Oleh: Yevi Yusnanda
“Dalam
sebuah penelitian disampaikan bahwa pemain basket yang memiliki akurasi 85%
telah melakukan lebih dari 500.000 kali lemparan sepanjang karirnya.”
(Felix Y.Siauw)
Suatu sore,
seorang sahabat saya bernama Arsyad Haikal sedikit bercerita tentang buku
barunya yang berjudul “How to master your habits?”. Saat melihat sampul
depannya saya langsung tertarik untuk membaca. Padahal judul bukunya terkesan
biasa saja bagi saya yang juga hobi mengoleksi buku bacaan islami. Namun saat
saya menilik sekilas profil penulisnya yang ternyata dia adalah seorang mualaf, saya pun bertekad untuk menamatkan buku
setebal 169 halaman itu dalam dua hari. Singkat cerita dua minggu waktu
berlalu, namun amat disayangkan buku itu baru setengahnya selesai saya baca.
Padahal niat awal saya harus menamatkan buku itu dalam dua hari, namun
kenyataanya sedikit kurang manis terasa.
Tapi sedikitpun
saya tidak merasa kecewa dan putus asa pada diri saya yang begitu lalai dan
lengah. Saya mendapatkan pelajaran lebih dari apa yang saya harapakan dari buku
itu. Inti dari buku terbitan ‘Khilafahpress’ itu hanya dua, yaitu untuk
membentuk suatu kebiasaan (habits) kita harus berani untuk “praktek” atau bahasa inggrisnya lebih
dikenal dengan istilah practice. Kemudian poin yang kedua yaitu
bagaimana kita mampu untuk mengulang-ulang (repetition), apa yang sudah
kita lakukan itu. Ringkas isi dari buku itu hanyalah bagaimana kita mampu
membiasakan sesuatu yang baik hingga terbentuk sebuah kebiasaan dan karakter
dalam diri kita.
Habits merupakan
segala sesuatu yang kita lakukan secara otomatis tanpa perencanaan, bahkan kita
mampu melakukannya tanpa berpikir terlebih dahulu. Di samping itu habit juga
hasil daripada pengulangan suatu aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Hal
yang paling penting dalam habit adalah berani untuk memulai (Baca: praktek) dan
berani bertahan untuk melakukan repetisi (Baca: pengulangan). Suatu kebiasaan
merupakan hasil dari pada pengulangan. Semakin kita sering mengulang-ulang
sesuatu maka semakin terbiasa dan ahli dengan sesuatu itu. Kebiasaan akan
membentuk suatu pola pikir yang akan membentuk karakter kepribadian kita.
Pernahkah kita berpikir mengapa anak yang berumur 5 tahun di Inggris mampu
berbicara dengan bahasa inggris lebih fasih daripada dosen berusia 50 tahun di
Indonesia? Pernahkah kita bertanya kenapa bintang film kungfu yang memiliki
gerakan begitu cepat? Pernahkah kita meneliti kenapa setiap negara memiliki
hantu favorit masing-masing? Orang barat takut pada drakula, orang Indonesia
takut pada pocong dan kuntilanak, orang Cina takut pada vampire. Semua itu
merupakan hasil buah daripada kebiasaan yang selalu diulang-ulang. Apakah kita
ingat sewaktu kita masih kecil sang ibunda menakuti kita dengan kata-kata,
“Hati-hati ya kalau pulangnya telat, abis maghrib bapak-bapak setan pada keluar
mencari anak-anak”, “Ayo buruan tidur kalau nggak nanti diambil sama
hantu ronda malam”, akhirnya dari kebiasaan itu maka terbentuklah phobia setan
pada diri kita hingga sampai saat ini. Apapun pekerjaan kita jika dilakukan
secara terus menerus dan diulang-ulang maka pekerjaan itu akan merasa suatu hal
yang mudah dan melekat dalam kepribadian kita.
Memang untuk
memulai sesuatu yang baru itu terasa tidak gampang. Butuh kerja keras dan
kesabaran penuh. Habit itu ibarat jalan setapak. Pernahkah kita bertanya
kenapa jalan setapak itu tidak ditumbuhi rumput? Iya benar sekali, karena jalan
itu selalu dilewati dan dilintasi. Namun pernahkah kita menyadari kalau jalan
setapak itu juga awalnya dari hutan yang lebat? Hanya karena ada orang pertama
yang membabat, mencakul dan menyusun batu diatasnya hingga terbentuklah jalan
kecil itu. Awalnya memang terasa sulit dan memberatkan. Namun karena terus
dibiasakan akhirnya terasa mudah begitu saja.
Karena itu pula
nabi kita Muhammad SAW berpesan kepada kita semua bahwa amal yang disukai oleh
Allah bukan hanya dari segi banyaknya saja. Tapi juga suatu amalan yang
dilakukan dengan terus menerus dan konsisten. “Sesungguhnya amalan yang
paling disukai oleh Allah yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus (HR.
Bukhari Muslim).
Suatu hari saya
pernah bertanya kepada pengasuh pondok pesantren UII. Sambil malu-malu saya
langsung ke poin pertanyaan yang ingin saya tanyakan “Ustadz gimana ya caranya
supaya kita bisa konsisten shalat berjamaah?” kemudian ustadz itu menjawab
dengan singkat “Ya jamaah saja tiap hari”, saya pun bingung dengan jawaban sang
ustaz, “Iya itu dia yang saya tanyakan ustadz, caranya bagaimana ya?”, “Iya
jamaah saja tiap hari” ujar ustadz itu tersenyum lebar.
Sedikit banyak
dari kita menyangka kalau shalat berjamaah itu merupakan masalah motivasi atau
rasio, namun kalau kita mau berpikir justru shalat berjamaah itu berawal dari habit
atau kebiasaan. Jadi kalau kita tidak pernah membiasakan maka kita tidak akan
pernah merasakan indahnya shalat berjamaah. Kuncinya hanya terletak pada
kemauan dan kebiasaan. Walaupun berawal dari keterpaksaan, asalkan selalu
dibiasakan maka suatu keindahan itu akan menjadi benar-benar indah.
Perjalanan untuk
membentuk habit tidaklah mudah. Banyak rintangan yang harus dilalui.
Jalan habit Jarang sekali dihiasi oleh kelapangan dan kemudahan. Sebagimana
saat kita ingin melakukan kebaikan yang selalu dipenuhi oleh godaan syetan yang
tak diundang. Dalam buku karangan Felix Y. Siauw tersebut juga dituliskan
tentang jenis-jenis godaan syetan, yang diambil dari buku dasar-dasar godaan
syetan bagi pemula, yang dituliskan oleh syaithani Rajiim, yang dijadikan
sebagai buku saku wajib bagi syaithan yang mulai memasuki perguruan tinggi.
Tehnik pertama
yang paling digemari syaithan yaitu dengan menggunakan kata “Mendingan”,
contohnya, “sudahlah sob berhenti saja jamaahnya, MENDINGAN kamu nggak jamaah
sekali daripada orang lain yang sama sekali tidak shalat”. Kemudian Tehnik yang
kedua, syaithan sangat mahir dalam menggunakan frase “yang lain juga begitu
kok”, contohnya “ah nggak papa aku merokok, YANG LAIN JUGA BEGITU KOK, kiayi
aku aja perokok berat”. Nah kemudian tehnik syaithan yang ketiga tidak kalah
bernas dengan pertama dan kedua. Tehnik ini juga sangat berbahaya jika
dibiarkan hidup begitu saja. Ternyata sejak dilahirkan syaithan telah menggenal
frase “Sekali iniii aja”. Contoh kasus “wah selama ini aku sudah sering shalat
berjamaah, teman-temanku juga tau kalau aku orang paling abid di pondok, tapi
sore ini aku capek banget habis pulang kuliah, lagian kuliah hari ini full
lagi, SEKALI INIII AJA aku nggak berjamaah kan nggak ada masalah toh”.
Begitulah
tehnik-tehnik syaithan yang membuat kita tersenyum-senyum sendiri karena
mengakui kebenarannya. Toh sepertinya selama ini kita selalu dikalahkan oleh
syaithan yang menjadi musuh buyutan kita. Kenapa kita bisa kalah dengan
syaithan? Jawabannya singkat saja, karena syaithan itu tidak nampak.
Bayangkan coba kalau syaithan itu nampak, apa jadinya?. Wah nggak
kebayang apa jadinya. Kenyataan memang begitu adanya. Selama ini kita
sering dikalahkan oleh syaithan, mulai dari pemikiran hingga perbuatan kita
terjerembab ke arah yang salah. Bila kita ingin berubah dan membentuk habit,
maka kita harus mendirikan papan “warning!” untuk mengetahui tanda syaithanzone.
Kita harus meningkatkan kewaspadaan kita terhadap tehnik-tehnik syaithan yang
jelas-jelas tidak terlihat. Keras pada diri sendiri itu merupakan hal yang
paling penting untuk menciptakan habit dalam diri kita. Terus melakukan
disiplin dan sedikit memaksakan diri untuk tidak terlalu lengah dengan
kemalasan dan alasan yang itu merupakan jelas tehnik syaithan.
Setidaknya dari
tulisan ini kita telah mengetahui sedikit tehnik ampuh godaan syaitan. Dimulai
dari frase “mendingan” yang memaksakan kita untuk membandingkan keadaan kita
dengan orang lain yang tentunya lebih buruk dari kita. Kemudian frase “yang
lain juga begitu”, frase ini membuat kita merasa tidak pantas untuk disalahkan,
padahal kita menyadari perbuatan itu dibawah standar kebaikan yang diharapkan.
Kemudian frase yang ketiga “sekali iniii aja” yang juga sangat berbahaya bagi
kita yang telah mampu membentuk sebuah habit yang baik.
Itu semua
berpulang kepada kita. Apakah kita mampu atau tidak. Ada yang mengatakan mampu
karena dia memang benar-benar ingin membentuk sebuah habit yang baik. Ada
yang mengatakan tidak karena memang dia belum memiliki niat dan tekad yang kuat
untuk berubah menjadi lebih baik. Toh kita sadar semua orang memiliki
keterbatasan dan problema hidup masing-masing. Semua kita bisa saja mencari
alasan dalam bentuk apapun itu. Kita bisa saja mencari alasan untuk menjawab
pertanyaan kenapa kita gagal. Kitapun bisa merangkai kata yang indah untuk menjelasakan alasan
kenapa kita berhasil. Semua itu adalah pilihan kita. Kita bisa merangkai
berjuta kata untuk membuat alasan di dunia, namun ketahuilah alasan itu tidak
akan pernah dianggap dan hanya angin bualan belaka di akhirat nanti.
Semoga dengan
tulisan ini ita dapat memotivasi diri untuk terus melangkah dalam kebajikan.
Sebelum tulisan ini berujung, penulis ingin menyisipkan sebuah firman Allah SWT
“Pada hari itu diberitahukan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan
apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,
meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.(QS Al-Qiyamah[75]:13-15).
Yevi
Yusnanda
Mahasiswa
Manajemen UII
Santri
PP UII
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?