkinan hubungan ini akan berlanjut ke
jenjang pernikahan Anton dan Anita! mungkin….nggak tahu lah!
Memang tidak bisa dipungkiri kalau pada akhirnya Anita
menyukai Anton. Tapi dia tidak mau lepas
kendali. Anton memahaminya. Sehingga dia bersedia menunggu Anita hingga selesai
studinya. Masalah inipun sudah diperbincangkan masing-masing pihak keluarga.
Dan masing-masing pihak pun sepertinya sudah menyetujui untuk menyambung tali
kekeluargaan. Kini tinggal menunggu waktunya.
Tapi apakah masalah puisi cinta itu
sudah berakhir? Sama sekali tidak! Dalam lubuk hati Anita, dia masih ingin
mengetahui siapa yang telah melakukan ini semua. Anton yang dari awal telah
mengetahui masalah ini pun merasa kasihan. Terlebih lagi dia takut kehilangan
Anita yang katanya teman-temannya, Anita pernah (atau mungkin masih) jatuh
cinta dengan orang misterius tersebut. Bahaya juga nih! Makanya dia turut
membantu mencari pelakunya yang tak henti-hentinya meneror Anita.
Bagi Anita, puisi cinta tersebut
adalah wujud dari cinta seseorang yang terus mengharapkan dirinya. Sehingga
sampai saat sekarang ini, puisi tersebut terus dikumpulkannya. Tak pernah dia
buang walau satu kertas pun.
“Lebih baik kau buang saja semua
kertas-kertas itu…,” ucap Anton. “Buat apa lagi kau menyimpannya?”
“Aku masih ingin menyimpannya. Aku merasa ada kenangan
tersendiri di dalamnya,” jawab Anita lemah.
“Tapi kau tersiksa dengannya, Nit!”
“Aku tidak tersiksa, Anton! Tidak! Sama sekali
tidak!”
“Tapi…”
“tolong Anton! Masalah ini saja!
Tolong kau jangan ikut campur! Ya?” Pandang Anita memelas.
“Tapi kurasa ini juga urusanku,
Nit!” Suasana sunyi senyap. Anita
menghempaskan punggungnya ke sofa.
“Eh, Nak Anton! Baru datang ya? Gimana kabar Bapak?”
Tiba-tiba ibunya Anita masuk dari arah pintu rumah. Kebetulan pintu tidak
dikunci karena kedatangan Anton tadi.
“Eh Ibu!” Anton bersegera mendatangi
calon mertuanya dan kemudian menyalaminya.”Iya Bu! Dari mana Bu?”
“Balik lagi, Ma?” Belum sempat mamanya
menjawab pertanyaan Anton, Anita sudah memberikan pertanyaan baru.
“Ada yang ketinggalan,” jawab mamanya yang sebenarnya
mau pergi ke supermarket.”Anita! Tamu kok tidak dihidangkan makanan, Nit?”
“Nggak usah, Bu! Ini bentar lagi mau
pergi!” Ujar Anton.
“Lho! Kok sebentar sekali.”
“Hari ini ada pameran lukisan.
Kebetulan juga arah ke tempat itu lewat sini, jadi sekalian aja saya singgah
sebentar.”
“Oh! Gitu ya!”Mamanya
mengangguk-anggukkan kepalanya menunjukkan kalau beliau mengerti. Anton melirik jam
tangannya.
“Kayaknya acaranya sudah dimulai,” Anton kembali menengok
kepada mamanya Anita.”Saya mau jalan dulu, Bu!” Rama menyalaminya kembali.”Nit,
Aku jalan dulu!” katanya lagi mengalihkan pandangannya ke arah Anita.
“iya….,” jawab Anita malas.
“Hati-hati...”
“Salam sama orang tua kamu ya!” kata
ibunya Anita.
“Insya Allah, Bu. Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikum salam!” Jawab Anita dan
Ibunya hampir bersamaan. Tapi suara Anita terdengar lemah. Ibunya melambaikan
tangannya kepada Anton. Anton pun membalasnya. Dia pergi dengan tiger kesayangannya. Ibunya
menoleh kepada Anita.
“Kenapa kamu Anita? Sakit?” Tanyanya.
“Nggak….” Anita bangkit dari
duduknya. Lamban sekali.
“Ada masalah dengan Anton?”
“Nggak…hanya kurang enak badan.”
“Kalau begitu istirahatlah di
kamar,” nasehat ibunya.”Mau Mama belikan obat?”
“Nggak usah, Ma….dibawa tidur juga
nanti agak mendingan…”
Ketika Anita berjalan menuju
kamarnya, nada sms-nya berbunyi..
“Prkra ni blm slsai! Tlg hrgai
pndptq! Nnti kt bcarakn lg!” Dari Anton.
* * *
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?