Minggu, 02 Juni 2013

MERANANYA SARANA DAN PRASARANA FIAI*



 Oleh: Muhammad Qamaruddin
Reporter: Suharyanto, Alif Maelani 

Akhir-akhir ini, sarana dan prasarana FIAI, khususnya di ruang perkuliahan menuai keluhan dari para mahasiswa. Sebenarnya masalah apa yang ada pada sarana dan prasarana FIAI? Bagaimana tanggapan pihak fakultas mengenai hal ini?


           
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sarana tersebut dapat berupa alat atau media. Sedangkan prasarana merupakan segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Hal ini dapat berupa usaha, pembangunan, proyek, dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa sarana dan prasarana di dalam ruang perkuliahan. Misalnya saja papan tulis, LCD, microfon (sound system), kursi, dan beberapa alat lainnya. Semuanya itu menjadi alat pendukung dalam proses belajar mengajar. Ruang (perkuliahan) itu sendiri pun mempunyai standar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan rasa nyaman dalam belajar.
Sayangnya, belakangan ini para mahasiswa banyak yang mengeluhkan hal tersebut. Beberapa mahasiswa FIAI menyampaikan uneg-uneg mereka terkait sarana dan prasarana ruang perkuliahan. “Sarana dan prasarana dalam sebuah ruang perkuliahan seharusnya dapat memberikan kenyamanan, sehingga proses belajar mengajar menjadi kondusif,” tanggap Rohman, mahasiswa Ekonomi Islam 2010 dalam suatu kesempatan. Dari beberapa wawancara dengan beberapa mahasiswa, ada dua hal yang sering sekali disinggung, yaitu LCD (proyektor) dan ruang perkuliahan.
Pertama dari LCD. Hampir seluruh proses belajar dan mengajar di ruang perkuliahan selalu menggunakan alat ini. Ironisnya, salah satu fasilitas ini masih saja menjadi permasalahan di kalangan warga FIAI. Rusaknya beberapa LCD di ruang perkuliahan FIAI tidak lagi menjadi rahasia umum bagi mahasiswa FIAI. Hampir seluruh mahasiswa telah mengetahui hal tersebut. ‘LCD bersemut’ adalah salah satu jargon yang sangat familiar dari para mahasiswa.
Lain halnya mengenai ruang perkuliahan FIAI. Setidaknya ada tujuh ruang perkuliahan yang dimiliki oleh FIAI. Dari ketujuh ruangan ini, tiga di antaranya merupakan ruangan kecil yang berada di sudut-sudut gedung. Anehnya seluruh ruangan perkuliahan tersebut berada di Fakultas Teknik Industri (FTI) di Gedung Mas Mansur, bukan di FIAI sendiri.
Terkait kapasitas ruang perkuliahan, para mahasiswa mengeluhkan tiga ruang perkuliahan dengan kapasitas kecil. Hal ini disebabkan ada beberapa mata kuliah dengan jumlah mahasiswa yang banyak ditempatkan di ruangan tersebut. Dengan keadaan seperti itu, mereka merasa bahwa proses belajar dan mengajar menjadi sangat tidak kondusif. Ruangan tersebut terlalu sempit dengan jumlah mahasiswa yang banyak.
Para mahasiswa juga menyinggung empat ruang perkulihan lainnya. Mereka mengeluhkan sarana kipas angin yang hanya berjumlah satu buah. “Untuk kapasitas ruang sebesar itu, seharusnya memasang lebih dari satu kipas angin,” tutur Fathir, Mahasiswa Hukum Islam 2010. Selain itu, pernah salah satu dosen menyampaikan rasa tidak nyamannya mengajar di kelas tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya minim sarana pendingin kipas angin (baca: kipas angin).  
Selain itu, terhitung mulai dari awal semester empat ini, ada beberapa mata kuliah yang mendapat jatah kelas di Gedung K.H. Wahid Hasyim FIAI. Tepatnya berada di ruang kelas di samping kantor PKBHI. Padahal apabila dilihat dari segi kualitas ruangan itu sendiri sepertinya masih sangat jauh dari kenyamanan.  Ruangannya kecil dan pengap.
Salah satu alasan mengapa ruangan kelas di Gedung K.H. Wahid Hasyim tersebut difungsikan, adalah mempertimbangkan kondisi fisik beberapa Dosen FIAI. Beberapa dosen memang sengaja diletakkan di ruangan yang ada gedung tersebut, mengingat ruang perkuliahan FIAI berada jauh di FTI.
Ada juga yang beralasan karena adanya bentrokan jadwal kuliah antara kelas yang satu dengan lainnya. Mengingat bertambah banyaknya mahasiswa FIAI itu sendiri. Oleh karena itu, FIAI memerlukan lokasi baru untuk menampung seluruh mahasiswa FIAI.
Rohman –sapaan akrab Nurrohman– menambahkan bahwa apabila dibandingkan dengan fakultas lain, fasilitas ruang perkuliahan FIAI masih banyak yang kurang. Mulai dari proyektor yang sering error, sampai pada mic yang kadang sering tidak bunyi. Selain itu meskipun sama-sama kuliah di FTI, tapi ruang kuliah FTI sudah mempunyai komputer masing-masing. Sehingga para dosen pun tidak perlu repot-repot membawa laptop.
            Ia juga menyinggung masalah staf pengajaran yang kadang tidak bisa menghidupkan LCD ketika rusak. Ia berpendapat seharusnya ada salah satu yang mahir dalam masalah itu. “Atau kalau ngga, mereka belajar teknisi masalah proyektor aja, jadi kalo ada masalah langsung bisa diperbaiki,” ungkapnya. Ia juga menyarankan adanya tindakan cepat dari staf pengajaran untuk bisa mengecek terlebih dahulu ruangan perkuliahan, mungkin seperti menghidupkan proyektor sebelum perkuliahan dimulai.
Senada dengan hal itu, Laila Rahmawati, mahasiswa PAI 2010 menuturkan bahwa perlu adanya perbaikan dari banyaknya kekurangan yang ada di fakultas. Kekurangan-kekurangan itu menyebabkan sebagian mahasiswa merasa kurang nyaman dan kurang puas dengan apa yang ada sekarang. Ada sebagian LCD yang bermasalah dan kadang tidak berfungsi dengan baik, sehingga menggangu perjalanan kuliah yang ada. Ia juga mengamini tentang masalah ruangan yang tidak sesuai dengan kapasitas mahasiswa.
Adapun tentang fasilitas yang ada Gedung K.H. Wahid Hasyim sendiri, ia sedikit menyinggung tentang adanya beberapa kamar mandi yang rusak, wastafel, dan  kipas angin yang tidak bisa berfungsi, tepatnya di mushalla bagian puteri.

Pihak Fakultas Tidak Tinggal Diam
Dalam wawancara singkat, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH,. M. Hum, Dekan FIAI menjelaskan bahwa ia sudah lama mengetahui permasalahan ini. Baginya sendiri, sebenarnya sarana dan prasana di FIAI sudah memenuhi standar. Tidak ada masalah dengan kursi, meja dosen, papan tulis, dan yang lainnya. Hanya saja kadang ada hal yang tidak dapat dihindari, salah satunya adalah kerusakan alat.
Tidak hanya mendengar langsung dari mahasiswa, bahkan ia sempat melihat langsung kerusakan tersebut. “Hampir setiap minggu saya mengeceknya. Apabila ada kerusakan, misalnya LCD, saya langsung menghubungi kepala divisi untuk segera memperbaikinya atau menggantinya. Anda lihat sendiri, LCD di beberapa ruangan sudah diganti bukan?” jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa memang tidak semua bagian umum yang mengurusi presensi dapat mengotak-atik LCD. “Namanya juga manusia, Dek. Pasti ada salah,” tuturnya. “Yang pastinya mereka harus mendapatkan pelatihan, khususnya bagi mereka yang belum menguasai cara menjalankan LCD,” ucapnya di akhir wawancara.
Apa yang disampaikan oleh Dekan FIAI sedikit berbeda dengan yang sampaikan oleh salah seorang staf umum bagian presensi mahasiswa. Saat ditemui di kantornya, ia mengatakan bahwasanya bagian presensi sendiri tidak tahu menahu apabila terjadi kerusakan pada LCD. Yang mereka ketahui hanyalah sekedar menghidupkan lalu kemudian mematikannya saja.
Untuk masalah menghubungkannya dengan media seperti komputer, mereka tidak mengetahuinya. Apalagi jika terjadi kelainan antar kabel yang satu dengan lainnya. “Sampai saat ini bagian presensi sendiri belum pernah mendapatkan bimbingan khusus mengenai masalah LCD tersebut,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya, masalah LCD ini sudah dilaporkan sesuai dengan prosedur yang ada yaitu ke bagian akademik, lalu ke bagian perbekalan. Dari sana akan ditindaklanjuti oleh pihak fakultas ke rektorat. Adapun persetujuan pencairan dana tergantung dari keputusan Badan Wakaf. Sejauh ini dari pihak Badan Wakaf sendiri belum ada tanda-tanda untuk memberikan respon.
            Sutaryo dari Bagian Perbekalan FIAI merespon masalah ini. Mengenai sarana dan prasarana FIAI yang kurang memenuhi keinginan mahasiswa, ia mengamini hal tersebut. Banyak dari mahasiswa yang merasa kecewa dan tidak puas dengan fasilitas yang ada, contohnya kipas angin, LCD, kursi, dan yang lainnya. Ada pula masalah ruang kuliah yang kadang tidak sesuai dengan kapasitas mahasiswa pada saat kuliah.  Belum lagi ruang kuliah yang pengap dan panas. Semua itu sangat mengganggu proses belajar mengajar. Walhasil, mahasiswa kurang bisa berkonsentrasi dalam belajar.
“Sebelum perkulahan dimulai, bagian perbekalan pernah mengajukan ke Dekanat untuk pembenahan atau perbaikan sarana dan prasana yang ada di ruang kuliah FIAI, baik terkait LCD, meja, kursi kuliah, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan di mushalla. Semua itu dilakukan guna menunjang proses belajar mengajar yang ada di fakutas. Namun hingga saat ini semua apa yang dibutuhkan belum juga terpenuhi,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa barang sarana dan prasarana di fakultas lain kebanyakan sudah terpenuhi semua, akan tetapi permintaan sarana prasarana yang di pesan dari pihak FIAI belum juga terpenuhi. Dari informasi yang beliau dapatkan bahwa surat yang di ajukan dari pihak fakultas (FIAI) terselip dan tidak di ketahui di pihak badan wakaf.
Oleh karena itulah, perwujudan sarana prasarana yang selama ini di impikan oleh pihak fakultas, baik dari mahasiswa ataupun dosen belum bisa terpenuhi. Sehingga beliau mengambil kesimpulan bahwa kesalahan tidak terlaksananya perwujudan sarana prasarna yang ada di lingkungan FIAI tidak sepenuhnya kesalahan dari pihak fakultas.
Terkait masalah pengoperasian fasilitas yang ada di ruang kuliah, dari fakultas juga telah memberikan pelatihan khusus kepada petugas piket untuk mengoperasikan segala fasilitas yang ada dalam ruang kuliah. Sayangnya, ada beberapa dosen yang kurang mempercayai kemampuan petugas untuk mengoprasikannya.
Dari pihak perbekalan menyarakan kepada seluruh mahasiswa dan orang-orang yang menggunakan fasilitas agar merawat dan menjaganya. Bagian perbekalan juga mengungkapkan agar setiap lembaga atau orang-orang yang ingin menggunakan ruangan, atau fasilitas yang lain agar mengajukan surat ke bagian perbekalan minimal 3 hari sebelum pelaksanaan acara.
            Dr. Hujair AH. Sanaky, MSI, salah seorang Dosen tetap FIAI ikut memberikan tanggapan terkait masalah ini. Ia berpendapat bahwa secara umum kita sudah memenuhi standar. Dari segi kelas, kursi, sound, dan lain-lain. “Kita cukup terpenuhi dari pada perguruan tinggi lain,” ungkapnya.
Ia merasa bahwa belum ada controling secara rutin terkait sarana dan prasarana yang ada, khusunya terkait masalah elektronik. Hal ini menyebabkan alat-alat elektronik yang ada kurang bisa digunakan secara maksimal ketika perkuliah berlangsung. Menurutnya, ini sangat mengganggu proses belajar mengajar mahasiswa.
Ia menyarankan jika ada LCD yang kurang memenuhi standar segera diganti. Tindakan ini diambil untuk terlaksananya pembelajaran yang maksimal. “Seharusnya ada penambahan kipas angin di setiap ruangan, agar tercipta ruangan yang sejuk, sehingga tercipta pembelajaran yang nyaman. Ada pelatihan khusus bagi para karyawan, khususnya yang bertanggung jawab terhadap ruang kuliah dalam mengoperasikan alat-alat elektronik maupun yang lainnya, sehingga tidak ada lagi kerusakan dan kesalahan dalam bertindak.”
Selain itu ia juga menyarankan pihak pengajaran atau perbekalan dan rumah tangga harus rutin dalam melakukan kontrol terhadap semua fasilitas yang ada di FIAI atau pun yang ada di ruang kuliah sebelah utara. Minimal satu bulan sekali diadakan kontol terhadap semua peralatan yang ada, baik itu dari sarana prasana elektronik ataupun sarana dan prasarana yang lain.


 *Berita ini menjadi Laporan Utama pada Buletin Deru Pos LPM Pilar Demokrasi FIAI UII Edisi April/LPM-PD/FIAI-UII/2013




0 komentar:

Posting Komentar

apa komentar anda tentang bacaan ini?