Selasa, 17 September 2013

KONSEP IDEAL BERSOSIAL




Oleh: Muhammad Husnul Faruq

!يَا أَبَا ذَرٍّ, إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَ تَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ
“Wahai, Abu Dzar! Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya (kuah) dan bagilah kepada tetanggamu”.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tetangga menduduki pada tatanan kehidupan yang terpenting. Tetangga dapat diibaratkan sebagai saudara terdekat yang posisinya berada di sekitar tepat tinggal kita. Selain itu, tetangga juga menjadi penolong kita di kala kita memperlukan bantuan dalam bentuk apapun itu. Tetangga ibarat saudara sedarah bagi kita. Saudara sedarah mungkin tidak akan bisa menolong di saat kita memerlukan pertolongan di waktu mendesak dan getir. Pada kondisi seperti demikian biasanya tetanggalah yang akan membantu kita. Maka tidak salah bila ada perintah agar berlaku baik terhadap tetangga. Bila sikap kita terhadap tetangga baik, maka Insya Allah kehidupan kita akan berjalan baik pula. Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya (kuah) dan bagilah kepada tetanggamu”. Dalam hadis ini sesungguhnya Rasulullah SAW mengajari kita bagaimana cara hidup bermasyarakat. ‘perbanyaklah airnya’ memiliki pesan moral yang begitu tinggi, yakni salah satu cara mendekatkan diri kita terhadap tetangga. Berbagi kebahagiaan yang Allah SWT berikan kepada tetangga akan memberikan ketentraman tersendiri bagi kita. Jika Allah SWT Maha Pemurah dengan memberikan begitu banyak kenikmatan kepada hamba-hambanya, mengapa kita enggan berbagi kepada tetangga?


Tetangga dan Pluralitas
Perbedaan acap kali menjadi permasalahan yang krusial sejak zaman Nabi Adam AS sampai abad millennium sekarang. Konon dulu, terjadi perbedaan pendapat hebat antara dua anak Nabi Adam; Habil dan Qabil tentang perempuan mana yang nantinya akan dijadikan istri. Nabi Adam AS berkata kepada kedua anaknya tersebut bahwa mereka harus menikah dengan cara bersilang; Habil dengan Labuda dan Qabil dengan Iklima. Ternyata, espektasi yang diharapkan Habil untuk mendapatkan Iklima tidak membuahkan hasil yang akhirnya membuatnya kemudian mencari berbagai macam cara agar mendapatkan Iklima yang notabene perempuan yang tidak boleh ia nikahi. Sementara Qabil menerima apa adanya -qana’ah- tanpa ada konplain sedikitpun. Karena Habil kesal dengan keputusan seperti dikatakan Nabi Adam AS, maka kemudian pada akhirnya Ia membunuh Qabil.
Sepenggal cerita singkat di atas sedikit menggambarkan dua karakter yang berbeda. Habil dengan keegoisannya, dan Habil dengan kerendahan (legowo) hatinya. Sikap tetangga yang ada di sekitar kita berbagai macam tipikalnya. Biasanya selisih pendapat yang sebenarnya itu hanya masalah kecil, terkadang menjadi masalah besar dalam kehidupan bermasyarakat, yang implikasinya dapat merusak tali persaudaraan. Selisih pendapat seharusnya menjadi sebuah ajang kita dalam mencari kemufakatan. Perlu kita ketahui juga bahwa sebenarnya perselisihan itu adalah rahmat ‘al-Ikhtilafu Rahmatun’ yang Allah SWT berikan kepada manusia, di mana dengan adanya perselisihan itu kita dapat lebih terjalin ikatan secara emosionalnya dengan tetangga sekitar yang harapannya perselisihan pendapat itu dapat dimaklumi dan dianggap lumrah dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa adanya perselisihan kehidupan akan menjadi hambar, karena kehidupan yang tanpa ada cek-cok juga termasuk monoton. Dengan adanya sedikit selisih pendapat kehidupan dalam bermasyarakat akan lebih berwarna. Maka, dari itu perbedaan seyogianya tidaklah menjadi permasalahan lagi bagi kita. Lebih dari itu, perbedaan diharapkan menjadi kebahagiaan bagi kita. Setidaknya perbedaan yang ada pada level atau cakupan masyarakat ‘bertetangga’, dapat dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekalipun pada tatanan teoritis kita sadar sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara plural ‘keberagaman‘ baik itu agama, etnis, budaya, dan lain sebagainya, namun pada tatanan praktis, menurut sumber dipercaya, kita belum mampu untuk mempraktikkan paham keberagaman ‘pluralisme’.

Tetangga dan Masakan
Sudah barang tentu setiap hari kita mengonsumsi makanan sebagai kewajiban kita memenuhi amanah Allah SWT, yaitu memenuhi kebutuhan tubuh. Di samping memenuhi kebutuhan tubuh, bagi yang berkecukupan juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang membutuhkan. Hadis tentang perintah untuk memperbanyak air ketika memasak kuah merupakan salah satu sikap yang paling kecil yang dicontohi oleh Rasulullah SAW dari sekian banyak sikap yang berkenaan dengan konsep bersosial. Inti dari hadis tersebut yaitu adab dalam memasak dan perintah bagi setiap muslim yang harus berbuat baik terhadap tetangganya, dengan memperbanyak kuah serta membagikannya kepada tetangga di sekitar rumahnya. Setiap kita seharusnya menghindari kehidupan individualistis dan seharusnya menjalin hubungan dengan tetangga dan masyarakat sekitar sebaik-baik mungkin. Saling berbagi merupakan salah satu cara yang baik diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Saling berbagi yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah saling berbagi kebahagiaan. Dengan demikian jalinan hubungan dengan tetangga akan terus terjalin baik. Jangan sampai tetangga hanya mencium harum bau masakan yang kita masak. Dan yang lebih parah lagi bila tetangga yang berdekatan dengan rumah kita adalah tetangga yang secara finansial cenderung lebih rendah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kejadian seperti ini benar-benar terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.  

Tetangga dan Konsep Bermasyarakat
Hadis di atas merupakan salah satu ilmu cara bermasyarakat yang diajarkan Rasulullah SAW. Hadis di atas mengajarkan kepada manusia pentingnya saling berbagi, tolong menolong, dan peduli antar sesama masyarakat. Mengapa demikian? Karena tetangga adalah aset yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Jika sewaktu-waktu kita membutuhkan pertolongan yang pertolongan itu sangat mendesak, apakah mungkin meminta pertolongan kepada orang yang lebih jauh posisi rumahnya, seperti saudara yang ada di kampung? Tidak! Orang yang sejatinya yang harus dimintai pertolongan adalah tetangga. Oleh sebab itu berbaik-baiklah terhadap tetangga, karena memang konsekwensi setiap perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan pula. Memang harus demikian, adanya saling berbagi dan peduli antar sesama masyarakat memupuk solidaritas sehingga ikatan kekeluargaan antar sesama masyarakat selalu terjalin, dan yang demikianlah merupakan salah satu kehidupan masyarakat yang ideal.
Kehidupan kekinian yang sarat dengan akulturasi budaya ‘global’, menjadikan protipe masyarakat yang diperkenalkan Rasulullah SAW dalam hadis yang tersebut di atas seakan prototipe kehidupan masyarakat ‘ortodoks’. Padahal jika diperhatikan seksama, pluralitas; baik itu bahasa, budaya, etnik, dan lain sebagainya, yang kita lihat hari ini tidak jauh berbeda dengan pluralitas yang ada pada era Rasulullah SAW. Problem pluralitas saat itu cukup dijawab Piagam Madinah. Masyarakat perkotaan, seperti yang terlihat saat ini, yang sarat dengan kehidupan individualistis, seolah menjadi tipikal kehidupan masyarakat yang ideal. Sebenarnya, jika diteliti, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa adanya pergeseran budaya Indonesia yang dikenal dengan keramahannya.

Epilog
Individualisme hari ini menjadi kiblat masyarakat dunia, terkhusus Indonesia. Konsep bermasyarakat rasa-rasanya memang perlu disegarkan kembali di tengah masyarakat. Karena prototipe indivualistis realitanya menjadi penyakit masyarakat. Implikasinya kemudian adalah minimnya ikatan persaudaraan antar-masyarakat. Jangankan untuk mengikuti kumpul rutin warga, saling sapa pun nyaris hilang.
Globalisasi yang saat ini menjadi primadona, walaupun sejatinya itu merupakan budaya Barat yang pada dasarnya tidak bersalah sama sekali. Hanya saja perlu disikapi secara arif dan bijaksana, tanpa menciderai kearifan lokal. Yang perlu dibenahi kemudian adalah rasa memiliki terhadap budaya yang kini kian luntur. Kebanyakan orang lupa dengan warna bendera sendiri yang kini nyaris sulit untuk membedakannya, sehingga bukan hal tabu lagi jika ada bendera negara lain bertengger di atas tiang bendera kita.[]

Muhammad Husnul Faruq
santri ppuii

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?