Oleh: Hasan Al-Antor
Rangking
atau peringkat, itulah predikat yang disematkan kepada para penempuh jalan
terjal perlombaan. Pontang-panting,
banting tulang, berjuang mati-matian usaha yang mereka lakukan. Oleh karenanya
predikat ini biasa diberikan kepada orang-orang yang berhasil menunjukkan
dirinya adalah yang terbaik . Contohnya seperti peringkat kelas atau rangking
kelas dan peringkat klasemen (dalam suatu pertandingan) selalu saja diberikan
kepada mereka yang dianggap sebagai manusia atau tim terbaik.
Persaingan
untuk memperoleh predikat manusia terbaik, ternyata tidak hanya terjadi dalam
kehidupan duniawi saja, tapi juga rohani atau orientasi spiritual. Habib
‘Abdullah bin Alawi al-haddad dalam kitabnya al-Hikam menyatakan “hubungan
antara manusia dengan Allah memiliki 4 rangkin dan peringkat”.
Rangking
pertama,
من تيسرت له مطالبه الأخروية و تعسرت عليه مطالبه الدنيوية و هو من
ورثة النبيين
Peringkat
ini diraih oleh orang-orang yang bagus ibadahnya namun tidak mudah urusan
duniawinya. Orang-orang seperti ini memiliki kerohanian yang sangat bagus.
Mereka dapat beribadah kepada Allah dengan sangat baik, merasakan kenikmatan
yang luar biasa dari ibadahnya, namun urusan dunianya dibuat seret oleh Allah
swt. Kebutuhan sehari-hari tak tentu terpenuhi, tak selalu bisa makan setiap
hari walaupun cuma sekali. Sebagai contoh, Nabi Muhammad saw sebagai manusia
paling mulia, pemilik tahta kerajaan rohani, kerap kali melaksanakan puasa
selama beberapa hari secara berturut-turut, bukan karena apa dan mengapa, hanya
karena tak ada yang bisa dimakan di pagi harinya.
Tidak
mudah memang untuk bisa menduduki posisi ini. Seluruh kehidupan ini mesti
dicurahkan untuk berusaha dan mengerahkan seluruh kemampuan agar dapat menjadi
orang tebaik rohaninya. Mereka memiliki peringkat tertinggi disisi Allah swt.
Tidak tanggung-tanggung, golongan ini digadang-gadang sebagai pewaris para Nabi.
Apabila
pembaca memiliki keagamaan yang bagus, dapat beribadah dengan baik dan rajin,
memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap Allah swt namun seolah-olah tidak
memiliki keberuntungan dalam urusan duniawinya, maka bersabarlah dan kalau
mampu pertahankan keadaan tersebut. Mudah-mudahan pembaca merupakan salah satu
pewaris para nabi.
Rangking
kedua, adalah orang-orang yang bagus
ibadahnya dan mudah urusan dunianya.
من تيسرت له مطالبه الدنيوية و الأخروية و هو من أصحاب اليمين
Golongan
ini memiliki keagamaan yang sangat baik. Mereka beribadah dengan tekun, salat
dilaksanakan dengan penuh kenikmatan, puasa, zakat dan haji tidak ditinggalkan,
mereka tidak mau menyentuh larangan-larangan Allah swt dan juga urusan-urusan
dunianya dipermudah oleh Allah. Mereka inilah yang disebut dengan golongan
orang-orang yang beruntung. Bagaimana tidak beruntung, rohaninya baik
berkualitas, rejeki duniawinya dipenuhi oleh Allah swt sehingga tidak
kekurangan. Sungguh keberuntungan yang tidak biasa.
Peringkat
inilah yang diincar oleh kebanyakan manusia. Ingin memiliki hubungan yang baik
dengan Allah dalam perekonomian dan kesejahteraan yang mapan. Boleh-boleh saja
mengincar nasib golongan ini, toh memang tidak dilarang oleh Allah, hanya saja
peringkatnya nomor dua. Mereka tidak begitu jauh dari Allah sebagaimana mereka
tidak terlalu dekat. Ingatlah, bahwa dunia ini kerapkali melupakan orang-orang
kedua dalam banyak hal.
Bagi
siapa saja yang mengincar peringkat ini harus berusaha semaksimal mungkin.
Bukan karena dianggap sebagai golongan
orang-orang yang beruntung lantas tidak berusaha sama sekali dan
berpangku tangan. Menganggap rejeki bisa turun sendiri dari langit tanpa harus
diupayakan. Golongan ini tetap harus berusaha, berusaha untuk bisa beribadah
secara baik dan berusaha untuk mendapatkan rizki yang halal.
Dua golongan
dan peringkat selanjutnya adalah golongan yang tidak begitu baik nasib
akhiratnya. Mudah-mudahan kita semua tidak termasuk kedalamnya.
Rangking
ketiga,
من تيسرت له مطالبه الدنيوية و تعسرت عليه مطالبه الأخروية و هو من
المستدرجين
Adalah
orang-orang yang rohaninya tidak baik dan memiliki kehidupan duniawi yang
sejahtera. Orang-orang seperti ini telah diberi kecukupan dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, namun tak juga mau menyembah dan beribadah kepada Allah
swt. Mereka beribadah dengan malas-malasan, rohaninya seret dan kering,
hubunganya dengan Allah tidak begitu baik meski kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Golongan
ini kerap kali membuat orang yang melihatnya tertipu. Mereka terlihat seolah
menjadi orang yang mulia dan terpandang. Mereka dihormati banyak orang.
Dielu-elukan sebagai orang sukses dan baik. Apa yang mereka inginkan terpenuhi,
memiliki apa yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun sejatinya mereka adalah
orang-orang yang akan celaka di akhirat nanti. Mereka tertipu oleh kekayaan
mereka sendiri. Menganggap dirinya adalah orang yang beruntung namun akan
terkejut ketika pada waktunya Allah memberikan adzab atas kelalaian mereka
semasa hidup didunia. Kenikmatan yang mereka dapatkan sejatinya adalah jalan
yang semakin mendekatkan diri mereka ke lubang neraka. Firman Allah:
إنما نملي لهم ليزدادو إثما
“Sengaja” kami penuhi kebutuhan mereka agar
bertambah dosa-dosa mereka.
Wajar saja jikalau dulu Fir’aun mengaku-ngaku dirinya sebagai tuhan. Selama 40 tahun, Fir’aun tidak pernah mengalami atau menderita
sakit, yang paling ringan sekalipun. Selama itu pula apa yang ia inginkan
dipenuhi oleh Allah swt. Lebih hebat lagi, banyak hal yang Fir’aun inginkan
atau katakana menjadi kenyataan. Dalam keadaan seperti ini, sangat wajar
jikalau seseorang menjadi lalai dan mengaku sebagai orang hebat lalu meniadakan
peran Tuhan dibalik kebercukupannya. Seyogyanya kita berhati-hati dari keadaan
golongan ini. Suatu keadaan yang menjebak mereka yang berada padanya.
Rangking
keempat, golongan ini adalah golongan yang
paling apes dan buruk. Bagaimana tidak, habib Abdullah menjelaskan, golongan
ini adalah mereka hidup dengan susah payah, penuh kesengsaraan di dunia namun
tak juga mau menyembah Allah swt.
من تعسرت عليه مطالبه الدنيوية والأخروية و هو من المنقوصين
Sudah
jatuh ketimpah tangga, peribahasa yang sangat cocok dengan golongan ini. Tidak
beruntung hidup di dunia dan celaka ketika berada di akhirat. Jikalau golongan
ketiga, meski mereka akan celaka di akhirat, namun mereka masih bisa merasakan
kenikmatan didunia dengan kecukupannya. Kemana-mana dengan mobil mewah, rumah
megah, dan harta yang berlimpah. Namun golongan ini, akhiratnya celaka, dunia
sengsara. Jangankan untuk bermegah-megah, kebutuhan sehari-hari saja tidak
tentu terpenuhi. Mudah-mudahan kita benar-benar terhindar dari golongan ketiga
dan keempat ini.
Bagi
kita semua, ketika mendapatkan kesulitan hidup di dunia ini, seyogyanya tidak
membuat kita meninggalkan Allah. Keadaan susah di duni ini sejatinya adalah
peluang besar untuk bisa masuk menjadi golongan orang-orang pada peringkat
pertama sebagaimana tersebut di atas. Hanya tinggal mengasah kerohaniannya
saja.
Epilog
Kehidupan
ini memang tidak mungkin disamakan. Nasib berbeda-beda. Ada yang miskin ada
yang kaya. Ada yang tekun beribadah, ada yang sedang dan ada juga yang malas.
Ada yang terpandang ada yang malang. Semua menjadi satu-kesatuan unsur kehidupan
yang tidak mungkin kita tiadakan. Suatu keharusan pluralisme kehidupan dari
adanya dunia ini. Jikalau salah satu saja dari golongan ini tidak ada, maka tidak
lengkap rasanya dunia ini, dan hal tersebut bisa juga berarti tidak adanya
dunia ini.
Dengan
demikian, jikalau baik dan buruk adalah pilihan, sementara takdir tuhan tidak
juga dapat kita pastikan, maka apalah yang lebih layak untuk kita lakukan
kecuali memilih jalan yang baik dan menganggapnya sebagai takdir yang
ditentukan oleh Allah. Insya Allah Tuhan tidak akan murka kepada kita.
Mudah-mudahan Allah merestui kita semua. Amin.
Hasan Al Antor
Santri Pondok Pesantren UII
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?