...dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. an-Nisaa [4]: 29)
Belum hilang dari benak kita, sebuah peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh Muchamad Syarif di Masjid Mapolresta Cirebon saat salat Jum’at 15 April 2011 silam. Sejumlah orang terluka parah, termasuk Kapolresta Cirebon AKBP Herukoco. Polisi masih menduga-duga motif pelaku dalam melakukan perbuatan yang agak tidak waras ini. Semuanya masih samar-samar. Tentunya kita sebagai warga Negara yang baik, akan turut prihatin dengan peristiwa-peristiwa yang mencoreng muka Indonesia. Ironisnya, rentetan peristiwa teror bom terus saja berlanjut. Salah satunya terjadi di sekitar Gereja Christ Cathedral, Serpong, Tangerang, Banten (Kompas, 22/04/2011).
Indonesia sedang mengalami masa yang meresahkan. Teror bom terjadi di sana sini. Bom bunuh diri dan paket bom menjadi andalan. Sejarah terus melukiskan kuas di atas ranah Indonesia tentang perjalanan bom di Indonesia. Anehnya, kadang agama pun menjadi korban. Apakah karena pengakuan pelaku, atau karena paradigma yang telah tertanam kuat pada masyarakat: ‘Bom adalah sebagian dari perjuangan Islam’, katanya. Naasnya, Islam menjadi korban utama.
Sejarah bermula dari teror yang dilakukan teroris. Pencorengan muka adalah konsekuensi pengatasnamaan agama. Sangat tidak etis memang, menyalahkan agama atas terjadinya semua ini. Tapi apa mau dikata, kesalahan dalam menafsirkan makna perjuangan (jihad), menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.
Padahal Islam adalah agama yang cinta damai. Rahmatan lil ‘alamin. Lalu, dengan kejadian ini, apa yang harus dilakukan oleh Islam? Lalu bagaimana Islam menanggapi bom bunuh diri yang dilakukan oleh segelintir orang dengan mengatasnamakan agama? Benarkah yang mereka lakukan termasuk pada kategori jihad? Semoga kita bisa lebih memahami hal ini lebih dalam. Amin.
Memaknai Jihad
Jihad berasal dari kata jahada (جهد) yang berarti usaha, upaya dan karya; penggunaan,penyelenggaraan, pemerasan dan pengerahan tenaga; kegiatan dan semangat; kerajinan dan ketekunan, penderitaan dan kesusahan). Untuk kata jadian (derivatif), ‘jihad’ dan ‘mujaahadat’ bisa diartikan berjuang melawan kesulitan-kesulitan; memerangi orang-orang kafir. Jihad dari segi bahasa dapat diartikan Penyeruan (ad dakwah), menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran (amar ma'ruf nahi munkar), Penyerangan (ghazwah), pembunuhan (qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar) menahan hawa nafsu (jihad an-nafs), dan lain yang semakna dengannya ataupun yang mendekati (Hilmi 2001,131).
Dari makna di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa makna jihad itu sendiri tidak terbatas hanya pada perang, pembunuhan, penaklukan, atau pengertian yang sejenis dengannya. Jihad bisa berarti menyeru kepada Islam, atau bahkan menyeru kepada yang baik dan mencegah kepada yang munkar. Terlalu sempit pikiran kita jika masih berkutat pada pengertian yang normatif. Dunia terus berkembang. Zaman terus berubah. Oleh karena itu, aplikasi jihad itu sendiri akan disesuaikan, selama tidak terlepas dari makna dasar.
Bom bunuh diri? Jihadkah?
Apabila hal ini dihubungkan dengan fenomena sekarang ini, yaitu bom bunuh diri, sesungguhnya Islam tidak pernah mengajarkan hal seperti itu. Rasulullah selalu menyuruh kita untuk memelihara jiwa dan jangan membunuh diri dengan sengaja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sudah jelas bagi kita, bahwa yang namanya bunuh diri itu dilarang dalam agama. Lalu apakah ada pengecualian dalam hal memerangi kaum kafir? Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’ [17]: 33). Dalam ayat ini, Allah mengajarkan kepada kita untuk tidak membunuh siapapun, apakah dia muslim atau non-muslim kecuali dengan alasan yang benar. Apabila dikaitkan dengan bom bunuh diri, maka orang-orang non-muslim berada di sebuah Negara - bersandarkan kepada apa yang telah diajarkan Rasulullah - berhak mendapat perlindungan dari pemerintah. Oleh karena itu, kita tidak mempunyai hak dalam menghapus jiwa mereka.
Memang benar orang-orang non-kafir mempunyai keyakinan (aqidah) yang berbeda dengan kita. Lalu dengan gampangnya kita berasumsi bahwa mereka adalah orang-orang kafir yang sangat dibenci oleh Allah. Ujung-ujungnya kita pun memperbolehkan diri kita sendiri untuk membunuh mereka. salah satu cara yang ditempuh, yaitu dengan bom bunuh diri. Sungguh perbuatan ini merupakan keputusan yang sangat tidak bijak. Alasan yang sangat tidak waras. Tidakkah mereka memikirkan, korban yang berjatuhan pun bisa jadi berasal dari sesama saudara muslim? Hal itu bahkan jelas terjadi pada bom bunuh diri di Mesjid Cirebon beberapa waktu yang lalu. Walaupun kejadian ini (sangat jelas) tidak bisa dikaitkan dengan masalah jihad karena misteri motif pelaku, tapi tetap saja nama agama akan tercoreng oleh perbuatan sang pelaku, karena notabene pelaku sendiri adalah seorang muslim.
Penerapan jihad itu sangat luas. Tidak hanya pada pengertian normatif. Jihad adalah perjuangan selama hidup. Banyak hal yang bisa diaplikasikan berkenaan dengan jihad. Ketika seorang guru mengajarkan muridnya agar memahami ilmu-ilmu, itulah jihad seorang guru. Ketika seorang dokter mencoba untuk menyembuhkan para pasiennya, itulah jihad seorang dokter. Ketika seorang polisi menangkap para penjahat, itulah jihad seorang polisi. Tentunya dibarengi dengan niat lillahi ta’ala.
Jangan Nodai Agama
Peristiwa kelabu di Indonesia berjalan begitu lama. teror demi teror berlalu dengan meninggalkan bekas yang sangat pedih. Perjalanan bom bunuh diri dengan mengatasnamakan agama pun menghiasi coretan hitam Indonesia. Sebut saja bom bunuh diri di Bali I dan II atau bom bunuh diri di JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton. Sejarah telah mencatat semua peristiwa itu.
Sangat menyakitkan memang bila mengingat semua kenangan itu. apalagi dengan notabene agama yang kita anut sekarang ini, agama Islam! Kenapa? Karena mereka juga adalah penganut agama Islam. Tidak bisa dinafikan lagi, agama menjadi kambing hitam dari perbuatan mereka. kita pun jadi ikut disalahkan.
Jaringan radikal yang menghalalkan bom bunuh diri telah berkembang dengan pesatnya. Dengan iming-iming surga, mereka mendoktrin para pengantin agar mengorbankan jiwa mereka. ‘Inilah jalan pintas menuju surga’, begitulah kira-kira ungkapan mereka untuk para korban. Dengan pengetahuan ilmu agama yang minim, mereka pun terpedaya. Indonesia luluh lantak dengan dentuman bom-bom bunuh diri di sana sini.
Surga bisa kita capai, karena semua orang yang mengabdikan diri kepada Allah mempunyai hak atasnya. Tidak terkecuali orang-orang yang selama hidupnya ingkar terhadap Allah, tidak seorang pun yang tahu di akhir hidupnya, bisa jadi ia diberi hidayah dan kemudian mengesakan Allah. Lalu bagaimana dengan pelaku bom bunuh diri? Benarkah mereka bisa masuk surga dengan predikat orang yang mati syahid?
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang benar-benar berjihad di jalan-Nya, dan Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang terluka di jalan-Nya.” (Sahih Bukhari, cet. Dar Ibnu Hazm, hal. 520). Dari hadits di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa tidak seorang pun boleh berkata ‘ia akan mati syahid’ atau perkataan yang sejenisnya tanpa ada dalil yang menegaskannya. Perkara ini sudah jelas, seandainya seseorang mati pada saat peperangan membela Islam, tidak diperbolehkan menyatakan bahwa ia mati syahid, kecuali dengan didasari dengan dalil atau wahyu yang menegaskan. Hal ini pun bisa dianalogikan kepada bom bunuh diri yang dilakukan oleh segelintir orang. Kita belum bisa mengatakan mereka ‘mati syahid’. Apalagi pada dasarnya, mereka telah melakukan kerusakan di dunia. Tidak menutup kemungkinan mereka akan diberatkan dengan masalah adanya korban dari saudara sesama muslim. Apa ini yang dinamakan dengan mujahid?
Epilog
Akhirnya penulis mencoba untuk mengajak para pembaca merenungi tentang fenomena bom bunuh diri. Citra buruk agama yang ditimbulkan olehnya telah mengakar kuat. Agama dipersalahkan. Muslim dituduh teroris. Orang tak bersalah dikambing hitamkan. Islam kehilangan makna kedamaiannya. Apakah kita terus mau diperlakukan seperti ini?
Paling tidak, kita bisa memulainya dari diri sendiri. Marilah kita sama-sama membetulkan tonggak aqidah yang ada pada diri kita. Jangan sampai kita sesat dalam agama kita sendiri. pemahaman yang minim bisa menjadi buah simalakama. Oleh karena itu, memperdalam ilmu agama merupakan hal yang sangat urgensi demi kemaslahatan agama yang kita anut ini, agama Islam.
Para pemuda muslim juga jangan sampai mudah terpedaya dengan doktrin-doktrin yang menyesatkan. Syeitan mempunyai banyak cara untuk menggoda manusia. perbuatan yang kita sangka adalah baik, bisa jadi adalah jembatan penghubung menuju neraka. Na’udzubillahi min dzalik! Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. Al-Baqarah: 24).wallahu ‘alam bisshawab
Muhammad Qamaruddin
Santri Pondok Pesantren UII
Mahasiswa Ekonomi Islam FIAI
Universitas Islam Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar
apa komentar anda tentang bacaan ini?