Minggu, 17 Maret 2013

AKU DAN PESAWAT (More Stories about ‘Pesawat’)


Oleh: Muhammad Qamaruddin

            Terus terang aku masih tertarik untuk berbicara tentang pesawat terbang. Apabila sebelumnya aku mengajak kawan-kawan untuk menaikinya. Kali ini aku akan bercerita tentang beberapa pengalamanku terkait pesawat terbang. Mungkin bisa memberikan pencerahan, atau mungkin bisa jadi bahan referensi untuk mempersiapkan diri ketika mau naik pesawat. Sedialah payung sebelum hujan. Fakkir qabla an ta’zhima. Berhentilah makan sebelum kenyang...(untuk yang terakhir, nyambung ga sih).

            Setiap orang yang pernah naik pesawat, pasti mempunyai pengalaman yang beragam jenisnya. Dari pengalaman lucu, menarik, aneh, sampai yang menakutkan. Ah, si burung besi ini memang mempunyai daya tarik yang luar biasa. Aku akan menyajikan beberapa potong kisahku dengan pesawat. Aku hanya ingin berbagi cerita, Silahkan simpulkan sendiri. So, selamat membaca.

Kelebihan Bagasi
            Saat aku ingin pulang ke Kalimantan beberapa waktu silam, aku membawa barang lebih banyak dari biasanya. Selain membawa satu koper penuh, tas laptop, aku juga membawa satu kotak besar yang sangat berat. Kotak itu bukanlah milikku. Itu adalah titipan dari sepupuku. Barang itu berupa kumpulan bahan baku pembuatan pin dan gantungan kunci yang kubelikan beberapa hari sebelumnya. Dia menitip untuk minta dibelikan. Konsekuensi atas pertolonganku mencarikannya barang, aku mendapat sumbangan dana yang tidak terikat. Walhasil, ada suntikan dana sebelum pulang.
Aku membawa semua barang itu ketika check in di bandara. Beginilah kira-kira percakapanku dengan mbak yang melayaniku kala itu.
            “Ada Bagasi?”, tanya mbak itu tanpa menoleh kepadaku.
            “Ada Mbak, dua”, jawabku sembari menunjuk koper dan kotak yang kubawa. Tanpa menunggu komando, langsung saja kunaikkan kotak ke atas penimbangan barang. Aku harus mendahulukan titipan ini daripada barangku sendiri. Itulah pertimbanganku untuk menjaga amanah. Satu barang telah masuk bagasi. Aku melanjutkan untuk menimbang koperku.
            “Kelebihan bagasi, Mas. Sampeyan harus bayar,” ucap mbak itu setelah melihat angka yang muncul di layar monitor penimbang barang tersebut.
            “Berapa?” Aku ragu-ragu bertanya. Aku benar-benar tidak kepikiran untuk masalah yang satu ini. Mudah-mudahan tidak ada masalah.
            “Kotak yang tadi beratnya 19 kg. Yang ini 16 kg. Kami cuma memberikan bagasi gratis 20 kg. Jadi kelebihan bagasinya 15 kg. Untuk 1 kg-nya adalah Rp 20.000,00. Jadi total biaya yang harus Mas bayar adalah Rp 300.000,00”. Aku bagai disambar gledek. Rp 300.000,00?? Mahal sekali. Aku merogoh dompet. Uangku Cuma Rp 200.000,00. Sekali lagi aku katakan, tak terlintas di pikiranku tentang kelebihan bagasi ini.
            Beberapa kali aku merayu mbak tersebut agar ia dapat meloloskan barangku. Tetap saja ia enggan. Ia taat peraturan. Aku duduk loyo di atas koper yang dikembalikan salah satu petugas. Apa yang harus kulakukan? Kotak titipan sepupuku sudah masuk. Tapi koperku? Aku tidak mungkin pulang tanpanya.
            Aku harus memutar otak. Bagaimanapun caranya aku harus dapat membawa koper ini. Setelah di usir dari depan loket, aku duduk di ujung ruangan. Check in yang kulakukan masih menggantung. Untungnya Mbak tadi memberikanku kesempatan untuk mengambil keputusan. Setelah beberapa lama berfikir, aku nekad melakukan hal yang tak lazim dilakukan orang-orang di bandara. Aku membongkar seluruh isi koperku. Coba bayangkan bagaimana orang-orang di sana melihat aku yang sedang melakukan hal tersebut di sebuah bandara besar. Mereka semua melongo melihat perilakuku. Mau apa lagi, aku harus membuang rasa malu untuk meloloskan barang-barangku.
            Aku mengeluarkan beberapa barang yang dapat meringankan berat koper ini. semua buku-buku dan beberapa barang-barang lain yang ada di dalamnya aku keluarkan.Atas tindakan ini, isi koperku pun menjadi berantakan. Semua mata orang-orang yang berlalu lalang di sana masih saja menatapku ingin tahu kenapa aku melakukan hal tersebut. Dengan bekas plastik yang kudapat di dalam koper –sepertinya plastik bekas yang sudah lama teronggok di sana- kumasukkan semua barang-barang itu. Semoga plastik ini dapat bertahan lama dengan berat ini. Aku kembali ke tempat check in. kutimbang lagi koper itu. 10 kg! Aku dapat menurunkan beratnya sepertiga dari berat awal! Lumayan lah.
            “10 Kg, Mas. Sama kotak yang tadi masih ada gratis 1 kg. Jadi yang harus di bayar 9 Kg. Total Rp 180.000,00”, Mbak itu menjelaskan. Oke, aku dapat membayarnya. Akhirnya keduanya dapat masuk bagasi. Aku menenteng plastik yang berisi beban 6 Kg. Belum jauh aku melangkah, plastik ini mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhannya. Akhirnya, plastik itu hanya dapat kupeluk untuk menghindari kerusakan yang fatal. Beberapa lubang mulai bertambah besar. Tas laptop menggantung di bahuku. Aku melangkah menuju waiting room.
            Pesanku untuk kawan-kawan, jangan lupa untuk mengira-ngira berat barang-barangmu yang akan masuk bagasi. Siapa tahu barangmu itu melebihi berat gratis yang diberikan maskapai penerbangan yang kamu naiki. Owh iya, beda maskapai penerbangan, beda pula gratis bagasi yang diberi. Jangan lupa juga untuk mengetahui berapa harga untuk 1 Kg-nya barang yang kelebihan bagasi. Biasanya tercantum di tiket yang kawan-kawan pegang.

Pajak di Bandara
            Masalah tidak sampai di situ saja. Aku memang dapat bernafas lega. Tapi ternyata masih ada masalah lain menanti. Ketika aku melangkah menuju waiting room, aku baru ingat adanya pajak di setiap bandara. Aduh! Aku melupakan hal penting lagi. Aku merogoh dompet yang ada di kantong celanaku. Hanya ada Rp 20.000,00 dari sisa pembayaran kelebihan bagasi tadi. Tiba-tiba dunia kembali berputar. Pusing.
            Aku tidak menyerah. Di dalam hati aku masih berdoa semoga pajak yang ada di bandara ini sesuai dengan uang yang kubawa. Setiap bandara kan mempunyai pajak yang berbeda. Pernahkah kamu menemukan bandara dengan pajak Rp 20.000,00?
            Aku melangkah tegap menuju loket pajak. Keringat dingin kembali bercucuran. Dari jauh aku melihat bacaan tersebut. Rp 35.000,00! Aku mengucek-ngucek mataku berharap aku salah lihat. Tetap saja tidak berubah. Aku mengambil uangku, Rp 20.000,00. Masih kurang Rp 15.000,00. Maju terus pantang mundur. Lagi-lagi aku harus membuang rasa maluku. Aku mencoba untuk melobi sang penjaga loket. Mungkin saja ia iba denganku dan mempersilahkanku masuk. Harapan hanya tinggal harapan. Penjaga tidak mengizinkanku melangkah ke dalam meski satu langkah sekalipun.
            “35.000 ya tetap 35.000, Mas. Ga bisa di tawar lagi”. Ucapnya datar sambil mempersilahkan penumpang yang lain untuk maju. Hah! Apa yang harus kulakukan. Aku mundur dan berdiri mematung tidak jauh dari tempat itu. aku masih saja memasang muka iba kepada penjaga loket tersebut. Sayang, tak ada respon sedikitpun. Huh! Tidak ada rasa kasihan sama sekali. Masa aku harus menengadahkan tangan, berharap ada orang yang bermurah hati memberikanku uang sebanyak Rp 15.000,00. Atau aku mencoba untuk meminta kepada siapapun yang ada di sini, toh tidak mungkin orang-orang membawa uang pas-pasan (kecuali aku,hehe). Hah! Aku benar-benar pusing.
Aku tidak bisa berdiam diri. Aku harus melakukan sesuatu yang masih bisa diterima akal. Tidak aneh-aneh. Aku memutar otak. Sepupuku! Benar sekali! Barang kirimannya telah menguras uangku. Aku harus menghubunginya. Ia harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Apakah tindakanku benar menyalahkan dia atas kejadian yang kualami ini? entahlah.
            “Ka, karena titipan Kakak, tadi aku kelebihan bagasi. Uangku habis untuk bayar bagasi. Sekarang aku tidak bisa masuk ke dalam karena dicegat oleh petugas pajak bandara. Kakak bisa transfer uang sekarang? Sebentar lagi aku berangkat,” jelasku. Singkat. Padat.
            “Hah! Kok bisa?? ok, sekarang kukirimkan. Tunggu sebentar. Maaf merepotkanmu ya”, jawabnya. Kututup telepon. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menunggu dan menunggu.
            Pesanku untuk kawan-kawan, jangan lupa, di setiap bandara mempunyai pajak yang harus kamu bayar. Nominal pajak yang harus dibayar pun beragam. Oleh karena itu, sisihkan uang untuk membayarnya. Jangan sampai kamu membawa uang pas-pasan ketika masuk bandara. Atau kamu akan dicegat dan tidak diperbolehkan untuk masuk. Apalagi jikalau kejadian itu kamu alami setelah kamu telah memasukkan barang-barang ke bagasi pesawat. Maju kena, mundur pun kena.
           
ATM, Kok Belum Masuk-Masuk Juga?
            Pesawatku lepas landas pukul 20.40 WIB. Waktu sekarang menunjukkan 19.50 WIB. Dalam keadaan biasa, rentang waktu tersebut masih bisa disebut lama. Tapi ketika berada di bandara sebelum keberangkatan, rentang waktu tersebut tidak bisa disebut lama. Aku harus bertindak cepat, atau aku akan ketinggalan pesawat. Aku bertanya kepada salah seorang pegawai bandara, di mana letak ATM. Ia menunjuk keluar.
            “Di ujung Mas”, terangnya kepadaku.
            Tahukah  kawan-kawan, aku tidak mengira letak ATM yang ada di bandara tersebut sangat jauh. Mau tak mau aku harus ke sana. Untung kakiku masih mau menuruti kehendakku. Aku seret dia berjalan kesana.
            Mesin ATM terletak di sebelah pintu kedatangan, artinya aku menyeberang dari pintu keberangkatan menuju ke pintu kedatangan. Jauh sekali, untungnta masih di kawasan bandara. Seandainya berada di luar bandara, pupus sudahlah harapanku. Pukul 20.05 WIB, aku mendapat SMS dari kakak sepupuku. ‘Aku sudah transfer uang’. Segera saja aku menyerbu ATM. Sebentar lagi masalah ini akan teratasi. Sebentar lagi aku akan berjalan tanpa ada orang lagi yang mencegat. Senyumku mengembang.
            Tapi itu tidak lama. Mataku terbelalak. Saldo di kartu ATM-ku tidak berubah, artinya uang transfer belum masuk. Aku deg-degan. Segera kuhubungi lagi sepupuku. Ia juga kaget mendengarnya. Padahal ia yakin telah mentransfernya. Ia menyuruhku untuk menunggu, mungkin selama 10 menit. Ok, aku menunggu lagi. 10 menit kemudian aku mengeceknya. Nihil. Saldonya tidak bertambah. Aku mulai gugup. Masalah apa lagi ini!
            Waktu telah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Artinya waktuku semakin menipis. Aku kembali menghubungi sepupuku. Dengan nada yang mulai cemas, aku memberitahunya.
            “Aduh! Sebentar sebentar. Kok belum masuk ya? Begini saja, aku akan mengirimkan ulang”. Dia ikut cemas dengan kejadian ini.
            Aku mulai tidak bisa berpikir jernih. Aku bolak-balik di depan ATM sambil sesekali melihat jam. Ayolah! Aku harus cepat balik ke dalam. Tiba-tiba aku mendapat ide. Segera saja aku menelepon adikku. Kali aja ia dapat mentransfer uang. Sayang seribu sayang, bukan tenang yang kudapat, tetapi malah tambah cemas. Beberapa kali aku telepon, tak ada jawaban. Akhirnya dengan sedikit kesal aku hanya dapat mengirimkan SMS. Aku berharap ia membaca SMS-ku dengan cepat.
            5 menit berlalu. Aku hanya dapat menunggu dan menunggu. HP-ku berbunyi. Satu SMS masuk, dari adikku. ‘Aku sudah mentransfer uang. Coba di cek’. Segera saja aku berlari masuk ke dalam ATM dan mengecek. Benar apa yang dikatakannya. Nominal saldonya bertambah. Seraya memencet tombol di ATM, aku menghubungi sepupuku. Aku memberitahunya, tidak perlu mengirim uang lagi karena adikku sudah mengirimkannya. Lucunya, ketika aku mengatakan hal itu, ia baru saja memencet tombol ‘OK’, pertanda ia telah mentransfer uang. Kesimpulannya, ia telah mentransfer uang kepadaku sebanyak dua kali.
            Tidak ada waktu lagi untuk mengecek uang kirimannya. Pukul 20.20 WIB. sambil berlari kecil menuju bandara, aku meminta maaf kepada sepupuku. aku berjanji akan mengecek, apakah transfer yang ia lakukan berhasil atau tidak di lain waktu. Atau apakah transaksi yang kedua pun sama seperti yang pertama, tidak berhasil?
            Sekarang aku duduk di waiting room. Pukul 20.30 WIB. Aku tak lama duduk di sana karena tak berapa lama kemudian pengumuman kepada seluruh penumpang untuk segera menuju pesawat. Itu adalah pesawatku.
            Pesanku kepada kawan-kawan, dalam perjalanan jauh, jangan sampai membawa uang pas-pasan. Bawalah uang –yang dimaksud bukan uang yang ada di kartu ATM- sesuai dengan perkiraan pengeluaran. Tidak usah banyak-banyak, tapi paling tidak mencukupi. Pastikan kamu mempunyai uang yang dapat dipakai ketika dalam keadaan terjepit. Semua uang itu tidak mesti dikumpulkan dalam satu tempat (misalnya di dompet). Letakkan di beberapa tempat, di saku celana, saku baju, tas, atau bahkan kalau perlu di dalam kaos kaki. Ini dapat menghindari kehilangan dalam jumlah besar apabila kita mengalami kecopetan (semoga tidak pernah terjadi pada kita).
Selain itu hal yang perlu diingat, tidak semua tempat mempunyai mesin ATM. Jikapun ada, bakal banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Misalnya, ATM rusak, uang di mesin ATM habis. Lebih parahnya lagi kamu mempunyai kartu ATM, tetapi tidak ada uang di dalamnya (parah banget!). Mau minta transfer, eh malah transfer tidak sampai-sampai. Mungkin uangnya terbang entah kemana. 


           

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?