Oleh: Muhammad
Lathief Syaifussalam
Puji syukur senantiasa tercurahkan kepada tuhan
semesta alam yang selalu mencurhkan rahmat dan nikmatnya kepada manusia dan
segala aspek kosmosit yang sangat luas. Agar kita selalu bertadabur akan semua
yang telah di anugerahkan kepada makhluk-makhluk ciptaannya khususnya manusia
yang mempunyai inteligensi,insting,naluri yang selalu kita gunakan untuk
mengetahui apapun yang ada di dunia ini.Termasuk kelihaian manusia yang dengan dengan
cermat selalu mengaktualisasikan apapun yang mereka ketahui dengan cara membuat susunan-susunan berbentuk
skema yang di peroleh melalui kognisi atau kemampuan “Knowledge”.
Cobalah kita tengok sejenak mengenai
segala aspek yang berada di alam semesta
ini. Memunculkan beberapa pertanyaan
yang perlu kita jadikan sebagai Epifani
(sesuatu yang menjadi titik balik) pikiran kita, yang sering sekali skeptis menyikapi
segala sesuatu negatif menimpa kita.
Skeptisisme. Mengakibatkan
sebuah gejala yang oleh penulis di ungkapkan dengan istilah” Spiritual Decay” atau penurunan nilai spiritual. Itulah yang
senantiasa kita yakini dan kita kerjakan selama ini. Setelah kita menelaah
fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita dengan merujuk pada Al-Qur’an. Allah
mencipakan kita, selaku umat manusia untuk senantiasa ber ‘abid kepada-Nya.
Dalam sebuah ayat Allah Menyatakan “wa ma Kholaqnal Jinna wal Insa Illa Li Ya’budun” tidaklah kami
cipatakan Jin dan Mansia tidak lain dan tidak bukan hanyalah Untuk beribadah Kepada
Ku. Dari kutipan ayat di atas, bahwasanya Allah pun selalu menggunakan tata krama
untuk menyampaikan kalam kepada Umatnya dengan Dhamir “Na”, yang berarti Allah melibatkan semua elemen-elemen yang turut
berjasa men-steering keberlansungan
aktivitas-aktivitas yang ada di dunia ini.
walaupun
Allah mempunyai sifat Al-Mutakabbir yang sekehendak Allah boleh atau bahkan
lazim jika menyombongkan diri,tetapi Allah tidak melakukan hal semacam itu
dalam konteks ayat ini. Oleh karena itu,Pantaskah
kita masih selalu memunculkan ke Arogansian dalam setiap perbuatan kita ?
Selama ini kita selalu menelan mentah-mentah
informasi dan sangat miris sekali bahkan kita berimplikasi dengan mengiyakan
apa pun yan kita terima. Terutama segala sesuatu berhubungan dengan syariat
agama islam tanpa menelaah terlebih dahulu apa yang menjadi rujukan dari
ungkapkan Rasulullah SAW. Walaupun kita sudah tahu bahwa apa-apa yang di
contohkan Rasulullah itu adalah sesuatu yang haqq atau mempunyai tingkat kualitas yang sangat tinggi dari sebuah
kejujuran, kita sebagai umat yang selalu di tuntut untuk bersikap kritis.
Dalam rangka
megkokohkan dan lebih mengilhami apa yang telah di sampaikan Rasulullah. Tidak
ada salahnya kita mencoba menindaklanjuti, baik secara empiris ataupun secara
tafsil dan mencari sebab-akibat mengapa Rasulullah mengungkapkan pernyataan
dalam sebuah hadits yang demikian. Contohnya, dalam sebuah hadits Rasulullah
memaparkan bahwa air liur anjing dalam proses pencuciannya harus menggunakan
debu, tanpa memberikan penjelasan mengapa harus menggunakan debu untuk membuat
area yang terkena air liur anjing menjadi suci kembali. Akhir-akhir ini menurut
penelitian seorang pakar dari Jepang bahwasanya bakteri yang terkandung dalam
liur anjng akan hilang apabila di basuh menggunakan debu daripada
menggunakan sabun dan air. Dengan hal
yang demikian, sudahkah kita senantiasa
bersikap kritis dengan hal-hal yang muncul secara Instan ?
Belajar untuk tumbuh
Ilmu kita dapatkan dari
kehidupan kita. Keseharian kita yang
memberikan ilmu kepada kita, dengan senantiasa bersikap kritis maka kita telah
satu langkah untuk lebih maju dan belajar untuk tumbuh. Dengan demikian sebuah
proses perjalanan kita sebagai umat Islam yang seharusnya mempunyai spirit
untuk selalu berinovasi dalam kehidupannya dan dalam bentuk apapun selama itu
termasuk ke dalam hal-hal yang positif .
Dengan selalu berinisiatif untuk bertindak. Mengedepankan ketulusan merupakan suatu
fondasi yang kuat untuk selalu senantiasa belajar satu langkah untuk lebih maju,
karena kejujuran sangatlah sulit untuk di realisasikan meskipun kata “jujur” sudah
sering di gembor-gemborkan. Tanpa sebuah kejujuran maka sebagai insan muslim
akan selalu bertindak apa yang menurut subjektif seorang muslim itu sendiri baik untuk dirinya tetapi belum
tentu baik untuk khalayak.
Dalam memberikan suatu kontribusi. Kususnya terhadap
suatu hal yang di dasarkan pada kepentingan umum, untuk bersikap lebih kritis
yang berlandaskan kejujuran dan menginterfensi paradigma subjektif yang telah
kuat melekat dalam hati seorang muslim. Maka , sebuah kebiasaan untuk
mengeksplorasi hal-hal yang membutuhkan keobjektifan dalam memberikan persepsi
atau kontribusi lain sangatlah penting demi terciptannya “al-‘aqlu as-salim” dalam diri seorang muslim dan menuju islam yang
lebih banyak mempunyai nilai-nilai yang proporsional.
Lazim di sebut dalam Al-qur’an sebagai muslim
yang “fi as-silmi kaffah” . Dengan
berbagai aspek kehidupan yang membutuhkan dominasi sikap kritis, serta
berlandaskan pada ajaran yang islami yang sesuai dengan apa yang dianjurkan
Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW. Sebagai The Super Leader. Sang pemimpin umat di dunia dan bukan hanya untuk
suatu kaum tetentu seperti nabi-nabi sebelumnya yang diutus hanya untuk satu
kaum yang memliki dominasi krisis moral dan spiritual. Umat Islam membutuhkan
sebuah pencerahan dan ajakan untuk kembali ke “shiraat al-mustaqim” yang sudah pasti di jamin oleh Allah akan
keselamatannya di dunia maupun di akhirat dengan berbagai balasan berupa
kenikmatan yang kekal” Baqo’”.
Membuat Fondasi Kuat
Untuk Islam
Sebuah fondasi kuat. Tidak
akan pernah terealisasi apabila seorang muslim misalnya dalam hal ke-ubudiyah-annya hanyalah menjalankan
ibadah sebatas tingkatan syariat. Mengabaikan adanya motivasi untuk
terstimulasi dan meraih tingkatan yang lebih tinggi daripada sekadar tingkatan
syariat misalnya thariqat,hakikat dan ma’rifat.
Seperti halnya yang di lakukan oleh para sahabat dan
pendahulu kita. Dengan terbentuknya sebuah fondasi yang kokoh dalam beragama, segala
macam bentuk keragu-raguan bisa bertransformasi dengan keyakinan yang teguh
yang merupakan fondasi kuat. Bahkan menjadi sebuah ujung tombak untuk bedakwah
dalam rangka “watawas shoubil haqqi
watawas shoubi sshobri” antar sesama muslim.
Dalam diskusi interaktif yang dipersembahkan oleh
Hamsah,M.Ag. Beliau mengemukakan bahwa, ” islam bukan merupakan agama yang terorganisir. Tidak seperti halnya
agama Kristen, yang mempunyai sistem organizing
yang sangat matang. Dikendalikan oleh pihak Center
(pusat) dan di tujukan kepada pihak Periphery (cabang).
Dalam masalah
ini, islam bukanlah sebuah agama yang secara transparan mempunyai sistem organizing dalam berdakwah. Tetapi, “Ajaran” islam sendiri yang merupakan
central atau pengendali dari proses dakwah umat muslim itu sendiri. Lantas bagaimana jika kita sendiri sebagai
umat muslim belum menyadari akan hal itu ? apakah kita masih akan tetap berdiam diri menjalankan syariat yang
biasa-biasa saja tanpa terstimulasi untuk menjadi pribadi muslim yang
berinovasi?
Sebuah fenomena
“Spiritual
Decay”. Yaitu merosotnya nilai-nilai spiritual, yang di alami umat muslim
menjadi tanggung jawab kita bersama untuk kembali merefleksi diri kita dengan
fenomena-fenomena yang belum sepenuhnya menjadi perhatian umat muslim,
khususnya kita.
Dengan senantiasa bersikap kritis. Mencoba hal-hal
yang memicu kita untuk selangkah lebih maju dalam segala aspek kehidupan kita. Sehingga,
dalam proses perjalanan itu kita dapat memperoleh kesimpulan yang bakal menjadi
sebuah epifani . Serta akan
menjadikan sebuah titik balik bagi kemunduran-kemunduran yang di alami umat
muslim untuk kembai bangkit dari berbagai keterpurukan dengan memulai dari
dalam diri masing-masing seorang muslim.
Dengan adanya fondasi yang kokoh dari umat Islam. Sebuah
kegiatan untuk mengahrumkan agama dengan berbagai ajaran kebenarannya tidak
akan terjadi istilah “mengislamkan budaya”
tetapi berbalik menjadi sebuah istilah “membudayakan
Islam”. karena keteguhan dan kekokohan ajaran yang merupakan sebuah Central
untuk menjadiakan Super Culture, agama Islam yang dapat mengembangkan
tauhid dan keadilan.
Membudayakan Islam dapat tertanam dan dapat
berkembang subur di dalam batin dan kembali sebagai fitrah seorang muslim. Merupakan eksekutor dari sebuah representatif
nilai-nilai mulia dalam islam dan nilai-nilai inovasi yang seharusnya dapat
berkembang dalam ranah perjuangan umat muslim saat ini, yang mengalami
kemrosotan nilai-nilai Islami.
Kemudian fondasi yang kokoh itu dapat diteruskan
menjadi sebuah bangunan keislaman yang
kemudian dapat di jadikan dan diteruskan sebagai satu kesatuan yang utuh..
Nilai-nilai mulia dalam Islam menjadi sebuah elemen yang konstruktif untuk
mengembangkan fondasi kokoh tersebut, serta tidak mempunyai dampak destruktif
atas keeksistensian ajaran Islam. Dengan kokohnya fondasi dan sebuah kesatuan
yang kuat maka umat Isalam dapat dengan sendirinya menghasilkan kebudayaan yang
Islami dan tidak terseret dengan ajaran yang mengislamkan budaya. Dimana hal
tersebut tidak terkandung nilai-nilai islam di dalamnya bahkan sangat jauh
sekali bertolak belakang dengan ajaran-ajaran Islam yang mengagungngkan tauhid
dan keadilan.
Oleh karena itu,dengan semangat dan termotivasi agar
selalu berkembang. Diperlukan sebuah stimuli yang harus di hadirkan kedalam
benak dan angan akan sebuah pencapaian yang agung dan dapat dengan praktis
mengemas kemudian menjadikan budaya-budaya sebagai sarana untuk menghilangkan Spiritual Decay. Sehingga, tidak ada
sebuah Relifikasi yang dapat menambah Agama baru.
Melalui ritual-ritual budaya . Terobjek pada suatu
keyakinan-keyakinan yang mendominasi ritual kebudayaan inilah yang telah
sedikit terbumbui oleh ajaran-ajaran Islam dan malah menjadikan Islam
terpecah-pecah secara partial dan mengatasnamakan ajaran Islam . Berkiblat pada
ajaran Islam, tetapi di dalamnya masih banyak sekali hal-hal yang sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Dalam ranah permasalahan ini
bukannya penulis sebagai seorang yang
expert . Seorang ahli dalam masalah ini. Tetapi, harapan penulis dapat
memberikan sebuah ingatan yang lama hilang akan pentingnya dominasi Ajaran
Islam atas sebuah Super Culture untuk
mengembangkan tauhid dan keadilan. Berusaha memunculkan sebuah dorongan untuk kembali merekonstruksi kekuatan sipiritual.
Khususnya pada saat ini. Banyak sekali muslim yang
mengalami kemrosotan sangat signifikan dalam diri masing-masing pribadi , serta
menjadikan lemahnya fondasi kekokohan tauhid dan keadilan di dalam ajaran Islam
. Sekaligus membutuhkan sekali pemulihan
atas kemerosotan nilai-nilai spiritual yang sedikit demi sedikit telah terkikis
atas ulah umat Islam sendiri yaitu KITA!!. Ilahana anta maqsuduna.Allahumma
‘affina ‘ala syukrika wa husni ‘ibadatik wa husni Qudratik.Wallahu a’lamu bi
ash-shawab.[]
Buletin PP UII ini juga dapat di akses di sini
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?