Oleh: Muhammad Qamaruddin
Anita duduk di
atas kursi roda. Kepalanya masih terbungkus perban. Dia hanya diam dengan
pandangan kosong. Nana menangis tak henti-hentinya, sehingga suaranya pun bisa
terdengar dengan radius lima puluh meter lebih. Sedangkan Lia menaburkan bunga di atas makam Henny.
dari kejauhan, Anton menyaksikan mereka sambil bersandar di mobil. Mama Anita berdiri di
samping Anita sambil memegang pundak anak perempuannya tersebut. Ayah Anita
nampak dari kejauhan sedang melihat mereka. Beberapa anggota keluarga Anita pun
turut hadir.
Satu minggu sudah sejak kecelakaan
tragis itu. Anita baru saja diizinkan untuk keluar dari rumah sakit. pemakaman
telah dilaksanakan 2 hari setelah kecelakaan itu. Anita, walaupun hanya
mengalami pendarahan di kepala yang tidak terlalu parah, namun telah membuatnya
koma hampir 3
hari lamanya. malang
nasib dialami Henny, kecelakaan itu telah merenggut nyawanya. Pendarahan hebat
menyebabkan dia tidak bisa bertahan lama. Sopir truk yang pada saat itu sempat
melarikan diri pun sekarang berada di kantor polisi setempat untuk dimintai
keterangan bagaimana insiden tersebut bisa terjadi.
Anita, yang sebenarnya sangat
periang, setelah mengalami kecelakaan itu lebih banyak berdiam diri setelah
mengetahui bahwa kecelakaan yang mereka alami itu telah merenggut salah satu
teman terbaiknya. Mungkin dia sedang mengalami trauma yang sangat menggoncang
jiwanya.
Hari ini, ketika keluarganya ingin
membawanya ke rumah, dia malah meminta untuk dibawa dulu ke makam Henny.
Mamanya sempat enggan untuk menuruti kehendak anaknya itu, tapi Ayahnya
memberikan pengertian kepada Mamanya agar memberikan kesempatan kepada Anita
untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kawan yang selalu membantunya
tersebut.
“Huuu……Kenapa Henny? kenapa? Kau
mengalami kejadian tragis seperti ini…….? huu…..,” tangis Nana menggema. Ketika
Lia mendengarnya, dia bangkit dan segera memeluk temannya tersebut. Tak terasa
air mata yang dari tadi ditahannya, akhirnya merembes keluar juga.
“Sudahlah Na….kita terima apa yang
telah diputuskan Tuhan…..,” ucap Lia sambil memeluk Nana.
Tak ada sepatahkan pun diucapkan
Anita pada saat itu. Matanya terus tertuju pada makam yang ada di depannya. Tak
ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya saat itu.
* * *
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?