Minggu, 17 Maret 2013

Sebuah Cerita Bersambung (bag 9)


Oleh: Muhammad Qamaruddin

Anita duduk di atas kursi roda. Kepalanya masih terbungkus perban. Dia hanya diam dengan pandangan kosong. Nana menangis tak henti-hentinya, sehingga suaranya pun bisa terdengar dengan radius lima puluh meter lebih. Sedangkan Lia menaburkan bunga di atas makam Henny. dari kejauhan, Anton menyaksikan mereka sambil bersandar di mobil. Mama Anita berdiri di samping Anita sambil memegang pundak anak perempuannya tersebut. Ayah Anita nampak dari kejauhan sedang melihat mereka. Beberapa anggota keluarga Anita pun turut hadir.

            Satu minggu sudah sejak kecelakaan tragis itu. Anita baru saja diizinkan untuk keluar dari rumah sakit. pemakaman telah dilaksanakan 2 hari setelah kecelakaan itu. Anita, walaupun hanya mengalami pendarahan di kepala yang tidak terlalu parah, namun telah membuatnya koma hampir 3 hari lamanya. malang nasib dialami Henny, kecelakaan itu telah merenggut nyawanya. Pendarahan hebat menyebabkan dia tidak bisa bertahan lama. Sopir truk yang pada saat itu sempat melarikan diri pun sekarang berada di kantor polisi setempat untuk dimintai keterangan bagaimana insiden tersebut bisa terjadi.
            Anita, yang sebenarnya sangat periang, setelah mengalami kecelakaan itu lebih banyak berdiam diri setelah mengetahui bahwa kecelakaan yang mereka alami itu telah merenggut salah satu teman terbaiknya. Mungkin dia sedang mengalami trauma yang sangat menggoncang jiwanya.
            Hari ini, ketika keluarganya ingin membawanya ke rumah, dia malah meminta untuk dibawa dulu ke makam Henny. Mamanya sempat enggan untuk menuruti kehendak anaknya itu, tapi Ayahnya memberikan pengertian kepada Mamanya agar memberikan kesempatan kepada Anita untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kawan yang selalu membantunya tersebut.
            “Huuu……Kenapa Henny? kenapa? Kau mengalami kejadian tragis seperti ini…….? huu…..,” tangis Nana menggema. Ketika Lia mendengarnya, dia bangkit dan segera memeluk temannya tersebut. Tak terasa air mata yang dari tadi ditahannya, akhirnya merembes keluar juga.
            “Sudahlah Na….kita terima apa yang telah diputuskan Tuhan…..,” ucap Lia sambil memeluk Nana.
            Tak ada sepatahkan pun diucapkan Anita pada saat itu. Matanya terus tertuju pada makam yang ada di depannya. Tak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya saat itu. 

* * *
           

0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?