Oleh: Muhammad Qamaruddin
Terus terang aku
masih tertarik untuk berbicara tentang pesawat terbang. Apabila sebelumnya aku
mengajak kawan-kawan untuk menaikinya. Kali ini aku akan bercerita tentang
beberapa pengalamanku terkait pesawat terbang. Mungkin bisa memberikan
pencerahan, atau mungkin bisa jadi bahan referensi untuk mempersiapkan diri
ketika mau naik pesawat. Sedialah payung sebelum hujan. Fakkir qabla an
ta’zhima. Berhentilah makan sebelum kenyang...(untuk yang terakhir, nyambung
ga sih).
Setiap orang yang
pernah naik pesawat, pasti mempunyai pengalaman yang beragam jenisnya. Dari
pengalaman lucu, menarik, aneh, sampai yang menakutkan. Ah, si burung besi ini
memang mempunyai daya tarik yang luar biasa. Aku akan menyajikan beberapa
potong kisahku dengan pesawat. Aku hanya ingin berbagi cerita, Silahkan
simpulkan sendiri. So, selamat membaca.
Kelebihan Bagasi
Saat aku ingin pulang ke Kalimantan beberapa waktu silam, aku
membawa barang lebih banyak dari biasanya. Selain membawa satu koper penuh, tas
laptop, aku juga membawa satu kotak besar yang sangat berat. Kotak itu bukanlah
milikku. Itu adalah titipan dari sepupuku. Barang itu berupa kumpulan bahan
baku pembuatan pin dan gantungan kunci yang kubelikan beberapa hari
sebelumnya. Dia menitip untuk minta dibelikan. Konsekuensi atas pertolonganku mencarikannya
barang, aku mendapat sumbangan dana yang tidak terikat. Walhasil, ada suntikan
dana sebelum pulang.
Aku membawa
semua barang itu ketika check in di bandara. Beginilah kira-kira
percakapanku dengan mbak yang melayaniku kala itu.
“Ada Bagasi?”,
tanya mbak itu tanpa menoleh kepadaku.
“Ada Mbak, dua”,
jawabku sembari menunjuk koper dan kotak yang kubawa. Tanpa menunggu komando,
langsung saja kunaikkan kotak ke atas penimbangan barang. Aku harus
mendahulukan titipan ini daripada barangku sendiri. Itulah pertimbanganku untuk
menjaga amanah. Satu barang telah masuk bagasi. Aku melanjutkan untuk menimbang
koperku.
“Kelebihan bagasi,
Mas. Sampeyan harus bayar,” ucap mbak itu setelah melihat angka yang muncul di
layar monitor penimbang barang tersebut.
“Berapa?” Aku
ragu-ragu bertanya. Aku benar-benar tidak kepikiran untuk masalah yang satu ini.
Mudah-mudahan tidak ada masalah.
“Kotak yang tadi
beratnya 19 kg. Yang ini 16 kg. Kami cuma memberikan bagasi gratis 20 kg. Jadi
kelebihan bagasinya 15 kg. Untuk 1 kg-nya adalah Rp 20.000,00. Jadi total biaya
yang harus Mas bayar adalah Rp 300.000,00”. Aku bagai disambar gledek. Rp
300.000,00?? Mahal sekali. Aku merogoh dompet. Uangku Cuma Rp 200.000,00.
Sekali lagi aku katakan, tak terlintas di pikiranku tentang kelebihan bagasi
ini.
Beberapa kali aku
merayu mbak tersebut agar ia dapat meloloskan barangku. Tetap saja ia enggan.
Ia taat peraturan. Aku duduk loyo di atas koper yang dikembalikan salah satu
petugas. Apa yang harus kulakukan? Kotak titipan sepupuku sudah masuk. Tapi
koperku? Aku tidak mungkin pulang tanpanya.
Aku harus memutar
otak. Bagaimanapun caranya aku harus dapat membawa koper ini. Setelah di usir
dari depan loket, aku duduk di ujung ruangan. Check in yang kulakukan
masih menggantung. Untungnya Mbak tadi memberikanku kesempatan untuk mengambil
keputusan. Setelah beberapa lama berfikir, aku nekad melakukan hal yang tak
lazim dilakukan orang-orang di bandara. Aku membongkar seluruh isi koperku.
Coba bayangkan bagaimana orang-orang di sana melihat aku yang sedang melakukan
hal tersebut di sebuah bandara besar. Mereka semua melongo melihat perilakuku.
Mau apa lagi, aku harus membuang rasa malu untuk meloloskan barang-barangku.
Aku mengeluarkan
beberapa barang yang dapat meringankan berat koper ini. semua buku-buku dan
beberapa barang-barang lain yang ada di dalamnya aku keluarkan.Atas tindakan
ini, isi koperku pun menjadi berantakan. Semua mata orang-orang yang berlalu
lalang di sana masih saja menatapku ingin tahu kenapa aku melakukan hal
tersebut. Dengan bekas plastik yang kudapat di dalam koper –sepertinya
plastik bekas yang sudah lama teronggok di sana- kumasukkan semua
barang-barang itu. Semoga plastik ini dapat bertahan lama dengan berat ini. Aku
kembali ke tempat check in. kutimbang lagi koper itu. 10 kg! Aku dapat
menurunkan beratnya sepertiga dari berat awal! Lumayan lah.
“10 Kg, Mas. Sama
kotak yang tadi masih ada gratis 1 kg. Jadi yang harus di bayar 9 Kg. Total Rp
180.000,00”, Mbak itu menjelaskan. Oke, aku dapat membayarnya. Akhirnya
keduanya dapat masuk bagasi. Aku menenteng plastik yang berisi beban 6 Kg.
Belum jauh aku melangkah, plastik ini mulai menunjukkan tanda-tanda
kerapuhannya. Akhirnya, plastik itu hanya dapat kupeluk untuk menghindari kerusakan
yang fatal. Beberapa lubang mulai bertambah besar. Tas laptop menggantung di
bahuku. Aku melangkah menuju waiting room.
Pesanku untuk
kawan-kawan, jangan lupa untuk mengira-ngira berat barang-barangmu yang akan
masuk bagasi. Siapa tahu barangmu itu melebihi berat gratis yang diberikan
maskapai penerbangan yang kamu naiki. Owh iya, beda maskapai penerbangan, beda
pula gratis bagasi yang diberi. Jangan lupa juga untuk mengetahui berapa harga
untuk 1 Kg-nya barang yang kelebihan bagasi. Biasanya tercantum di tiket yang
kawan-kawan pegang.
Pajak di Bandara
Masalah tidak
sampai di situ saja. Aku memang dapat bernafas lega. Tapi ternyata masih ada
masalah lain menanti. Ketika aku melangkah menuju waiting room, aku baru
ingat adanya pajak di setiap bandara. Aduh! Aku melupakan hal penting lagi. Aku
merogoh dompet yang ada di kantong celanaku. Hanya ada Rp 20.000,00 dari sisa
pembayaran kelebihan bagasi tadi. Tiba-tiba dunia kembali berputar. Pusing.
Aku tidak
menyerah. Di dalam hati aku masih berdoa semoga pajak yang ada di bandara ini
sesuai dengan uang yang kubawa. Setiap bandara kan mempunyai pajak yang
berbeda. Pernahkah kamu menemukan bandara dengan pajak Rp 20.000,00?
Aku melangkah
tegap menuju loket pajak. Keringat dingin kembali bercucuran. Dari jauh aku
melihat bacaan tersebut. Rp 35.000,00! Aku mengucek-ngucek mataku berharap aku
salah lihat. Tetap saja tidak berubah. Aku mengambil uangku, Rp 20.000,00.
Masih kurang Rp 15.000,00. Maju terus pantang mundur. Lagi-lagi aku harus
membuang rasa maluku. Aku mencoba untuk melobi sang penjaga loket. Mungkin saja
ia iba denganku dan mempersilahkanku masuk. Harapan hanya tinggal harapan.
Penjaga tidak mengizinkanku melangkah ke dalam meski satu langkah sekalipun.
“35.000 ya tetap
35.000, Mas. Ga bisa di tawar lagi”. Ucapnya datar sambil mempersilahkan
penumpang yang lain untuk maju. Hah! Apa yang harus kulakukan. Aku mundur dan
berdiri mematung tidak jauh dari tempat itu. aku masih saja memasang muka iba
kepada penjaga loket tersebut. Sayang, tak ada respon sedikitpun. Huh! Tidak
ada rasa kasihan sama sekali. Masa aku harus menengadahkan tangan, berharap ada
orang yang bermurah hati memberikanku uang sebanyak Rp 15.000,00. Atau aku
mencoba untuk meminta kepada siapapun yang ada di sini, toh tidak mungkin
orang-orang membawa uang pas-pasan (kecuali aku,hehe). Hah! Aku benar-benar
pusing.
Aku tidak bisa
berdiam diri. Aku harus melakukan sesuatu yang masih bisa diterima akal. Tidak
aneh-aneh. Aku memutar otak. Sepupuku! Benar sekali! Barang kirimannya telah
menguras uangku. Aku harus menghubunginya. Ia harus bertanggung jawab atas
kejadian ini. Apakah tindakanku benar menyalahkan dia atas kejadian yang
kualami ini? entahlah.
“Ka, karena titipan
Kakak, tadi aku kelebihan bagasi. Uangku habis untuk bayar bagasi. Sekarang aku
tidak bisa masuk ke dalam karena dicegat oleh petugas pajak bandara. Kakak bisa
transfer uang sekarang? Sebentar lagi aku berangkat,” jelasku. Singkat. Padat.
“Hah! Kok bisa??
ok, sekarang kukirimkan. Tunggu sebentar. Maaf merepotkanmu ya”, jawabnya.
Kututup telepon. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menunggu dan menunggu.
Pesanku untuk
kawan-kawan, jangan lupa, di setiap bandara mempunyai pajak yang harus kamu
bayar. Nominal pajak yang harus dibayar pun beragam. Oleh karena itu, sisihkan
uang untuk membayarnya. Jangan sampai kamu membawa uang pas-pasan ketika masuk
bandara. Atau kamu akan dicegat dan tidak diperbolehkan untuk masuk. Apalagi
jikalau kejadian itu kamu alami setelah kamu telah memasukkan barang-barang ke
bagasi pesawat. Maju kena, mundur pun kena.
ATM, Kok Belum Masuk-Masuk Juga?
Pesawatku lepas landas pukul 20.40 WIB. Waktu sekarang menunjukkan
19.50 WIB. Dalam keadaan biasa, rentang waktu tersebut masih bisa disebut lama.
Tapi ketika berada di bandara sebelum keberangkatan, rentang waktu tersebut tidak
bisa disebut lama. Aku harus bertindak cepat, atau aku akan ketinggalan
pesawat. Aku bertanya kepada salah seorang pegawai bandara, di mana letak ATM.
Ia menunjuk keluar.
“Di ujung Mas”,
terangnya kepadaku.
Tahukah kawan-kawan, aku tidak mengira letak ATM yang
ada di bandara tersebut sangat jauh. Mau tak mau aku harus ke sana. Untung
kakiku masih mau menuruti kehendakku. Aku seret dia berjalan kesana.
Mesin ATM terletak
di sebelah pintu kedatangan, artinya aku menyeberang dari pintu keberangkatan
menuju ke pintu kedatangan. Jauh sekali, untungnta masih di kawasan bandara.
Seandainya berada di luar bandara, pupus sudahlah harapanku. Pukul 20.05 WIB,
aku mendapat SMS dari kakak sepupuku. ‘Aku sudah transfer uang’. Segera saja
aku menyerbu ATM. Sebentar lagi masalah ini akan teratasi. Sebentar lagi aku
akan berjalan tanpa ada orang lagi yang mencegat. Senyumku mengembang.
Tapi itu tidak
lama. Mataku terbelalak. Saldo di kartu ATM-ku tidak berubah, artinya uang
transfer belum masuk. Aku deg-degan. Segera kuhubungi lagi sepupuku. Ia juga
kaget mendengarnya. Padahal ia yakin telah mentransfernya. Ia menyuruhku untuk
menunggu, mungkin selama 10 menit. Ok, aku menunggu lagi. 10 menit kemudian aku
mengeceknya. Nihil. Saldonya tidak bertambah. Aku mulai gugup. Masalah apa lagi
ini!
Waktu telah
menunjukkan pukul 20.15 WIB. Artinya waktuku semakin menipis. Aku kembali
menghubungi sepupuku. Dengan nada yang mulai cemas, aku memberitahunya.
“Aduh! Sebentar
sebentar. Kok belum masuk ya? Begini saja, aku akan mengirimkan ulang”. Dia
ikut cemas dengan kejadian ini.
Aku mulai tidak
bisa berpikir jernih. Aku bolak-balik di depan ATM sambil sesekali melihat jam.
Ayolah! Aku harus cepat balik ke dalam. Tiba-tiba aku mendapat ide. Segera saja
aku menelepon adikku. Kali aja ia dapat mentransfer uang. Sayang seribu sayang,
bukan tenang yang kudapat, tetapi malah tambah cemas. Beberapa kali aku
telepon, tak ada jawaban. Akhirnya dengan sedikit kesal aku hanya dapat mengirimkan
SMS. Aku berharap ia membaca SMS-ku dengan cepat.
5 menit berlalu.
Aku hanya dapat menunggu dan menunggu. HP-ku berbunyi. Satu SMS masuk, dari
adikku. ‘Aku sudah mentransfer uang. Coba di cek’. Segera saja aku berlari
masuk ke dalam ATM dan mengecek. Benar apa yang dikatakannya. Nominal saldonya
bertambah. Seraya memencet tombol di ATM, aku menghubungi sepupuku. Aku
memberitahunya, tidak perlu mengirim uang lagi karena adikku sudah
mengirimkannya. Lucunya, ketika aku mengatakan hal itu, ia baru saja memencet
tombol ‘OK’, pertanda ia telah mentransfer uang. Kesimpulannya, ia telah
mentransfer uang kepadaku sebanyak dua kali.
Tidak ada waktu
lagi untuk mengecek uang kirimannya. Pukul 20.20 WIB. sambil berlari kecil
menuju bandara, aku meminta maaf kepada sepupuku. aku berjanji akan mengecek,
apakah transfer yang ia lakukan berhasil atau tidak di lain waktu. Atau apakah
transaksi yang kedua pun sama seperti yang pertama, tidak berhasil?
Sekarang aku duduk
di waiting room. Pukul 20.30 WIB. Aku tak lama duduk di sana karena tak
berapa lama kemudian pengumuman kepada seluruh penumpang untuk segera menuju
pesawat. Itu adalah pesawatku.
Pesanku kepada
kawan-kawan, dalam perjalanan jauh, jangan sampai membawa uang pas-pasan. Bawalah
uang –yang dimaksud bukan uang yang ada di kartu ATM- sesuai dengan perkiraan
pengeluaran. Tidak usah banyak-banyak, tapi paling tidak mencukupi. Pastikan
kamu mempunyai uang yang dapat dipakai ketika dalam keadaan terjepit. Semua
uang itu tidak mesti dikumpulkan dalam satu tempat (misalnya di dompet). Letakkan
di beberapa tempat, di saku celana, saku baju, tas, atau bahkan kalau perlu di
dalam kaos kaki. Ini dapat menghindari kehilangan dalam jumlah besar apabila
kita mengalami kecopetan (semoga tidak pernah terjadi pada kita).
Selain itu hal
yang perlu diingat, tidak semua tempat mempunyai mesin ATM. Jikapun ada, bakal
banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Misalnya, ATM rusak,
uang di mesin ATM habis. Lebih parahnya lagi kamu mempunyai kartu ATM, tetapi
tidak ada uang di dalamnya (parah banget!). Mau minta transfer, eh malah
transfer tidak sampai-sampai. Mungkin uangnya terbang entah kemana.
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?